Langkah kecil ternyata bisa mendorong perubahan besar. Itulah yang terjadi dengan Perpustakaan Umum Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Dari bangunan yang dulu sunyi dan membosankan, kini pusat buku di daerah itu tampil memikat, bahkan menjelma sebagai arena kegiatan belajar yang menyenangkan.
Perpustakaan Umum Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) di Pangkalan Bun sekarang ini mudah menarik perhatian. Dari tampilan luarnya saja, gedung itu sudah memikat dengan kombinasi warna biru tua, biru muda, putih, dan oranye. Siapa pun yang kebetulan melintas di kawasan itu bakal mudah tergoda untuk sekadar menengok atau bahkan berhenti sejenak demi mengamati bangunan segar itu.
Begitu masuk ke dalam gedung perpustakaan, kesegaran juga terasa dari meja penyambut tamu yang lagi-lagi dicat warna-warni. Petugas yang berdiri di belakang meja menyambut hangat. Layanan check in dilakukan sendiri oleh pengunjung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari layar komputer di sisi kanan dan kiri, kita dapat mengetahui rincian jumlah pengunjung. Mereka dikategorikan dalam kelompok umum, siswa SD-SMA, mahasiswa, honor, pegawai negeri sipil, dan tamu.
Sebagaimana perpustakaan lain, ruang di dalam bangunan ini juga diisi rak-rak yang dipenuhi buku. Ada juga meja kayu yang berjajar rapi. Bedanya, semua perabotan itu dipoles dengan warna-warna menyala-segar: hijau, kuning, dan merah.
Kesegaran ini menumbuhkan keriangan tersendiri. Ditambah tak ada larangan makan dan minum di ruang itu, maka kegiatan membaca pun bisa terasa seasyik di rumah. Para pengunjung bisa lebih leluasa dan santai dalam memenuhi hasrat mencari buku referensi.
Suasana ini sangat berbeda dengan tahun 2008 ketika gedung perpustakaan umum itu didirikan di bawah Kantor Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Kabupaten Kobar. Tak banyak yang tahu keberadaan gedung di area perkantoran pemerintahan daerah itu. Tampilan luar dan dalamnya juga biasa saja, sebagaimana perpustakaan umum di daerah-daerah lain yang cenderung suram. Tempat ini juga sepi kunjungan.
Kini, setelah dipoles dengan kemasan baru, tempat tersebut sarat dengan beragam kegiatan. Perpustakaan itu juga menjadi salah satu mitra program Perpuseru Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI). Sebagaimana nama program ”seru”, bisa dibilang tempat itu kini memang terasa seru dengan beragam kegiatan belajar para pelajar, mahasiswa, dan masyarakat dari semua lapisan.
Sarat kegiatan
Keseruan perpustakaan semakin terasa dengan adanya sudut khusus anak. Pengunjung anak-anak dapat membaca sambil lesehan atau tidur-tiduran di atas karpet yang bersih. Beragam permainan mendidik juga bisa dipilih untuk menambah variasi kegiatan belajar. Ada juga kegiatan mendongeng.
”Saya suka baca komik,” tutur Fifi, siswa kelas III SD, kepada Kompas yang mengunjungi perpustakaan itu pada pertengahan Desember 2014 lalu. Bocah perempuan itu mengaku rutin ke perpustakaan seusai sekolah.
Para ibu yang mengantar anak-anak mereka ke perpustakaan juga punya pilihan kegiatan. Mereka bisa membaca tabloid dan majalah perempuan. Ada juga komunitas craft lover (penggemar keterampilan) yang berkembang dari mewujudkan ide-ide buku keterampilan yang disukai para ibu. Karya mereka dipajang di sudut kreasi sekaligus untuk ajang promosi.
Tinuk (35), ibu rumah tangga yang hobi membaca, mengaku senang karena perpustakaan umum itu tak lagi sepi pengunjung. Dia setia mampir ke sini jauh sebelum tempat itu populer. ”Bosan masak di rumah, saya cari variasi menu di koleksi perpustakaan. Apalagi, di daerah, kan, belum ada toko buku yang lengkap. Bahkan, dari buku-buku saya jadi kenal dan bisa berkreasi dengan kerajinan tangan dari kain flanel,” katanya.
Kerajinan itu lantas dia ajarkan kepada anak-anak di lingkungan rumah. Dia juga memperoleh banyak pesanan suvenir. Tinuk mengatakan omzet kerajinannya kini mencapai sekitar Rp 2 juta per bulan.
Masih di ruangan yang sama, layanan komputer yang dilengkapi akses internet juga menjadi favorit anak-anak. Dengan menelusuri dunia maya, mereka belajar menggenggam dunia lewat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Jika tak sabar menunggu giliran berselancar di delapan komputer di meja berwarna-warni, pengunjung dapat memanfaatkan wi-fi untuk mengakses internet. Pelajar bukan hanya mengakses media sosial, melainkan juga menyelesaikan pekerjaan rumah dengan memperkaya bahan bacaan dari internet.
Para ibu tak mau ketinggalan. Bergabung dalam komunitas craft lover, mereka belajar menjadi wirausaha dan memasarkan karyanya secara online. Para guru dan pegawai negeri sipil di situ juga terpancing melek internet agar tak ketinggalan zaman.
Melalui Kelas Berbagi yang melibatkan kerelaan masyarakat untuk saling belajar keterampilan, melek internet pun mulai mewabah di perpustakaan ini. Komunitas teknologi infomasi dan komunikasi menjadi tempat belajar komputer dan internet gratis bagi semua pengunjung. Kelas fotografi mengajarkan teknik pemotretan dan hasil karyanya dipajang memenuhi dinding perpustakaan. Ada pula komunitas usaha mikro, kecil, dan menengah untuk belajar menjadi wirausaha yang terampil. Mereka bisa memanfaatkan pemasaran secara online.
”Perpustakaan harus jadi tempat yang seru, pusat belajar, serta aktivitas yang menyenangkan dan bermanfaat dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Inilah wajah perpustakaan masa depan, mesti selalu up to date dalam melayani masyarakat,” kata Triyono, Project Manager & Advocasy Perpuseru Coca Cola Foundation Indonesia dalam acara Jelajah Perpuseru di Pangkalan Bun.
Triyono mengatakan, Perpuseru diharapkan dapat dikembangkan di semua perpustakaan umum di negeri ini. Saat ini, program itu bermitra dengan 34 perpustakaan umum kabupaten/kota di 16 provinsi di Indonesia.
Kegiatan semacam ini juga sejalan dengan semangat UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Perpustakaan hendaknya dikembangkan demi meningkatkan kegemaran membaca, wahana belajar, dan mengembangkan potensi masyarakat.
Langkah-langkah kecil telah mendorong perpustakaan umum di Pangkalan Bun untuk bergerak menggapai tujuan besar, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh: Ester Lince Napitupulu
Sumber: Kompas, 5 Januari 2015