Para peneliti dari tujuh perguruan tinggi di Indonesia dan peneliti dari empat perguruan tinggi di Australia merumuskan bentuk kolaborasi penelitian yang menguntungkan bagi kedua negara. Kolaborasi semacam ini menjadi cara efektif agar hasil penelitian di perguruan tinggi bisa segera dimanfaatkan masyarakat.
Kolaborasi itu diwujudkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Penelitian Indonesia-Australia yang berlangsung di kampus Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (22/8)-Selasa (23/8). Sekitar 250 peserta dari kedua negara yang mewakili akademisi, pemerintah, dan kalangan industri hadir.
Adapun tujuh perguruan tinggi dari Indonesia itu adalah Unair, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Surabaya), Universitas Indonesia (Jakarta), Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Hasanuddin (Makassar). Adapun perguruan tinggi dari Australia adalah Monash University, Australian National University, The University of Melbourne, dan The University of Sydney.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Riset yang baik membutuhkan waktu dan jaringan yang luas. Riset akan lebih baik jika lebih banyak pihak yang terlibat, maka forum ini kami adakan,” kata Direktur Australia-Indonesia Centre Paul Ramadge. Australia-Indonesia Centre merupakan lembaga yang dibentuk Pemerintah Australia akhir 2013 untuk memfasilitasi inovasi berdasarkan riset dan mempererat hubungan Australia-Indonesia.
Konferensi ini terbagi dalam beberapa kluster diskusi supaya lebih terfokus. Kluster-kluster itu antara lain diskusi mengenai energi, kesehatan, infrastruktur, pengairan perkotaan, dan pangan. Para akademisi diharapkan dapat merealisasikan kolaborasi penelitian di bidang-bidang tersebut. “Kami sangat menyambut baik apabila ada pihak industri yang ingin terlibat,” kata Paul. Dengan keberadaan industri, hasil dari penelitian itu dapat segera diproduksi massal untuk dimanfaatkan masyarakat.
Rektor Unair Mohammad Nasih mengatakan, konferensi ini menjadi kesempatan terbaik untuk mendorong percepatan upaya kemandirian bangsa. Selama ini Indonesia menjadi pasar empuk berbagai produk impor. Dengan berkolaborasi, para peneliti dapat menemukan inovasi yang menggantikan produk impor.
Misalnya, Indonesia banyak mengimpor sapi dari Australia. Maka, peneliti Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas sapi di dalam negeri. Di bidang lain, peneliti Indonesia dapat belajar banyak dari Australia dan menerapkannya di Tanah Air. (DEN)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Agustus 2016, di halaman 12 dengan judul “Peneliti Indonesia dan Australia Berkolaborasi”.