Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berharap setiap tahun bisa merekrut sedikitnya 20 peneliti diaspora untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas sebagai lembaga riset mumpuni dalam skala global. LIPI pun berupaya menyiapkan sistem dan fasilitas yang menantang bagi calon-calon periset diaspora dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk memaksimalkan potensi mereka.
Perekrutan peneliti diaspora ini dilakukan LIPI sebagai strategi untuk meningkatkan keluaran hasil riset berupa hak kekayaan intelektual (paten dan hak cipta) dan publikasi ilmiah. Langkah ini diharapkan bisa mendongkrak posisi LIPI yang saat ini pada urutan 563 pada skala global dan urutan 4 Asia Tenggara menurut Webometrics. Pada skala nasional, LIPI menduduki peringkat pertama pada kategori website lembaga penelitian.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Laksana Tri Handoko, Rabu (19/12/2018) memberikan penghargaan Apresiasi Insan Media LIPI 2018 kepada “Kompas” yang diterima Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Antonius Tomy Trinugroho di Jakarta. Pemberian penghargaan tersebut juga disaksikan Fadel Muhammad (Komisi VII DPR) dan Staf Ahli Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Hari Purwanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, Rabu (19/12/2018), di sela-sela Refleksi 2018 LIPI di Jakarta, menjelaskan pada awal-awal penilaian Webometrics sekitar tahun 2012, LIPI berada di peringkat 50-an global. Namun kemudian peringkat terus turun hingga saat ini berada di urutan 563.
“Itu (dulu) belum memasukkan lembaga-lembaga riset utama di dunia. Secara absolut tidak turun tapi pesaing nambah,” kata dia.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala LIPI Laksana Tri Handoko
Padahal selama empat tahun terakhir LIPI menghasilkan 493 paten. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan akumulasi 23 tahun (periode 1991-2014) yang menghasilkan 367 paten. Dari sisi hak cipta, empat tahun terakhir LIPI menghasilkan 28 hak cipta yang juga lebih baik dibanding akumulasi perolehan selama 19 tahun (1995-2014) sejumlah 26 hak cipta.
“Ternyata ini masih kurang. Jadi kami harus lebih luar biasa lagi. Refleksi ini sambil melihat kalau kita naik dua kali saja misalnya, tidak cukup, harus naik enam kali lipat,” kata Laksana.
Kualifikasi SDM
Upaya mendongkrak keluaran hasil riset berupa publikasi ilmiah dan hak kekayaan intelektual, kata dia, peningkatan kualifikasi sumber daya manusia menjadi utama. Ini diantaranya dilakukan dengan perekrutan peneliti diaspora yang telah difasilitasi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kompas, 7 September 2018).
Meski formasi diaspora baru resmi dibuka tahun ini, Laksana mengatakan sejak tiga tahun terakhir telah menerima peneliti diaspora. Selama tiga tahun ini LIPI menerima 30-an peneliti. Diharapkan pada perekrutan tahun berikutnya bisa mendapatkan 20-an peneliti diaspora.
“Ini yang pakai baru LIPI saja. Ini kita lembaga satu-satunya yang proaktif rekrut diaspora,” cetusnya.
Bambang Subiyanto, Wakil Kepala LIPI yang selesai bertugas per Desember 2018 dan kembali ke jalur fungsional peneliti LIPI, berharap LIPI menghasilkan peneliti yang mendapatkan Penghargaan Nobel. “Untuk mendapatkan Nobel itu tidak 1-2 tahun. Tapi bisa berpuluh tahun tapi dilakukan konsisten,” kata dia.
Konsistensi ini selain harus ada pada si peneliti juga butuh konsistensi Kepala LIPI terkait anggaran yang berkelanjutan. Ia mengatakan Indonesia sebagai negara yang beragam baik penduduk dan alamnya di katulistiwa, berpotensi menghasilkan riset-riset skala dunia.
Sementara Hari Purwanto, Staf Ahli Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bidang Infrastruktur, mengharapkan LIPI bisa menghasilkan keunggulan baru (scientific excellence), bernilai ekonomi, dan berdampak sosial.
“Apapun yang dibuat LIPI (agar) lebih murah, lebih bermutu, dan direct/delivery to public,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 20 Desember 2018