Perang Melawan Covid-19

- Editor

Selasa, 12 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah harus mempunyai target yang jelas sedemikian rupa agar pemerintah dan rakyat dapat lebih bersatu padu melangkah bersama melawan Covid-19.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO–Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan seusai meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). Rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19 dan memiliki kapasitas 24 ribu orang. Kompas/Heru Sri Kumoro

Semua bangsa dan negara di dunia saat ini tengah berada dalam keadaan memprihatinkan akibat pandemi Covid-19. Indonesia salah satunya.
Korban sudah berjatuhan dari berbagai lapisan masyarakat, tak terkecuali kelas atas atau kelas bawah. Namun, apa mau dikata, Covid-19 tengah menyerbu laksana siluman dari langit. Ia tidak tampak karena bentuknya yang molekuler, tetapi tiba-tiba saja korban jutaan berjatuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Terus terang, awalnya semua dibuat panik. Namun, tak berapa lama, kita pun mulai dapat mengendalikan diri dan melakukan ”perlawanan” walaupun masih jauh dari memadai.

Di sana-sini, menurut hemat saya, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang sebenarnya tak perlu terjadi kalau pemerintah dapat bertindak lebih cepat dan tegas sejak awal. Mengapa pemerintah hanya mengimbau kepada rakyatnya, bukannya tegas memerintahkan rakyatnya agar bertindak begini atau begitu, yang dapat mengikuti instruksi dari politik negara?

Menurut saya, jika pemerintah menggunakan kata mengimbau, hal itu berarti boleh diikuti, tetapi boleh juga tak diikuti. Namanya imbauan, dan bukan perintah.

Hingga saat ini masih banyak pelanggaran, terutama dilakukan oleh kalangan kelas menengah ke bawah walaupun pemerintah telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebagai contoh, bagaimana berjubelnya penumpang kereta api, angkutan lainnya, dan pasar, yang tanpa mengindahkan ketentuan jaga jarak satu sama lain dan tidak berkerumun.

Contoh lainnya, bagaimana ironisnya, seperti ada di berita di harian Kompas baru-baru ini soal anggota jemaah masjid di Kebon Jeruk yang berjumlah sekitar 200 orang, 3 orang di antaranya positif tertular Covid-19. Akibatnya, masjid plus jemaahnya terpaksa diisolasi oleh pihak berwajib.

Apa mau dikata, semua telah terjadi di depan mata. Untuk itu, ada baiknya jika kita ingin merenung sejenak dan mengingat kembali pada ajaran-ajaran Bung Karno, yaitu agar kita selalu melaksanakan think and rethink, pikir dan pikir kembali apa yang sudah dan akan kita lakukan lagi untuk menyelesaikan masalah bangsa ini.

Kita memang harus berpikir dan berpikir kembali, apakah langkah-langkah yang diambil selama ini benar-benar tepat dalam perang melawan siluman Covid-19? Terutama, apakah kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah sekarang ini benar-benar mujarab untuk melawan pandemi Covid-19?

Saya rasa belum sepenuhnya mujarab. Pemerintah sendiri, jika harus menganalisis asal-usul dan riwayat pandemi Covid-19, tentu tak mudah. Namun, jika mengingat era Perang Dingin 1960-an, Bung Karno pernah menganalisis dan mengkhawatirkan Blok Barat, khususnya Amerika Serikat, yang saat itu mempersiapkan ”nubika warfare””, perang nuklir, biologi, dan kimia.

Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi hal itu, Bung Karno segera memerintahkan agar mendirikan Reaktor Atom Triga Mark II di Jalan Taman Sari, Bandung, Jawa Barat. Targetnya, satu tahun ke depan, reaktor itu harus sudah punya paling sedikit bom atom dan roket, yang mampu meluncurkan satelit ke ruang angkasa.

