Periset fuel cell atau sel bahan bakar dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Eniya Listiani Dewi, menerima anugerah Habibie Award. Inovasi teknologinya di bidang energi berbahan bakar hidrogen dengan hasil limbah air murni yang ramah lingkungan.
”Ini pencapaian penghargaan yang paling susah karena dipersyaratkan ada pencapaian kolaborasi dengan industri, kepemilikan paten, dan hak merek,” kata Eniya, Selasa (30/11).
Program riset Eniya saat ini bisa menghasilkan energi listrik 1.000 watt dengan bahan bakar hidrogen. Kolaborasi dengan industri sudah ditempuh dengan PT Arbe Etyrindo di bidang polimer kemasan produk elektronik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Eniya memperoleh tiga hak paten, meliputi paten membran elektrofikasi, educational kit (lembar pendidikan) sel bahan bakar, dan reaktor biohidrogen. Hak merek dimiliki Eniya dengan nama ThamriON untuk membran elektrofikasi dan Omaf untuk educational kit-nya.
”Reaktor biohidrogen ini menghasilkan hidrogen dari biomassa,” kata Eniya.
Menurut Eniya, teknologi sel bahan bakar merupakan teknologi masa depan sebagai alternatif sumber energi baru yang ramah lingkungan. Pengembangannya kini masih pada skala laboratorium, masih menuntut pengembangan untuk skala industri.
Eniya meraih Habibie Award untuk Bidang Ilmu Rekayasa. Selain itu, penghargaan serupa juga diberikan kepada Adrian Bernard Lapian untuk Bidang Ilmu Budaya. Ahmad Syafii Maarif dan Franz Magnis-Suseno masing-masing menerima Habibie Award untuk Bidang Khusus Harmoni Kehidupan Beragama.
Bernard Lapian merupakan sejarawan senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk bidang sejarah maritim di Indonesia. Syafii Maarif sebagai Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sedangkan Franz Magnis merupakan rohaniwan dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Habibie Award disampaikan dalam rangka peringatan ulang tahun ke-11 The Habibie Center yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono serta mantan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie. (NAW)
————-
HABIBIE AWARD 2010
Boediono: Amankan Konsolidasi Demokrasi
Konsolidasi demokrasi di banyak negara selalu merupakan perjalanan yang penuh dengan risiko kegagalan. Oleh sebab itu, cara untuk mengamankan konsolidasi demokrasi agar tercapai cita-cita tujuan berdemokrasi, demokrasi harus mampu memberikan dan menunjukkan manfaat nyata bagi rakyat. Tanpa itu, kepercayaan rakyat semakin lama akan semakin luntur dan kehilangan legitimasi.
Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Boediono saat menghadiri peringatan ulang tahun ke-11 The Habibie Center (THC) dan penganugerahan Habibie Award 2010 di Jakarta, Selasa (30/11). Tema peringatan adalah ”Demokratisasi Tak Boleh Berhenti”.
Dalam acara itu hadir mantan Presiden BJ Habibie, Ketua Dewan Pengurus Yayasan Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi THC Wardiman Djojonegoro, Ketua Dewan Pengurus Yayasan THC Ahmad Watik Pratikya, serta para penerima Habibie Award, yaitu Eniya Listiani Dewi (peneliti ilmu rekayasa), Adrian Bernard Lapian (sejarah maritim), Ahmad Syafii Maarif dan Franz Magnis-Suseno (harmonisasi kehidupan beragama). Hadir pula Ketua Komisi Yudisial, yang terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Moqoddas.
”Oleh karena itu, demokrasi harus dikawal dengan bersama- sama dikembangkan dengan berjalannya pemerintahan yang efektif. Tanpa pemerintahan yang efektif, tidak akan ada hasil nyata dari proses bernegara kita,” ujar Wapres.
Menurut Wapres, konsolidasi demokrasi harus dikawal dengan peningkatan manfaat yang betul-betul dirasakan oleh rakyat. Manfaat yang diharapkan rakyat di antaranya kesejahteraan, rasa keadilan, dan lainnya yang fundamental seperti kebebasan.
Syafii Maarif saat menerima Habibie Award Khusus 2010 mengatakan, Pancasila harus diberi bingkai teologis agar fondasinya menjadi kokoh dan jelas. Semua agama yang hidup di Indonesia dapat berkontribusi memberi bingkai teologis itu.
Bagi Magnis, sikap yang harus dimiliki untuk mewujudkan pluralisme itu adalah sikap rendah hati dan menghormati kebebasan beragama lain. ”Kalau mau ada perdamaian, harus bisa mengakui ada perbedaan,” katanya.
Eniya (36), yang menjadi peraih Habibie Award termuda, mengaku menemukan katalis baru untuk sel bahan bakar penghasil listrik yang ramah lingkungan secara tak sengaja. Temuan itu telah dipatenkan dan mendapat penghargaan dari Mizuno Award, Koukenkai Award, dan Polymer Society Japan pada 2003.
Sementara Lapian (81) menjadi penerima Habibie Award tertua dalam sejarah. Menurut dia, yang diperlukan bangsa Indonesia saat ini adalah keberanian untuk turun kembali ke laut, mengembangkan kemampuan teknologi membuat perahu dan kapal, serta meningkatkan kemahiran navigasi dan semangat eksplorasi bahari. (WHY/HAR)
Sumber: Kompas, 1 Desember 2010
Keterangan foto: Wakil Presiden Boediono (ketiga dari kiri), didampingi mantan Presiden BJ Habibie (kiri), memberikan ucapan selamat kepada peraih Habibie Award 2010, (dari kanan) Franz Magnis-Suseno, Ahmad Syafii Maarif, Adrian Bernard Lapian, dan Eniya Listiani Dewi, serta Ketua Dewan Pengurus Yayasan Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi The Habibie Center Wardiman Djojonegoro di Jakarta, Selasa (30/11).
Foto oleh Yuniadhi Agung/ Kompas