Pelajar Indonesia di Swedia yang menjadi penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menghadapi sejumlah tantangan. Dua di antaranya adalah menyangkut biaya hidup dan kesehatan.
Oleh karena itu, mereka menyusun sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas hidup penerima beasiswa LPDP di Swedia. Rekomendasi itu akan diserahkan kepada LPDP.
Hal itu mengemuka dalam pertemuan 20 orang penerima beasiswa LPDP dan peneliti di Solna, Stockholm, Minggu (6/10/2019). Pertemuan diadakan dalam rangka menyambut kunjungan kerja delegasi LPDP di Swedia pada 6-12 Oktober 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pertemuan ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi terbaik bagi keberlangsungan beasiswa LPDP di Swedia. Rekomendasi yang diperoleh akan disampaikan kepada delegasi LPDP,” kata Duta Besar Indonesia untuk Swedia, Bagas Hapsoro melalui keterangan tertulis, Senin (7/10/2019).
DOKUMENTASI/KBRI STOCKHOLM–Suasana pertemuan antara 20 orang penerima beasiswa LPDP dan peneliti di Swedia di Solna, Stockholm, Swedia, Minggu (6/10/2019). Mereka menyusun rekomendasi untuk LPDP.
Para pelajar melaporkan, biaya hidup penerima beasiswa belum menyesuaikan inflasi di Swedia sejak 2012. Padahal, tingkat inflasi Swedia tumbuh sekitar 2 persen setiap tahun.
Ditambah lagi, biaya kesehatan di Swedia tergolong tinggi. Biaya kesehatan itu di luar pengeluaran reguler, sehingga penerima beasiswa kerap harus menanggungnya sendiri jika tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan universitas.
Saat ini, terdapat 53 mahasiswa penerima beasiswa LPDP di Swedia. Sebagian besar merupakan mahasiswa program magister. Kebanyakan mahasiswa mengambil jurusan ilmu komputer, arsitektur, kedokteran, dan lingkungan.
Swedia merupakan salah satu negara penerima pelajar yang mendapatkan beasiswa dari LPDP sejak 2013. LPDP telah menyediakan beasiswa kepada 176 orang selama 2013-2019. Negara penerima terbanyak pelajar yang mendapat beasiswa LPDP adalah Inggris (2.944 orang), Australia (1.518 orang), dan Belanda (1.312 orang).
Rekomendasi
Dalam pertemuan tersebut, Bagas mengatakan, para pelajar membuat sejumlah rekomendasi kepada delegasi LPDP yang akan berkunjung pada 6-12 Oktober 2019. Adapun para delegasi seharusnya mengikuti pertemuan dengan mereka, tetapi batal akibat terhambat izin.
Untuk masalah biaya hidup, LPDP perlu kembali menyesuaikan biaya hidup penerima beasiswa LPDP dengan inflasi dan biaya kesehatan di Swedia. Sedangkan untuk administrasi, LPDP perlu menyesuaikan jadwal seleksinya dengan masa penerimaan di kampus Swedia.
LPDP perlu kembali menyesuaikan biaya hidup penerima beasiswa LPDP dengan inflasi dan biaya kesehatan di Swedia.
Bagas melanjutkan, para pelajar juga membuat sejumlah rekomendasi mengenai peluang kerja sama Indonesia dan Swedia di bidang pendidikan.
“Dalam bidang riset dan kerja sama, mereka merekomendasikan agar kedua negara melakukan riset gabungan antar-universitas serta memperbanyak pertukaran pelajar dan peneliti,” ujarnya.
Rekomendasi itu juga menyebutkan, optimalisasi kemitraan antara kedua negara dapat dimulai dengan perusahaan Swedia yang ada di Indonesia dulu, seperti melalui pelatihan dan proyek. Adapun perusahaan Swedia yang telah berada di Indonesia diantaranya IKEA, ABB, dan Scania.
Selain itu, kedua negara dapat melakukan pameran sains di bawah koordinasi lembaga pemerintahan terkait, penerima LPDP, dan universitas dari kedua negara pada 2020. Indonesia dan Swedia akan memperingati 70 tahun hubungan bilateral pada tahun depan.–ELSA EMIRIA LEBA
Editor HENDRIYO WIDI
Sumber: Kompas, 7 Oktober 2019