Saat itu, dengan kerja sama antara Departemen Fisika Teknik, Elektro, Teknik Mesin ITB, dan Pindad, berhasil diluncurkan roket Kartika dari Pameungpeuk, Jawa Barat, ke ionosfer. Pameungpeuk saat itu disiapkan untuk menjadi ”Cape Kennedy”-nya Indonesia. Prestasi ini cukup membanggakan karena selangkah lagi kita akan berhasil menembus stratosfer alias ruang angkasa.

Lalu, apa hubungannya dengan Covid-19 saat ini? Ya, siapa tahu AS hingga saat ini masih mempersiapkan untuk ”nubika warfare”, dan siapa tahu juga dalam eksperimen mereka, kuman biologinya bocor dan menyebar menjadi Covid-19?

Analisis ini tentunya tak didukung fakta dan bukti karena masih sebatas pertanyaan siapa tahu dan logikanya juga lemah karena hingga kini belum ada sama sekali pembuktiannya. Tentu, jika benar virus itu diciptakan di AS, Covid-19 akan merebak terlebih dulu di AS. Namun, kenyataannya, virus baru korona atau SARS-CoV-2 itu merebaknya di Wuhan, China. Walaupun begitu, apa pun masalahnya, saat ini Indonesia berhadapan dengan musuh siluman Covid-19.

Perjuangan massa
Masalahnya sekarang, bagaimana caranya melawan siluman Covid-19 itu? Saya rasa, kita mungkin dapat menggunakan teori Bung Karno, yaitu menggunakan ordinary military strategy plus mass struggle, yang berarti strategi militer biasa yang dipadu dengan perjuangan massa.

Untuk strategi militer mungkin mudah karena kita dapat menggunakan dalil-dalil dari Carl von Clausewitz (On War), yang saya baca sekitar tahun 1963 dari perpustakaan Bung Karno di Istana Merdeka. Namun, yang sulit dan jadi masalah adalah perjuangan massa. Apakah massa atau bangsa Indonesia saat ini sudah siap untuk itu bersatu, disiplin, dan patuh mengikuti instruksi pemerintah yang tegas dan lugas?

Misalnya larangan mudik atau pulang kampung itu benar-benar diikuti, dan jika dilanggar, pemerintah memberikan sanksi. Sebab, kalau pemerintah tidak tegas melarang mudik dan memberikan sanksi, tak terbayangkan berapa juta masyarakat Indonesia yang akhirnya teridap positif Covid-19.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO—Para calon pemudik yang gagal mendapatkan bus jurusan keluar wilayah Jabodetabek di Terminal Bus Baranangsiang, Kota Bogor, Sabtu (25/4/2020). Kondisi terminal ini sepi dari hirukpikuk penumpang pasca diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar dan juga larangan mudik untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)25-4-2020

Kepatuhan dan kedisiplinan itu masih tanda tanya. Apalagi sudah sekian tahun lamanya massa atau rakyat tidak pernah mendapatkan indoktrinasi mengenai nation and character building; pembangunan bangsa dan watak bangsa, yaitu kedisiplinan dan kepatuhan pada politik negara, persatuan, kepedulian, dan gotong royong terhadap masyarakat yang kurang mampu dan siapa pun lainnya yang terimbas ekonomi, usaha, dan kehidupan sehari-harinya akibat pandemi Covid-19.

Walaupun begitu, saya optimistis, selama pemerintah dapat bertindak cepat dan tegas memobilisasi rakyat untuk melawan siluman Covid-19, seperti menerapkan ketentuannya dengan menindak mereka yang nekat mudik dan melawan aturan, mudah-mudahan dalam waktu singkat siluman Covid-19 dapat dikalahkan dan keadaan kembali menjadi normal.

Saya tidak tahu target pemerintah kapan Covid-19 itu dapat dikalahkan dan keadaan normal kembali. Menurut hemat saya, pemerintah harus mempunyai target yang jelas sedemikian rupa agar pemerintah dan rakyat dapat lebih bersatu padu melangkah bersama melawan Covid-19.

(Guntur Soekarno Putra Sulung Bung Karno, Presiden Pertama RI)

Sumber: Kompas, 12 Mei 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB