Penularan virus HIV pada perempuan dengan suami berisiko tinggi bisa dicegah secara efektif melalui pemberdayaan perempuan dalam komunitas. Sebab, kesadaran dan pemahaman tentang bahaya penularan HIV lebih mudah dibangun secara kolektif dibandingkan secara individual.
Fenny Apridawati memaparkan hal itu saat mempertahankan disertasinya untuk meraih gelar doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (2/9). Fenny yang juga Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah, Industri, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Sidoarjo itu lulus dengan predikat sangat memuaskan.
”Perempuan, dalam budaya patriarki, cenderung tak menempatkan faktor kesehatan sebagai prioritas,” kata Fenny. Cara pandang itu terbawa sejak kecil ketika orangtua lebih fokus pada upaya memenuhi kebutuhan pokok, yaitu membeli makanan, pakaian, dan rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Situasi itu dialami perempuan dalam keluarga dengan kemampuan ekonomi terbatas. Dalam disertasi itu, Fenny memakai 180 responden, yakni perempuan di Sidoarjo yang suaminya bekerja sebagai sopir. Riset itu memakai metode observasi pada Oktober 2013-Maret 2014.
Para sopir itu rentan terinfeksi HIV karena kerap bepergian lebih dari tiga hari saat bekerja. Dalam perjalanan, sopir berpotensi berhubungan seks dengan perempuan lain yang terinfeksi HIV. Akibatnya, mereka berisiko tinggi terinfeksi HIV dan mudah menularkannya kepada istri.
Untuk itu, perlu pencegahan penularan HIV secara efektif pada perempuan atau istri dari para sopir itu lewat komunitas. Caranya, anggota komunitas lain yang punya pemahaman lebih soal HIV bisa membantu membangun persepsi sama terkait cara mencegah penularan virus itu. Ikatan kepercayaan mudah dibentuk karena kesetaraan antarsesama anggota komunitas.
Komunitas itu bisa beragam bentuk, misalnya komunitas pengajian, PKK, ataupun pertemuan arisan. Dalam hal ini, pemerintah dan swasta bisa memperkuat pemberdayaan perempuan dengan memberikan substansi pencegahan HIV. ”Pemberdayaan komunitas selama ini hanya fokus pada ekonomi,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Setija Junianta mempertanyakan dampak penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya pada penyebaran HIV. Meski benar secara moral, Fenny menilai hal itu mempersulit pemantauan penyebaran HIV. Adapun Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menyatakan, hasil riset itu perlu diperluas demi mencari solusi adanya lokalisasi terselubung di Sidoarjo. (DEN)
Sumber: Kompas, 5 September 2014