Kantong Plastik dari Bahan Nabati Dianjurkan
Pelaku usaha ritel akan diberi tiga pilihan dalam menentukan upaya pengurangan sampah dari penggunaan kantong belanja. Kebijakan baru ini merupakan lanjutan dari uji coba kantong plastik berbayar yang berjalan selama setahun ini.
Ketentuan tersebut akan diterbitkan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat Hari Peduli Sampah Nasional 2017 pada 21 Februari di Surabaya, Jawa Timur. Dalam draf Peraturan Menteri LHK, ritel diberi keleluasaan untuk menggunakan kantong plastik nabati, kantong yang bisa didaur ulang, atau kantong yang bisa digunakan kembali.
Senin (6/2) ini, rancangan peraturan menteri itu akan dibahas dalam Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Tingkat Nasional yang diketuai mantan Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. Organisasi yang dibentuk Menteri LHK ini berisi pakar, praktisi, pelaku usaha (termasuk peritel), birokrat, dan aktivis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami berharap ini pertemuan terakhir dan final untuk diajukan ke Bu Menteri LHK,” kata Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Sabtu (5/2), seusai diskusi bersama Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim dan Wakil Bupati Serang di Kota Serang, Banten.
Ia menekankan opsi penggunaan kantong plastik nabati ini untuk menghindari persepsi masyarakat yang selama ini menganggap plastik degradable sudah ramah lingkungan. Plastik yang umumnya berlabel oxo atau oxium itu masih mengandung bijih plastik dengan tambahan pereaksi kimia untuk mempercepat fragmentasi.
Plastik yang kemudian terpecah kecil-kecil atau mikroplastk itu masih menjadi masalah, terutama saat terlepas ke perairan. Di laut, mikroplastik dikonsumsi ikan, penyu, dan burung karena teridentifikasi sebagai alga atau plankton.
“Karena itu, kami hanya membuka kantong plastik dari bahan nabati yang benar-benar dapat terkomposkan, bukan hanya terfragmentasi,” kata Ujang. Kantong dari bahan nabati yang telah diproses KLHK untuk mendapatkan Standar Nasional Indonesia (SNI) ini langsung hancur saat terkena air panas dan mulai terurai ketika terlepas di tanah.
Apabila pelaku ritel memilih penggunaan kantong yang bisa didaur ulang juga harus menyediakan tempat pengumpulannya di toko. “Jadi, merupakan tanggung jawab pelaku usaha,” katanya.
Ujang mengatakan, rancangan peraturan menteri ini disusun dari hasil evaluasi pelaksanaan uji coba kantong keresek berbayar. Saat itu, uji coba bertahap hanya didasarkan pada Surat Edaran Dirjen PSLB3 yang dianggap tidak memiliki kekuatan hukum.
Mendukung
Wakil Bupati Serang Pandji Tirtayasa mendukung rencana tersebut. Ia menyarankan kebijakan tidak setengah-setengah dan langsung melarang produksi kantong plastik tak ramah lingkungan.
Di Kabupaten Serang, katanya, potensi timbulan sampah dari 29 kecamatan mencapai 3.000 ton per hari. Dari jumlah itu, hanya 144-400 ton yang bisa dikelola pemda untuk dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Cikalong (milik Kota Serang) dan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Cikande, Anyer, dan Bojonegara.
“Ada sebagian sampah yang ditangani swadaya masyarakat dengan konsep tidak jelas, entah itu dibakar, ditaruh di pinggir jalan, atau ditimbun,” katanya.
Pada umumnya, jenis timbulan sampah di sejumlah daerah terdiri dari 60 persen organik, 14 persen plastik, 9 persen kertas, dan sisanya kain, logam, karet dan lain-lain. (ICH/BAY)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Februari 2017, di halaman 13 dengan judul “Peritel Diberi Tiga Pilihan”.