Perkembangan teknologi digital terus melaju cepat. Namun, ada masyarakat di daerah terpencil yang terisolasi dari akses pendidikan. Masih ada yang belajar di sekolah dengan buku dan guru tidak memadai. Melalui aplikasi Pendidikan.id kini sekolah, guru, dan buku hadir menyapa mereka yang kurang beruntung itu dalam wujud digital.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Sejumlah komik pendidikan yang bisa diunduh gratis di situs pendidikan.id
Hanya pendidikan yang akan dapat mengangkat masyarakat rural dari jerat kemiskinan. Itulah yang diyakini Chief Executive Officer Pendidikan.id Santoso Suratso. Ia menggagas Pendidikan.id yang berbasis pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan akses masyarakat rural terhadap sekolah, buku, komik, dan guru dalam bentuk digital. Layanan Pendidikan.id bisa diakses melalui aplikasi, web, dan kios pintar (kipin).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kipin ini khusus untuk daerah terpencil karena dapat dioperasikan tanpa akses internet. Bentuknya mirip mesin ATM bank. Tinggal disambungkan ke daya listrik langsung bisa digunakan,” kata Santoso yang ditemui Kompas di kantornya di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
KOMPAS/NIKSON SINAGA–CEO Pendidikan.id Santoso Suratso menunjukkan aplikasi dan web pendidikan.id yang menyediakan buku sekolah digital, komik, soal, dan video pendidikan, secara gratis, di Jakarta, Selasa (17/4/2018). Pendidikan.id mengembangkan teknologi digital untuk meningkatkan akses anak-anak di daerah terpencil terhadap pendidikan.
Santoso menuturkan, kemajuan pesat teknologi di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan belum banyak dimanfaatkan untuk memajukan pendidikan. Pengembangan teknologi sebagian besar hanya untuk tujuan komersial. Akibatnya, kemajuan teknologi justru makin memperdalam jurang kesenjangan pendidikan antara masyarakat perkotaan dan daerah terpencil. Inovasi di bidang pendidikan yang berbasis pemanfaatan teknologi masih sangat kurang.
Santoso mulai menggagas Pendidikan.id pada 2010 dengan membuat aplikasi layanan buku sekolah digital gratis melalui PT Mahoni Edukasi Digital. Ketika itu, aplikasi hanya bisa diunduh melalui App Store. Setelah beberapa tahun diluncurkan, Santoso menyadari aplikasi buku sekolah gratis itu tidak diminati masyarakat. Sangat sedikit yang mengunduhnya.
”Lalu, saya sadar, App Store hanya bisa diakses oleh pengguna gawai dengan sistem operasi berbasis iPhone (IOS) yang sebagian besar warga perkotaan kelas menengah atas. Mereka tidak butuh buku gratis,” ujar Santoso.
Ia bersama tim Pendidikan.id lalu merancang aplikasi untuk telepon pintar berbasis Android dan web agar bisa digunakan masyarakat lebih luas. Setelah diluncurkan pada 2014, jumlah buku digital yang diunduh masyarakat meledak. Saat tahun ajaran baru Juli, sedikitnya 800.000 buku per hari diunduh dari aplikasi dan web. Buku digital yang tersedia waktu itu baru buku sekolah dari pemerintah seperti Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013.
Menurut Santoso, salah satu yang membuat aplikasi buku sekolah digital itu diminati karena ramah pengguna. Ukuran filenya 5-10 megabit sehingga bisa diunduh sekitar satu menit per buku. Sementara buku sekolah digital lainnya berukuran hingga 150 megabit. ”Anak sekolah bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengunduh satu buku saja,” katanya.
Komik mendidik
Santoso terus mengembangkan aplikasi setelah mendapat masukan dari para pengguna. Pendidikan.id lalu membuat komik digital dan video pendidikan. Santoso bekerja sama dengan 50 komikus dari sejumlah daerah, sebagian besar dari Yogyakarta.
Bersama tim dari Jakarta, mereka membuat komik digital bertema pendidikan seperti stop bullying, haid pertama, pencegahan korupsi, dan wirausaha. Kini, lebih dari 100 komik pendidikan tersedia di aplikasi itu.
Pendidikan.id juga bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia membuat video-video pendidikan. Mereka membuat video berdurasi 15-20 menit yang disajikan lewat aplikasi. Video ini dirancang untuk menjadi ”guru” digital berupa rekaman audiovisual guru yang sedang mengajar dan dapat didengarkan murid di rumah atau di mana pun mereka berada.
Aplikasi dan web Pendidikan.id pun dipromosikan ke banyak daerah terpencil. Ketika berada di daerah, Santoso menyadari ada sebuah masalah besar yang dihadapi masyarakat rural sehingga tidak bisa mengakses buku digital meski sudah banyak aplikasi buku digital gratis.
”Video berdurasi 15 menit bisa ditonton hingga 2,5 jam karena akses internet sulit,” katanya.
Kalaupun ada akses internet, sebagian besar masyarakat daerah terpencil tidak mampu membeli pulsa. Padahal, minat belajar masyarakat di daerah sangat tinggi. ”Miris melihat anak-anak tidak bisa membaca buku karena ibunya tidak punya uang Rp 50.000 untuk membeli sebuah buku. Ini membuat masyarakat frustrasi,” kata Santoso.
Tanpa internet
Pendidikan.id lalu mencari solusi agar layanan di aplikasi dan web itu bisa lebih mudah dimanfaatkan masyarakat rural. Mereka membuat mesin kipin yang bisa dioperasikan tanpa akses internet. Mesin setinggi sekitar 1,5 meter itu memiliki sebuah layar sentuh yang dilengkapi dengan sumber suara. Masyarakat bisa mengakses buku sekolah, komik, latihan soal, dan video pendidikan di mesin itu.
Mesin kipin juga mempunyai fasilitas ”download and go” berbasis koneksi Wi-Fi sehingga buku, soal, dan video digital bisa diunduh dengan telepon pintar tanpa koneksi internet. ”Ada 2.500 buku sekolah, lebih dari 100 komik, 800 video pendidikan, dan 12.000 soal,” kata Santoso.
Sejak diluncurkan Januari lalu, mesin kipin itu sudah disebarkan ke sejumlah daerah di Indonesia, antara lain ke Kupang (Nusa Tenggara Timur) dan Purwokerto dan Tegal (Jawa Tengah). Pendidikan.id pun kini tengah menyiapkan kerja sama dengan sejumlah perusahaan untuk pengadaan mesin kipin di daerah lainnya.
Panti Asuhan Yayasan Kasih Roslin Mandiri adalah salah satu lembaga yang sudah merasakan manfaat mesin kipin. Sebanyak 130 anak yatim piatu di panti asuhan di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, itu kini dapat membaca ribuan buku sekolah digital. ”Di desa kami ini tidak ada sinyal internet. Karena itu, anak-anak tidak punya akses pada buku meskipun sudah ada aplikasi buku digital gratis,” kata pendiri Panti Asuhan Kasih Roslin, Budi Soehardi.
Menurut Budi, selama ini, mereka tidak dapat menyediakan buku dalam jumlah memadai karena terkendala biaya. Buku-buku digital itu pun kini menjadi jendela dunia bagi anak-anak di daerah terpencil.–NIKSON SINAGA
Sumber: Kompas, 22 April 2018