Lebih dari separuh angkatan kerja Indonesia merupakan lulusan sekolah menengah pertama ke bawah. Guna menjaga mereka agar tetap kompetitif, dibutuhkan pelatihan keterampilan yang fokus dan masif.
Direktur Bina Produktivitas Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Fahrurozi mengatakan, dari sekitar 130 juta angkatan kerja Indonesia, setidaknya 58 persen merupakan lulusan SMP ke bawah.
”Ibaratnya, dari 10 pencari kerja, 6 merupakan lulusan SMP ke bawah,” katanya dalam seminar ”Mining the Data to Assist in Ensuring Graduates and HR Candidates are Competitive and 21st Century Work-Ready” di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, hal itu menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Terlebih, ketidaksesuaian antara pendidikan dan pelatihan di Indonesia juga masih relatif besar, yakni 63 persen.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Direktur Bina Produktivitas Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Fahrurozi
Dalam hal ini, peningkatan kompetensi dan daya saing angkatan kerja Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Untuk menjawabnya, pemerintah melalui Kemnaker menyatakan telah menerapkan program triple skilling yang terdiri dari skilling, up-skilling, dan re-skilling.
Skilling ditujukan bagi calon tenaga kerja yang belum memiliki kemampuan terampil, up-skilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan kemampuannya, dan re-skilling bagi tenaga kerja yang terdampak dari revolusi industri. ”Re-skilling ini tidak mudah dan menyasar pekerja yang sudah berumur,” kata Fahrurozi.
Ia menambahkan, melalui program tersebut, pemerintah membuka akses seluas-luasnya kepada para pencari kerja untuk mendapatkan pelatihan vokasional. Lembaga pelatihan pemerintah saat ini terbuka bagi siapa pun, termasuk bagi yang berpendidikan SMP ke bawah.
”Bagi mereka yang ingin mengikuti pelatihan sudah tidak ada lagi persyaratan tentang latar belakang pendidikan atau usia,” tambahnya.
Menurut Fahrurozi, dibutuhkan pendekatan yang fokus dan masif untuk meningkatkan daya saing pada angkatan kerja Indonesia. Fokus, artinya pelatihan disesuaikan dengan permintaan pasar kerja. Masif, yakni mampu menyasar seluruh angkatan kerja yang hingga kini masih menganggur.
Hal tersebut sebenarnya sudah didukung dengan keberadaan 300 balai latihan kerja (BLK) yang tersebar di Indonesia. Tidak cukup dengan itu, Kemnaker juga menginisiasi pembangunan BLK Komunitas di daerah. Jumlahnya saat ini mencapai 1.000 unit. Adapun tahun depan jumlahnya direncanakan ditambah menjadi 2.000 unit.
”Komunitas masyarakat, seperti pesantren, kami berikan bantuan berupa sarana dan program untuk pelatihan keterampilan,” kata Fahrurozi.
Untuk mendukung langkah masif tersebut, Fahrurozi juga berharap pada keterlibatan lembaga pelatihan swasta untuk turut berkontribusi. Terlebih, mulai tahun depan pemerintah mulai membagikan kartu prakerja yang bisa menjadi akses bagi calon pekerja untuk mengikuti pelatihan.
Sertifikasi internasional
Head of Educational Programs International Test Center (ITC) Jenny Lee mengatakan bahwa ITC akan mendukung upaya pemerintah dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten melalui program sertifikasi. Sejumlah penilaian disiapkan untuk mendapatkan sertifikasi bertaraf internasional.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Head of Educational Programs International Test Center (ITC) Jenny Lee
”Kerja sama dan komunikasi terus kami jalin, baik dengan pemerintah maupun pimpinan perguruan tinggi. Harapannya agar tenaga kerja kita juga bisa bersaing di luar negeri,” ujarnya.
Sertifikasi internasional tersebut tersedia dalam beberapa bidang. Misalnya, sertifikasi terkait kemampuan bahasa Inggris melalui TOEIC, TOEFL, atau IELTS. Selain itu, ada juga sertifikasi internasional bidang teknologi informasi untuk meningkatkan literasi digital.
”Saat ini, masih banyak pekerja yang belum sepenuhnya menyadari fungsi dari teknologi digital yang ada di sekitar mereka. Padahal, hal itu bisa mendukung pekerjaan,” kata Jenny.
Pakar pelatihan guru dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Itje Chodidjah, mengingatkan bahwa sertifikasi belum tentu menggambarkan tentang kompetensi seseorang. Menurut dia, kompetensi adalah sesuatu yang tidak bisa ditipu oleh angka.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Pakar pelatihan guru dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Itje Chodidjah
”Ibaratnya, nilai-nilai dalam sertifikat hanyalah tiket masuk, bukan tiket untuk bermain,” ujarnya.
Menurut Itje, hal itu perlu dipahami para human resource development (HRD) perusahaan agar kemampuan tenaga kerja yang didapatkan bukan kamuflase belaka. Mereka harus terus mengejar kemampuan sesungguhnya daripada nilai-nilai yang dipaparkan dalam sertifikat.–FAJAR RAMADHAN
Editor M FAJAR MARTA
Sumber: Kompas, 17 Oktober 2019