Kewaspadaan atas Awan Kumulonimbus Tinggi
Pemerintah berpacu dengan waktu dalam upaya mencari pesawat AirAsia dengan kode penerbangan QZ 8501. Cuaca kondusif di perairan Selat Karimata diprediksi hanya berlangsung selama satu-dua hari ke depan. Cuaca di lokasi pesawat hilang kontak diperkirakan memburuk mulai 2 Januari 2015.
”Tim pencari harus memanfaatkan waktu yang sempit ini dengan maksimal. Waktu kondusif hanya sekitar dua hari,” ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya dalam jumpa pers, di Jakarta, Senin (29/12). Di lokasi pesawat hilang kontak, gelombang air kemarin terpantau hanya setinggi 1,5 meter sehingga tergolong aman untuk kapal-kapal Badan SAR Nasional, TNI AL, dan lembaga lain yang tergabung dalam tim pencarian yang menyebar.
Andi mengatakan, arus laut serta tinggi gelombang yang kondusif diperkirakan bertahan hingga akhir bulan ini. Pihak BMKG memprediksi gelombang laut tinggi pada 2 Januari atau 3 Januari mendatang, bisa mencapai sekitar 3 meter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Tentu kami akan terus memperbarui, mengingat cuaca sangat dinamis. Tanggal 1 Januari pantauan akan lebih tepat,” ucapnya.
Berdasarkan pantauan dan prediksi cuaca, kecepatan arus laut juga dalam kondisi normal, yaitu 50-60 sentimeter per detik. Arah arus cenderung ke timur, yaitu dari Laut Tiongkok Selatan ke Selat Karimata masuk ke Laut Jawa. Adapun gelombang laut mencapai 0,8 meter hingga 1,8 meter, cenderung aman.
Heru Jatmika, Kepala Bidang Meteorologi Penerbangan BMKG, menambahkan, di lokasi kejadian, hujan lebat kemungkinan terjadi pada 2 Januari. Selama 24 jam, curah hujan akan mencapai 60-80 milimeter. ”Biasanya, hujan lebat disertai angin kencang,” katanya.
Arus laut, ujarnya, saat ini mengarah ke timur karena adanya angin yang berembus dari barat ke timur. Kecepatan angin 10-15 knot (18,52-27,78 kilometer per jam).
Menurut Heru, kecepatan angin seperti itu tidak mengkhawatirkan bagi keselamatan tim pencari. Namun, dengan mengetahui arah arus laut, tim pencari bisa memetakan lokasi-lokasi alternatif untuk menemukan petunjuk dari pesawat.
Badai Jangmi
Faktor lain yang harus diwaspadai adalah keberadaan badai tropis Jangmi di timur Filipina yang bergerak ke barat. Meskipun badai tidak langsung berdampak pada Indonesia, ekor badai bisa memengaruhi, terutama wilayah Indonesia utara, termasuk di titik pencarian.
Dampak terhadap cuaca, antara lain, adalah hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi. BMKG memantau keberadaan badai itu sejak 29 Desember. Badai rata-rata punah setelah tujuh hari, tetapi BMKG masih terus memantau terkait kepastiannya.
Sementara itu Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG Syamsul Huda menuturkan, maskapai penerbangan harus senantiasa mengantisipasi pembentukan awan kumulonimbus, terutama di zona-zona yang sedang dalam puncak musim hujan. Jenis awan itulah yang terbentuk saat QZ 8501 hilang kontak.
Pantauan pada Senin, rute penerbangan yang perlu diwaspadai terkait awan kumulonimbus, antara lain, adalah Surabaya-Balikpapan dan Surabaya-Makassar. Awan kumulonimbus juga terlihat di daerah Selat Karimata dan Laut Arafura.
Heru mengatakan, kewaspadaan terhadap awan kumulonimbus masih perlu dilakukan hingga Januari 2015. Potensi pembentukannya di Selat Karimata, Laut Jawa sebelah selatan Kalimantan, dan Selat Makassar. ”Aktivitas pembentukan awan kumulonimbus mulai terlihat satu minggu terakhir,” ujarnya.
Selain itu, ia mengingatkan soal pembentukan awan menjulang di kawasan pantai barat Sumatera. Awan ini terbentuk akibat pertemuan massa uap air dari Samudra Hindia dan awan dari Bukit Barisan.
Heru menyarankan agar para pilot, sebelum penerbangan ataupun saat berada di pesawat, selalu memperbarui informasi. Informasi seputar kondisi cuaca tersebut dapat diakses secara daring melalui aviation.bmkg.go.id.
(JOG/YUN)
Sumber: Kompas, 30 Desember 2014