Peran Ilmuwan Sosial “Memudar”

- Editor

Rabu, 16 Maret 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peran ilmuwan sosial akan memudar jika mereka masuk dan terlibat dalam dunia politik atau birokrasi. Secara universal, peran ilmuwan sosial seharusnya bisa membantu masyarakat memahami fenomena atau persoalan yang tengah terjadi dengan pandangan obyektif.

”Ilmuwan sosial yang terlibat politik kerap ’hilang’ dan menjadi politikus karena tidak lagi mengusung keilmuannya,” kata sosiolog dari Perancis, Michel Wieviorka,

seusai kuliah umum yang bertema ”Social Sciences in Mutation”, Selasa (15/3) di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia mengingatkan, jangan mengharapkan ilmuwan sosial bisa memberi solusi konkret persoalan-persoalan sosial di masyarakat karena itu tugas pemerintah. ”Peran ilmuwan sosial terbatas hanya pada usulan solusi di tataran teori, bukan solusi konkret yang dituangkan dalam kebijakan,” kata penulis buku Masyarakat dan Terorisme (1988) itu.

Agar peran ilmuwan sosial tidak pudar dan persoalan sosial bisa dilihat secara lebih utuh, Wieviorka berharap ilmuwan sosial bisa bekerja sama dengan ilmuwan pada bidang lainnya, tidak bekerja sendiri-sendiri seperti yang terjadi pada masa lalu. Dengan bekerja sama dan berdiskusi dengan ilmuwan lain, diharapkan bisa muncul teori-teori baru yang lebih sesuai untuk menjelaskan fenomena atau persoalan masa kini.

”Tidak hanya berdiskusi dengan sesama ilmuwan, tetapi juga mahasiswa, atau menulis di jurnal ilmiah. Persoalan sosial dengan kondisi dunia saat ini memerlukan perspektif multidisipliner,” kata Wieviorka yang menjadi anggota Pusat Analisis dan Intervensi Sosiologi (CADIS) yang didirikan oleh sosiolog Alain Touraine (pencetus istilah masyarakat pascaindustri dan metode intervensi sosiologi) itu.

Wieviorka berada di Indonesia atas undangan Kedutaan Besar Perancis di Indonesia untuk memberikan serangkaian seminar di sejumlah perguruan tinggi dan organisasi pada 11-17 Maret 2011.

Karya-karya Wieviorka selama ini mengusung tema kekerasan, terorisme, rasisme, pergerakan sosial, identitas, dan teori-teori perubahan sosial. Wieviorka yang terpilih sebagai Ketua Asosiasi Sosiologi Internasional (2006- 2010) itu menjadi dosen pertama yang meraih penghargaan khusus Bulzoni Editore (1989) dan penghargaan Amalfi di bidang sosiologi dan ilmu sosial untuk ilmuwan Eropa. (LUK)

Sumber: Kompas, 16 Maret 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB