Stadion Utama Gelora Bung Karno menjadi ikon Jam Bumi atau Earth Hour Indonesia yang digelar serentak pada Sabtu (24/3) pukul 20.30-21.30. Stadion tersebut dinilai layak jadi simbol ajakan bagi warga agar berpartisipasi dalam gerakan gobal bagi perubahan iklim.
World Wildlife Fund (WWF) Indonesia bekerja sama dengan Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) dan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) akan memadamkan lampu penerangan di SU GBK selama satu jam sebagai simbol kepedulian pada isu lingkungan dan perubahan iklim.
Stadion Utama GBK memiliki daya lampu sebesar 3.500 lux atau dua kali lebih besar dari sebelumnya yang hanya 1.500 lux.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Chief Executive Officer WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan, SU GBK saat ini menggunakan energi yang sangat besar. Dengan dijadikannya stadion tersebut sebagai ikon Jam Bumi Indonesia, Rizal berharap kesadaran masyarakat tergugah untuk ikut dalam gerakan penghematan energi.
“Kalau kami mencontohkan GBK saja bisa dimatikan, itu merupakan pesan yang sangat dramatis. Kami ingin masyarakat tergerak dan mau agar gaya hidup yang dimulai pada Earth Hour ini. Masyarakat menjadi lebih berhemat dalam menggunakan energi dan memerhatikan lingkungan,” ujar Rizal dalam jumpa pers bertajuk “Earth Hour 2018 #Connect2Earth” di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/3).
NIKOLAUS HARBOWO–Chief Executive Officer WWF Indonesia Rizal Malik, Direktur Utama PPK GBK Winarto, Ketua Inasgoc Erick Thohir, dalam jumpa pers bertajuk “Earth Hour 2018 #Connect2Earth” di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (15/3).
Gerakan Earth Hour diinisiasi oleh WWF sejak 2007 di Sydney, Australia. Gerakan tersebut mulai diimplementasikan di Indonesia pada 2009. Hingga kini, gerakan itu sudah diikuti oleh 67 kota dan berubah menjadi gerakan akar rumput yang merangkul 1.500 volunter.
Rizal menuturkan, Indonesia memiliki beberapa target pada 2020, di antaranya penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan bebas sampah. Menurut Rizal, target itu akan sulit didapat apabila masyarakat tidak dapat menjaga lingkungan dengan baik.
“Yang terjadi sekarang, kan, ada beberapa sebab emisi karbon, pembangkit tenaga listrik batu bara, kendaraan bermotor, deforestasi. Kita harus mengurangi emisi di tiga aspek itu kalau mau capai target,” ucap Rizal.
Upaya penghematan
Luas lahan kawasan GBK 276 hektar. Stadion ini termasuk salah satu dari tiga kawasan yang dipertahankan menjadi kawasan hijau di Jakarta. Total kawasan hijau di sana mencapai 85 persen, sisanya merupakan bangunan.
“Kami harus menghemat lahan agar kawasan hijau ini tetap terjaga. Bahkan, kalau bisa, seminimal mungkin bangunan dan memaksimalkan penambahan pohon agar yang berolahraga merasa nyaman,” ujar Direktur Utama PPK GBK Winarto.
Winarto mengatakan, SU GBK juga telah mempraktikkan konsumsi yang berkelanjutan (sustainable consumption) dengan pemasangan lampu LED yang memiliki sistem konsumsi listrik lebih hemat hampir 50 persen dibandingkan lampu konvensional. Kualitas pencahayaan pun disebut tiga kali lebih baik.
Tak hanya itu, SU GBK pun juga dilengkapi dengan solar panel dengan besaran 420 kilowatt-peak (kwp) yang energi listriknya langsung digunakan pada pencahayaan di siang hari.
“Jadi pemilihan stadion GBK sebagai ikon earth hour adalah tepat, karena segala hal telah direncakan sejak awal sejauh mungkin bangunan ini agar hemat energi,” tutur Winarto.
Ketua Inasgoc Erick Thohir menuturkan, pihaknya juga telah merencanakan agar kendaraan bermotor tidak diperbolehkan untuk memasuki kawasan GBK selama perhelatan Asian Games berlangsung pada 18 Agustus hingga 2 September 2018. Erick berharap, upaya tersebut signifikan dalam upaya pengurangan emisi karbon di Jakarta.
“Rencana itu akan dikaji lagi oleh Dinas Perhubungan, seperti apa rekayasa lalu lintasnya. Jadi, kami dorong masyarakat untuk berjalan kaki. Suatu kebangkitan untuk masyarakat Jakarta untuk mulai hidup sehat,” ujar Erick. (DD18)
Sumber: Kompas, 16 Maret 2018