Penulis Buku Butuh Insentif

- Editor

Senin, 17 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis buku fiksi maupun non-fiksi adalah tonggak pembangunan peradaban bangsa. Namun, diperlukan insentif demi mendorong penulis bekerja purnawaktu untuk menghasilkan lebih banyak karya. Berbagai inisiatif mulai dari membuat festival penulis hingga menciptakan perpustakaan digital dapat menjadi jawaban.

Ketua Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Nasir Tamara mengatakan, Minggu (16/9/2018), tiga penulis berperan penting dalam pendirian Republik Indonesia, yakni Raden Ajeng Kartini, Mohammad Hatta, serta Soekarno. Para penulislah yang mengobarkan pemuda Indonesia saat itu untuk merebut kemerdekaan.

KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Dari kiri: Pendiri Indie Book Corner Irwan Bajang, Ketua Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Nasir Tamara, pendiri Ubud Writers and Readers Festival Janet De Neefe, Kepala Perpustakaan Nasional Syarief Bando, Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia Jusman Syafii Djamal, penulis Kristin Samah, dan Sekretaris Umum II Satupena Kanti W. Janis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kartini menulis sangat baik tentang kondisi perempuan di Indonesia saat itu, sementara Bung Hatta menuliskan cita-citanya tentang Indonesia yang merdeka dan demokratis. Sedangkan pidato Bung Karno di depan pengadilan kolonial dijadikan buku Indonesia Menggugat. Kitab-kitab itulah yang menggerakkan kita,” kata Nasir.

KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Nasir Tamara (kanan) mengatakan, peradaban Indonesia modern dibangun oleh tiga penulis utama, yaitu Kartini, Mohammad Hatta, dan Soekarno.

Hal ini mengemuka dalam gelar wicara bertajuk “Penulis Membangun Peradaban” yang diadakan Satupena di sela-sela Indonesia International Book Fair (IIBF) 2018 di Balai Sidang Jakarta. Hadir pula sebagai pembicara Sekretaris Umum II Satupena Kanti W. Janis, pendiri Ubud Writers and Readers Festival Janet De Neefe, pendiri Indie Book Corner Irwan Bajang, dan Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia Jusman Syafii Djamal.

Nasir melanjutkan, pemerintah mulai menangkap para penulis pada tahun 1960-an, seperti Mochtar Lubis dan Buya Hamka. Di masa Orde Baru, penulis-penulis berhaluan kiri seperti Pramoedya Ananta Toer juga ditangkap dan dipenjarakan. “Saat itulah kita mengalami kelesuan generasi penulis di Indonesia. Kita harus mengatasi ini,” kata Nasir.

Menurut Kanti, fiksi seperti karangan Pram dapat masuk ke alam bawah sadar para pembaca dengan leluasa. Karena itulah penguasa di masa Orde Lama dan Orde Baru menangkap penulis yang berpeluang membuka pikiran masyarakat dengan tulisan mereka. “Bumi Manusia karya Pram memengaruhi cara kita melihat bangsa, bahwa kita sebenernya ditindas. Bahkan, buku itu masih sangat relevan hingga sekarang,” kata Kanti.

KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Kanti W Janis (kiri) mengapresiasi dukungan pemerintah melalui Perpustakaan Nasional. Namun, menurut Jusman, pekerjaan sebagai penulis belum cukup dihargai.

Meskipun berperan besar dalam perkembangan bangsa, Jusman menilai, kerja intelektual dan kreatif penulis belum dihargai. Ini ditunjukkan dengan royalti yang rendah dengan pajak yang tinggi, serta ketiadaan penerbit yang bersedia berinvestasi pada penulis. Akibatnya, tidak ada penulis yang mau bekerja purnawaktu hanya untuk menulis buku.

“Royalti penulis itu dianggap seperti orang menang lotre sehingga pajaknya besar. Ini mengakibatkan penulis tidak bisa terus menulis. Kalau didukung dengan kebijakan yang lebih bersahabat, niscaya kita akan mendapatkan lebih banyak buku, karena buku adalah investasi masa depan bangsa,” kata Jusman.

Saat ini, penulis hanya mendapatkan royalt sebesar 10—12 persen dari harga penjualan buku. Royalti didapatkan dua kali dalam setahun, namun akan segera dikenakan pajak penghasilan yang berkisar 15—20 persen. Ini dinilai sangat membebani penulis purnawaktu (Kompas.id, 12 Agustus 2018).

Meski demikian, beberapa pihak berusaha menerbitkan karya-karya penulis dengan cara-cara lain. Janet mengatakan, tahun ini Ubud Writers and Reader Festival akan diikuti oleh 900 penulis Indonesia, jauh dari 15 penulis pada 2003. Karya para penulis Indonesia yang terpilih dalam festival ini akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan.

Dari festival ini muncul penulis-penulis terbaik Indonesia. “Salah satunya Eka Kurniawan. Penulis lain pun semakin percaya diri sehingga kami mendapat karya-karya yang pantas diterjemahkan,” kata Janet.

KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Irwan Bajang (kiri) merasa kesulitan mendistribusikan buku ke luar Pulau Jawa melalui penerbit indie yang didirikannya.

Irwan juga mencoba menerbitkan karya-karya penulis muda lokal melalui penerbitan indie miliknya. Namun, permasalahan terbesar yang dihadapinya adalah cara distribusi buku ke luar jawa.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Perpustakaan Nasional Syarief Bando yang juga hadir mengatakan akan lebih banyak berdialog dengan para penulis sebelum mengadakan berbagai pameran. Sebab, jumlah buku di daerah-daerah luar Jawa seperti Lembata, Nusa Tenggara Timur, sangat rendah. Bahkan, di Kabupaten Bogor yang penduduknya sekitar 40 juta jiwa, hanya ada sekitar 30.000 buku. “Penulis juga harus turun ke masyarakat untuk tahu, buku apa yang dibutuhkan masyarakat di sana,” kata Syarief.

KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS–Ketua Satupena Nasir Tamara memberikan penghargaan kepada Kepala Perpustakaan Nasional Syarief Bando.

Pertemuan penulis dan pembaca
Untuk menyediakan ruang pertemuan pembaca dengan penulis, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah meresmikan gedung baru Perpustakaan Nasional di Jakarta. Selain itu, telah dibangun taman baca mandiri (TBM) yang dijalankan secara mandiri oleh masyarakat. Kanti mengapresiasi langkah pemerintah ini.

“Saya bermimpi Indonesia punya perpustakaan yang bagus. Ternyata Perpusnas yang di Jalan Medan Merdeka Selatan megah banget. Jam bukanya lebih lama, sampai 18.00 WIB. Saya harap ini bisa menjadi tempat penulis melakukan riset, juga untuk bertemu dengan para pembaca,” kata Kanti. TBM yang mencapai 8.000 titik di seluruh Indonesia juga diharapkan berfungsi serupa untuk penulis-penulis lokal.

Di samping itu, Perpusnas juga telah meluncurkan aplikasi ponsel pintar iPerpus untuk mengakses koleksi buku dalam format digital. Menurut Nasir, penulis berpeluang menjual karyanya langsung kepada Perpusnas dalam format digital untuk segera diterbitkan tanpa melalui penerbit. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)–ADHI KUSUMAPUTRA

Sumber: Kompas, 17 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB