Perkembangan dunia digital yang mengandalkan peran situs website dinilai belum cukup memberikan penghargaan kepada para pengembang situs atau web developer. Meski demikian, web developer Indonesia dianggap mampu menjawab tantangan zaman dengan membuat website yang ringan dan mudah digunakan.
Berdasarkan data Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi), website dengan nama domain tertinggi di Indonesia (.ID) terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Jumlahnya mencapai 102.097 pada Desember 2013; 123.960 pada Desember 2014; 155.609 pada Desember 2015; 242.699 pada Desember 2016; dan 252.112 pada Desember 2017.
Head of Program of Game Application Technology Universitas Bina Nusantara Andry Chowanda di Jakarta, Kamis (8/2), mengatakan, meski jumlah website semakin banyak, penghargaan terhadap para web developer masih minim. Selama belasan tahun industri digital berkembang, belum ada ajang penghargaan yang digelar untuk mengapresiasi karya mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KURNIA YUNITA RAHAYU–Para peraih penghargaan Indonesia Website Awards (IWA) 2017 di Jakarta, Kamis (8/2).
Ia menambahkan, untuk membuat sebuah website, web developer perlu menguasai berbagai bahasa pemrograman yang dirangkai dalam satu algoritme. Setiap fungsi yang dijalankan di website membutuhkan serangkaian rumusan kode (coding) yang berbeda satu sama lain. Waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan rumusan kode yang dapat berfungsi dengan tepat pun tidak sebentar.
Agus Arianto (25), web developer sekaligus pemilik webnesia.co.id, mengatakan, membutuhkan waktu lima tahun untuk menciptakan template website e-dagang. Sejak 2011, saat masih menempuh studi sarjana, ia membuat rumusan tersebut dan baru saat ini rumusannya telah mapan. Kini, template e-dagang tersebut bisa jual. “Di balik sebuah website yang digunakan masyarakat dengan mudah, ada ribuan kode yang harus kami buat dengan susah payah,” kata Agus.
KURNIA YUNITA RAHAYU–Agus Arianto (25), web developer sekaligus pemilik webnesia.co.id di Jakarta, Kamis (8/2).
Menurut Andry, para web developer yang sudah berkiprah sejak lima hingga enam tahun lalu harus berjibaku dengan rumusan kode yang rumit. Fokus kerja mereka adalah membuat rumusan untuk setiap fungsi yang berbeda.
Misalnya, untuk membuat fungsi masuk (login), mereka perlu membuat pangkalan data (database) dengan rumusan kode yang menghubungkan pengguna, rancangan tampilan, dan mekanisme pemberitahuan jika login gagal dan berhasil.
Namun, saat ini, telah berkembang framework gratis untuk berbagai fungsi, antara lain fungsi pembuat login dan fungsi pembuat menu. Dengan beragam framework gratis tersebut, kata Andry, tugas web developer menjadi lebih sederhana. Mereka hanya perlu memahami bagaimana cara menempelkan framework tersebut ke dalam sistem manajemen konten (CMS) yang tengah dibangun.
“Fokus tugas web developer sudah bergeser. Dari memikirkan rumusan kode untuk menjalankan sebuah fungsi menjadi konsep pengalaman pengguna (user experience),” ujar Andry.
Ia melanjutkan, saat ini web developer perlu memosisikan diri sebagai pengguna untuk mewujudkan rancangan website yang ideal. Oleh karena itu, mereka harus memiliki kepekaan terhadap cara berpikir mayoritas masyarakat dan mewujudkannya dalam alur kerja website . “Jadi pekerjaannya sudah selangkah lebih maju, tidak hanya memikirkan bagaimana menjalankan fungsi, tetapi sudah harus terkait dengan kenyamanan pengguna,” kata Andry.
KURNIA YUNITA RAHAYU–Head of Program of Gaming Technology Universitas Bina Nusantara Andry Chowanda di Jakarta, Kamis (8/2).
Lebih fleksibel
Di tengah perubahan pola pembuatan website tersebut, web developer Indonesia mampu membuat terobosan. Pendiri Website Analytics Consultants Association (WACA) Toshi Oriji mengatakan, website-website produksi Indonesia lebih mudah diakses di berbagai perangkat. Baik versi desktop maupun mobile, seluruhnya bisa ditampilkan secara utuh.
Berbeda dengan di negara asalnya, Jepang, website hanya dibuat untuk versi desktop. Jika membukanya melalui telepon genggam, tampilan huruf menjadi lebih kecil Pengguna pun kesulitan untuk mencari bagian menu. “Saya pikir, website di Indonesia itu sudah smart dan mudah digunakan,” kata Oriji.
Menurut Andry, web developer Indonesia cermat dalam membaca kebiasaan masyarakat. Masyarakat lebih aktif menggunakan telepon genggam ketimbang komputer desktop. Dengan begitu, pembuatan website pun dioptimalkan dengan cara membuat rumusan yang berbeda antara versi desktop dan versi mobile.
Selain itu, tambahnya, Indonesia mendapat keuntungan baru mengenal pembuatan website secara masif sejak berkembangnya teknologi framework gratis. Oleh karena itu, web developer Indonesia tidak memiliki budaya untuk membuat website secara metodis, yaitu mewajibkan dirinya untuk membuat setiap fungsi.
Penghargaan
Penghargaan pertama untuk web developer Indonesia diberikan oleh Exabytes Indonesia. Country Manager Exabytes Indonesia Indra Hartawan, mengatakan, peran web developer kurang disadari oleh masyarakat. “Ketika mengunjungi sebuah website, kita kerap lupa bahwa ada orang di belakang layar yang membuat website itu menarik dan mudah dipahami,” kata Indra di sela-sela penganugerahan Indonesia Website Awards (IWA) 2017.
Country Manager Exabytes Indonesia Indra Hartawan.
Ajang IWA 2017 memberikan penghargaan kepada web developer pada tiga kategori website, yaitu perseorangan, komersial (profil perusahaan), dan e-dagang. Seleksi yang dilakukan sejak April-Desember 2017 diikuti oleh lebih dari 600 peserta.
Setiap bulan, dipilih satu website berdasarkan pilihan masyarakat. Dari pemenang bulanan tersebut, dipilih satu website pemenang untuk setiap kategori di akhir tahun.
Kategori perseorangan dimenangkan oleh Ridho Nur Wahyu dari ublik.id. Agustian Dwi Cahya dari artforia.com memenangi kategori komersial, dan kategori e-dagang dimenangkan oleh Dewi Liana dari pinkpetals.com.
Adapun penilaian didasarkan pada empat aspek. Aspek-aspek itu adalah, kemudahan website untuk ditemukan atau sistem search engine optimization (SEO) dan kemudahan untuk diakses dari berbagai perangkat. Selain itu, desain dan konten juga menjadi bahan penilaian. (DD01)
Sumber: Kompas, 9 Februari 2018