Hingga tujuh tahun yang lalu, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) masih belum dikenal. Kini diperkirakan di seluruh dunia tak kurang dari 5-10 juta orang mungkin sudah terinfeksi oleh virus, penyebabnya yang disepakati untuk disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Hanya dalam tempo. tujuh tahun, banyak yang telah dipelajari mengenai AIDS, jauh melebihi penyakit apa pun lainnya.
Di tingkat internasional tahun ini AIDS mulai menjadi topik pembahasan utama dalam kongres tahunan Badan Kesehatan Sedunia (WHO) yang berlangsung di Geneva bulan Mei lalu. Dirjen WHO, Dr Halfdan Mahler, mengusulkan pengumpulan dana sebesar 650 juta dollar untuk memerangi AIDS hingga tahun 1991 nanti. Tanpa kerja sama dan tindakan nyata, terutama uluran dana dari negara-negara kaya, dikhawatirkan tahun 1991 AIDS akan menyerang 100 juta orang di kelima benua.
Untunglah, seruan WHO ini nampaknya memperoleh perhatian para pemimpin negara-negara maju. Dalam KTT di Venesia Juni lalu, para pemimpin AS, Inggris, Kanada, Italia, Perancis, Jerman Barat dan Jepang memasukkan juga masalah AIDS dalam agenda perundingan mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintahan Presiden Ronald Reagan, yang sudah sering dikritik rakyatnya karena dinilai tak berbuat cukup banyak untuk memberantas epidemi AIDS yang sedang melanda Negara itu mulai membuat gebrakan. Reagan hadir pada jamuan makan, malam di Washington yang diadakan oleh Yayasan Riset AIDS AS untuk mengumpulkan dana 1,5 juta dollar bagi penanggulangan AIDS di AS. Jamuan makan itu dihadiri antara lain oleh aktris Elizabeth Taylor dan dua orang penemu virus AIDS, yaitu Dr Robert. C.
Gallo dan Prof Luc Montagnier, yang kebetulan bertemu di Washington untuk mengikuti Konferensi Internasional AIDS ketiga awal Juni lalu.
Pada kesempatan itulah Reagan bikin kejutan, karena berpidato panjang lebar tentang AIDS. Imigran bakal dilarang masuk ke AS atau ditolak menjadi permanent residence jika terbukti mengidap virus AIDS. Pasangan suami istri yang mengurus surat nikah harus menjalani pemeriksaan rutin khusus untuk AIDS, begitu pula para narapidana.
Korban AIDS di AS memang tetap yang terbanyak di dunia. Hingga Desember 1987, dari, 66.000 kasus AIDS yang dilaporkan ke WHO oleh 125 negara, sekitar 50.000 kasus positif AIDS berasal dari AS dan lebih dari 25.000 di antaranya meninggal. Diperkirakan sekitar 1,5 juta warga AS kini telah terinfeksi virus maut itu, sehingga dalam lima tahun mendatang akan lebih banyak orang AS yang mati karena AIDS daripada yang terbunuh dalam Perang Dunia II. Hingga dekade 1990-an nanti biaya pengobatan akan mencapai 8-10 milyar dollar setiap tahunnya.
Jadi beban
AIDS tidak , hanya membunuh dan mematikan, tapi juga sudah merupakan beban bagi anggaran kesehatan yang kian menciut. Direktur Program Khusus AIDS WHO, Dr Jonathan Mann menyatakan, biaya untuk merawat 10 pasien AIDS di AS yang besarnya sekitar 450.000 dollar, lebih besar dari seluruh anggaran sebuah rumah sakit besar di Zaire, di mana lebih dari 25 persen pasien anak-anak maupun dewasa ternyata mengalami infeksi HIV. Biaya mendeteksi dan mengkonfirmasi apakah seseorang terinfeksi virus AIDS masih lebih mahal dibanding penghasilan rata-rata penduduk Dunia Ketiga dalam enam bulan.
Situasi menghadapi momok AIDS di banyak negara berkembang sungguh memprihatinkan. Lebih dari 10 persen wanita hamil di Zaire, Uganda dan Haiti, dan lebih dari 18 persen donor darah di Rwanda dan Zambia mengidap virus AIDS. Antara 25-88 persen dari pelacur di kota-kota besar Afrika terbukti seropositif terhadap penyakit ini, artinya tubuh mereka membuat antibodi tapi tetap tak mampu menangkal infeksi virus AIDS. Di Amerika Latin, Brasil merupakan area paling potensial. Kasus-kasus juga sudah bermunculan dari Bombay hingga Bangkok.
Bahkan Denpasar dan Jakarta pun sudah kecipratan tahun 1987 ini, walaupun dua orang yang meninggal adalah warga Belanda dan Kanada. Sikap Depkes RI yang selama ini cenderung tertutup dan mengecilkan arti wabah AIDS yang tengah melanda dunia bagi lndonesia mulai nampak berubah. Ketua Panitia Pengendalian AIDS Indonesia, Prof Dr A.A. Loedin, beberapa waktu lalu mengakui adanya beberapa warga Indonesia di Jakarta dan Denpasar yang positif uji serologisnya terhadap AIDS. Entah, apakah hal ini juga sudah dilaporkan ke WHO.
Menurut Dr Jonathan Mann, selama setahun ini terjadi lonjakan dua kali lipat jumlah negara yang melapor adanya kasus AIDS di negara mereka, dari sekitar 60 negara satahun lalu menjadi 125 negara akhir tahun ini. Berarti lebih dari tiga perempat negara di dunia telah melapor. Jumlah kasus juga diperkirakan, bukan cuma 66.000, tapi bias melebihi 150.000 kasus. Dan yang paling membuat gamang adalah proyeksi lima tahun mendatang. Dengan hanya berpatokan pada perkiraan bahwa jumlah warga dunia yang terinfeksi virus AIDS saat ini 5-10 juta saja dan hanya 10-30 persen di antaranya yang berkembang dengan manifestasi klinis AIDS, maka lima tahun lagi akan ada 500.000-3.000.000 penderita AIDS di dunia. Bisa dibayangkan berapa besar biaya yang akan terhambur untuk mengatasinya.
Masih beruntung
Sampai-sampai Dr Malcolm Potts, Ketua Family Health Internasional menyatakan, walaupun masih banyak prioritas kesehatan yang lain, namun AIDS tetap merupakan penyakit baru yang paling penting sejak bangkitnya ilmu kedokteran mutakhir. Memang beruntunglah umat manusia karena AIDS baru merajalela awal dekade 1980-an. Sebab jika mengamuk pada awal dekade1970-an,ilmu kedokteran sama tak berdayanya dengan 400 tahun lalu ketika epidemi sifilis merenggut nyawa 10 juta penduduk Eropa.
Syukurlah bahwa teknologi biologi molekuler yang kini digunakan untuk membaca kode-kode genetik sel dan menghasilkan pengobatan yang didasarkan pada imunologi, mulai berkembang dan ditemukan pada dekade 1970-an. Telah beberapa pemenang Hadiah Nobel Kedokteran untuk bidang imunologi seluler ini, di antaranya tahun ini adalah Susumu Tonegawa, yang penemuanya disebut-sebut tidak mus tahil bisa dikembangkan untuk menangkal penyakit virus seperti , AIDS. Walaupun demikian, virus AIDS masih tetap memusingkan, karena sifat-sifatnya yang jauh lebih kompleks dibanding virus-virus lain.
Di luar tubuh, memang virus AIDS amat rentan dan gampang sekali dimatikan. Tapi seperti halnya virus herpes simpleks genitalis,sekali orang terinfeksi,virus itu akan tinggal dalam tubuh selamanya.
Virus AIDS dikenal sebagai jenis retrovirus, karena mekanisme reproduksinya yang terbalik. Pada semua makhluk hidup, peranan reproduksi dimulai dengan adanya perintah dari DNA (deoxyribo nucleic acid) kepada RNA (ribo nulceic acid) untuk melakukan perbanyaka materi materi genetik. Tapi berhubung materi genetik yang dimiliki virus AIDS hanya RNA, ia memerlukan DNAsel hidup untuk bisa memperbanyak diri. Caranya, dengan menggunakan enzim reverse transcriptase yang dimilikinya untuk membalik proses reproduksi tadi.
Sel-sel limfosit-T yang diinfeksi Virus AIDS memiliki enzim transkriptaseyang justru dimanfaatkan oleh Virus AIDS untuk mengubah RNA menjadi DNA. Dan DNA ini menginstruksikan sel-sel yang terinfeksi untuk memproduksi lebih banyakvirus AIDS. Biologi virus AIDS ini baru diketahui para ahli belum lama ini, sehingga upaya untuk menaklukkan virus AIDS kini dikonsentrasikan pada pematahan urutan proses reproduksinya. Di antaranya dengan merusak enzim transkriptase dalam sel-sel T-4 sehingga tak bisa digunakan oleh virus AIDS.
Obat yang memiliki prinsip ker ja seperti ini adalah AZT ( azydothymidine) dan DDC (dideoxycytidine). Sayang yang pertama masih kelewat mahal dan terbatas kegunaannya serta terlalu besar efek racunnya, sementara yang kedua baru pada tahap percobaan. Vaksin untuk mencegah AIDS juga belum menunjukkan hasil, walaupun tak sedikit ahli yang berpacu mencoba menemukannya. Karena itu cara termurah dan paling realistis untuk melawan AIDS saat ini adalah kampanye pencegahan penularan. Kondom naik pamornya, bukan hanya untuk alat kontrasepsi, tapi juga pencegah AIDS.
Sumber: Kompas, 31 Desember 1987