Wakatobi menjadi laboratorium pendidikan kelautan yang bermanfaat untuk riset pengembangan poros maritim Nusantara. Lokasi ini dipilih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk penyelenggaraan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional Ke-13 bertema ”Iptek untuk Keberlangsungan Bahari dan Daya Saing Bangsa”.
”Dari para peserta PIRN (Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional) ini saya yakin akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan. Dari Wakatobi diharapkan bangsa kita dengan 70 persen kelautan akan memiliki masa depan yang mampu mengandalkan sumber daya kelautan secara berkelanjutan,” kata Bupati Wakatobi Hugua, Senin (8/9), dalam pembukaan PIRN Ke-13 di Lapangan Merdeka, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Peserta yang hadir sebanyak 450 siswa SMP dan SMA dari 30 provinsi, 103 guru pendamping, serta 10 instruktur peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kegiatannya berupa pembekalan meriset ilmiah di bidang ilmu alam, sosial, dan teknologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hugua berharap LIPI membuka kantor untuk pusat penelitian kelautan di Wakatobi dengan laboratorium alam yang masih utuh. Kabupaten ini ditetapkan seluas 18.377 kilometer persegi dengan 3 persen saja daratan atau seluas 823 kilometer persegi. Selebihnya perairan laut dengan 142 pulau dan hanya tujuh pulau yang dihuni masyarakat. ”Ilmuwan dunia menyepakati biodiversitas kelautan di Wakatobi dan sekitarnya sebagai yang terlengkap di dunia dengan 942 jenis ikan dan 750 jenis terumbu karang,” kata Hugua.
Sejarah pembentukan pulau-pulau di Wakatobi, menurut Hugua, juga sangat menarik karena kemunculannya di permukaan bumi termasuk paling akhir. ”Ada tiga pilar pembangunan yang ingin dicapai di Wakatobi, yaitu berbasis lingkungan, kebudayaan, dan perilaku ekonomi untuk melindungi lingkungan dan kebudayaannya,” ujarnya.
Kepala LIPI Lukman Hakim mengatakan, poros maritim menjadi isu penting pembangunan bangsa. Elite politik dengan kepemimpinan presiden terpilih Joko Widodo mulai menaruh fokus pembangunan poros maritim ini. ”Masyarakat di tingkat paling bawah juga harus mampu memahami pentingnya poros maritim,” kata Lukman. (NAW)
Sumber: Kompas, 9 September 2014