Yokyok ”Yoki” Hadiprakarsa, konservasionis Indonesia, meraih Whitley Award. Penghargaan internasional itu diberikan atas kegigihannya menjaga kelestarian burung rangkong gading yang banyak diburu.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO—Yokyok ”Yoki” Hadiprakarsa, pendiri Rangkong Indonesia, aktivis, dan pegiat konservasi burung rangkong, terutama rangkong gading (Rhinoplax vigil), 28 Agustus 2019, di Jakarta.
Yokyok ”Yoki” Hadiprakarsa, konservasionis Indonesia, dianugerahi penghargaan Whitley Award atas kegigihannya dalam menjaga kelestarian burung rangkong gading. Ia menerima penghargaan itu bersama lima tokoh lain serta satu tokoh dari Brasil peraih Whitley Gold Award yang semuanya bergerak dalam isu satwa liar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam situs Whitley Award bertanggal 29 April 2020, diumumkan Yoki menerima penghargaan tersebut atas upayanya melindungi burung rangkong gading. Penghargaan tersebut bersumber dari donasi MAVA Foundation.
Penghargaan Whitley Award, yang sering disebut ”Piala Oscar Hijau”, diberikan setiap tahun kepada individu dari Selatan oleh badan amal berbasis di Inggris, yaitu Whitley Fund for Nature. Penerima penghargaan berhak mendapat hadiah senilai 40.000 poundsterling. Sosok Yoki yang merupakan pendiri sekaligus peneliti utama organisasi Rangkong Indonesia pernah dimuat di harian Kompas pada 4 September 2019.
Burung rangkong gading atau helmet hornbill (Rhinoplax vigil) saat ini berstatus kritis akibat perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal. Pemburu mengambil bagian balung dan paruh yang disebut-sebut mirip dengan gading gajah.
Rangkong merupakan spesies sakral bagi suku Dayak, masyarakat adat asli Kalimantan, yang percaya bahwa rangkong adalah penjaga kehidupan dan akan mengantar manusia kepada Tuhan-nya. Rangkong juga dianggap sebagai simbol keberanian bagi para pendekar.
Walaupun statusnya dianggap sakral, balung rangkong gading, yaitu tonjolan merah menakjubkan yang berbentuk seperti helm pada paruhnya, membuat spesies ini menjadi target menguntungkan bagi pemburu liar yang diketahui menjual kepala rangkong gading kepada kolektor, termasuk anggota keluarga raja-raja, selama ratusan tahun.
DOK KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN–Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkolaborasi dengan Aviation Security (Avsec) dan Balai Karantina Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Rabu, 17 Juli 2019, pukul 05.00 menggagalkan penyelundupan 72 paruh burung. Paruh tersebut diduga jenis paruh burung rangkong gading (Rhinoplax vigil) dan akan diselundupkan dari Indonesia menuju Hong Kong.
Paling diburu
Sebagai spesies rangkong yang paling diburu di dunia, ornamen ukiran rumit dari balung dan paruh rangkong gading kini sangat dicari di pasar gelap internasional. Hal ini menyebabkan peningkatan drastis perburuan liar rangkong gading dalam beberapa tahun terakhir.
Yoki memperkirakan, pada tahun 2013 saja, 6.000 rangkong gading ditembak dan dipenggal kepalanya di Kalimantan Barat. Kabupaten Kapuas Hulu, tempat basis kerja Yoki, merupakan salah satu benteng populasi dan pusat perburuan liar, di mana masyarakat lokal didorong oleh kebutuhan sehingga memburu rangkong gading untuk keuntungan ekonomi.
Untuk melawan hal ini, Yoki bekerja erat dengan masyarakat dengan memberikan mereka keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh pendapatan melalui pariwisata, dengan memanfaatkan rangkong yang berwarna-warni untuk menarik wisatawan datang.
Yoki percaya kegiatan pengamatan burung dan ekowisata akan memungkinkan masyarakat setempat mendapatkan penghasilan dari burung rangkong dengan cara manusiawi dan berkelanjutan, yaitu dengan memastikan rangkong lebih berharga dalam kondisi hidup daripada mati.
Dengan Whitley Award-nya, Yoki akan memperluas pendekatan ini, mengidentifikasi daerah pariwisata di wilayahnya yang sesuai untuk model konservasi tersebut. Ia akan mengembangkan rencana ekowisata lima tahun untuk diterapkan di tiga desa, akan melatih 100 orang untuk melakukan kegiatan seperti pengamatan burung, serta meningkatkan kapasitas masyarakat lokal agar berperan sebagai penjaga hutan, memonitor rangkong dan sarangnya untuk mencegah perburuan liar.
Y HADIPRAKARSA–Rangkong gading
Yoki merupakan salah satu dari enam konservasionis penerima Whitley Award 2020 untuk mendukung upaya mereka melindungi beberapa spesies paling terancam punah di dunia dan habitat alami yang menakjubkan.
Pada umumnya penghargaan ini diberikan oleh pelindung yayasan, yaitu putri Kerajaan Inggris, pada acara tahunan di London. Namun, upacara penghargaan Whitley Award 2020 diundur karena pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru yang diidentifikasi pada tahun 2019.
Meski para pemenang akan mendapatkan dananya sekarang, mereka baru akan diundang untuk menghadiri upacara penghargaan serta acara terkait di London pada akhir tahun ini untuk merayakan pencapaiannya jika kondisi memungkinkan.
Sementara itu, penghargaan Whitley Gold Award 2020 diberikan kepada konservasionis Brasil, Patrícia Medici, atas dedikasinya melindungi tapir dataran rendah. Penerima penghargaan Whitley Award lainnya adalah Abdullahi Hussein Ali dari Kenya (melindungi antelop hirola/Beatragus hunteri), Gabriela Rezende dari Brasil (tamarin singa hitam/Leontopithecus chrysopygus), Jeanne Tarrant dari Afrika Selatan (hewan amfibi), Phuntsho Thinley dari Bhutan (menjaga rusa kesturi alpin/Moschus chrysogaster), dan Rachel Ashegbofe Ikemeh dari Nigeria (simpanse langka).
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor: EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 1 Mei 2020