Daya saing perguruan tinggi di dalam negeri dipacu dengan berfokus pada pencapaian layanan dan tata kelola yang berkualitas. Ini bagian dari antisipasi menghadapi masuknya perguruan tinggi asing dengan penyertaan modal dominan, hingga 67 persen.
Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah menciutkan jumlah perguruan tinggi. Perguruan tinggi di Indonesia yang saat ini berjumlah 4.575 institusi akan dikurangi menjadi sekitar 3.500 institusi.
”Ini salah satu upaya mendongkrak kualitas. Tawaran mergerbagi perguruan tinggi swasta pun terus digulirkan pemerintah dan menjadi salah satu fokus pada tahun 2018,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam acara temu media bertajuk ”Bedah Kinerja 2017, Fokus Kerja 2018”, di Jakarta, Kamis (4/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan, penggabungan dan penyatuan PTS menjadi salah satu rencana program reformasi di tahun 2018.
Selain itu, Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) diganti menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi. Lembaga ini melayani perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di daerah.
”Ada juga implementasi sistem layanan satu atap agar lebih cepat, serta peningkatan mutu program profesi guru, advokat, dan notariat,” kata Nasir.
Menurut Nasir, untuk memperkuat perekonomian bangsa yang berbasis inovasi dibutuhkan riset yang berkualitas. Semuanya itu mensyaratkan tersedianya institusi perguruan tinggi yang baik dan berkualitas. ”Kita harus melakukan perubahan yang mendasar untuk menjadikan lembaga perguruan tinggi kuat, sehat, dan mampu bersaing. Apalagi perguruan tinggi asing akan difasilitasi untuk masuk ke Indonesia dengan keterlibatan modal hingga 67 persen,” katanya.
Terkait dengan pengurangan jumlah institusi, PTS kecil yang ada dalam satu yayasan ataupun yayasan berbeda diminta untuk merger dalam rangka meningkatkan tata kelola kelembagaan. Dengan demikian, program studi yang ditawarkan menjadi lebih banyak dan institusi bisa ditingkatkan menjadi universitas, institut, atau politeknik.
Sebagai perbandingan, Nasir merujuk kondisi di China. Di negara berpenduduk sekitar 1,4 miliar jiwa itu hanya ada 2.824 institusi perguruan tinggi. Sementara di Korea Selatan, pemerintah negara itu melakukan merger sejumlah PT sehingga jumlahnya di bawah 200 institusi. Fokusnya pada riset dan inovasi.
Ranking 500 dunia
Peningkatan daya saing perguruan tinggi Indonesia juga dilakukan dengan memfasilitasi bertambahnya institusi untuk masuk ranking 500 dunia. Saat ini, baru tiga PTN yang masuk ranking 500 dunia, yakni Universitas Indonesia (277), Institut Teknologi Bandung (331), dan Universitas Gadjah Mada (401).
Selain itu, jumlah PT yang terakreditasi unggul (A) juga harus ditingkatkan dari yang sekarang hanya 65 institusi. Akreditasi internasional berbagai program studi juga didorong.
”Di era disruptif ini, PT juga harus dapat meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan pendidikan. Kuliah secara daring akan semakin ditingkatkan agar akses kuliah semakin mudah,” kata Nasir.
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo mengatakan, hingga akhir Desember 2017 sudah masuk 200 usulan untuk merger. Ada beberapa perguruan tinggi kecil dalam satu yayasan yang ingin digabungkan. Ada pula merger dari yayasan yang berbeda.
Insentif perangsang
Menurut Patdono, ada beberapa insentif yang diharapkan memacu antusiasme PTS untuk bergabung. Jika program studi yang hendak merger terakreditasi A dan B, diminta agar akreditasi tertinggi yang diakui. Selain itu, afirmasi soal lahan penting sehingga bisa merger dari wilayah yang berbeda. Demikian pula diupayakan kepada Direktorat Jenderal Pajak agar penggabungan PTS ini tidak dikenakan pajak akibat adanya penggabungan aset.
Patdono mengatakan, pemerintah berharap ada lebih banyak politeknik. Namun, penggabungan PTS belum meminati bentuk politeknik karena dinilai butuh investasi tinggi. ”Namun, ada tren yang lebih baik untuk pendirian politeknik. Jika sebelumnya setahun hanya 10 permohonan, kini sudah menjadi 30 permohonan per tahun untuk mendirikan politeknik,” katanya.
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, peningkatan mutu dosen juga menjadi hal penting dalam mendongkrak mutu PT. Salah satunya dengan menggandeng ilmuwan diaspora Indonesia yang bekerja di sejumlah PT di luar negeri untuk berkolaborasi dan berjejaring dengan PT di dalam negeri.
”Para ilmuwan diaspora ini bisa juga menjadi dosen di PT dalam negeri dan diberi nomor induk dosen khusus. Kami minta agar dosen/ilmuwan asing, baik diaspora yang berubah menjadi warga negara asing maupun orang asing, diberi izin yang fleksibel untuk mengajar di Tanah Air,” kata Ghufron. (ELN)
Sumber: Kompas, 5 Januari 2018