Pencemaran udara di kota besar di Indonesia, yang ditandai kandungan karbon monoksida dan partikel di udara, di atas ambang batas normal bagi kesehatan. Akibatnya, para pengguna jalan, termasuk polisi lalu lintas, berisiko terkena sejumlah penyakit karena mutu udara buruk.
Ketua Divisi Riset Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia Budi Haryanto, Jumat (10/6), di Jakarta, mengatakan, semua pengguna jalan, termasuk pengguna mobil pribadi, berisiko terkena dampak kesehatan akibat polusi udara. Tanpa intervensi tepat, angka kesakitan akibat polusi udara akan naik.
Selain berkontribusi 60 persen pada berbagai penyakit, pencemaran udara berkontribusi 28 persen terjadinya perubahan iklim. Sektor transportasi menyumbang 60-85 persen penyebab pencemaran udara di kota besar, seperti Jakarta, sisanya dari industri dan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Studi Pusat Riset Perubahan Iklim UI tahun 2005-2006 di Jakarta menunjukkan, konsentrasi karbon monoksida (CO) dan partikel particulate matter (PM) 2,5 di udara berada di atas ambang batas normal bagi kesehatan. Studi dilakukan dengan mengukur mutu udara memakai alat yang dibawa pengguna mobil pribadi berpendingin udara ataupun tidak, pengguna mobil angkutan umum berpendingin udara dan tidak, anak sekolah dengan sekolah berpendingin udara atau tidak, juga polisi lalu lintas di lima titik di Jakarta.
Hasilnya, konsentrasi PM 2,5 di sekitar responden 5-6 kali dari batas normal yang ditetapkan dan untuk CO 3-4 kali dari batas normal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas normal PM 2,5 sebesar 25 mikrogram per meter kubik dan CO 9 part per million (ppm).
“Paparan CO dan PM 2,5 pada polisi lalu lintas yang bekerja 6 jam di jalan amat tinggi. Seharusnya manajemen pergantian tugas diatur ulang agar waktu istirahat lebih lama,” kata Budi.
Kepala Subdirektorat Pengamanan Limbah dan Radiasi Kementerian Kesehatan Sonny Priajaya Warouw, pekan lalu, mengatakan, CO bisa memicu penyakit jantung dan gangguan mata. Sementara partikel PM 2,5 bisa mengendap di alveoli paru sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pada pernapasan.
Zat berbahaya
Selain CO dan partikel debu, udara yang tercemar mengandung berbagai zat berbahaya, antara lain karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), timbal (Pb), dan senyawa organik yang mudah menguap. Paparan NO2 yang tinggi dari pembakaran gas bisa memicu penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan Pb dari bensin atau cat bisa menurunkan tingkat kecerdasan.
Technical Officer Kesehatan Lingkungan WHO Indonesia Sharad Adhikary menjelaskan, 88 persen kota di dunia memiliki mutu udara di bawah standar WHO. Diperkirakan, 3,7 juta kematian per tahun di dunia akibat polusi udara luar ruang. (ADH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juni 2016, di halaman 14 dengan judul “Pengguna Jalan Berisiko Terjangkit Penyakit”.