Muchamad Muchlas, bisa dibilang jadi salah satu pemuda Jombang beruntung. Pemuda asal Dusun Kwadungan, Desa Badas, Kecamatan Sumobito, Jombang ini berkesempatan belajar ke tiga negara berbeda untuk menimba ilmu.
Muchlas, kini menetap di Korea Selatan untuk menuntaskan studinya. Namun, sebelumnya juga belajar di Australia dan New Zealand.
”Sebetulnya Korea adalah negara ketiga yang pernah saya tinggali,” kata ayah satu anak ini kepada Jawa Pos Radar Jombang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia sebelumnya sudah pernah belajar selama tiga bulan di peternakan sapi potong di Australia dan tiga tahun bekerja di New Zealand pada peternakan sapi perah.
Kini ia kuliah di Chonnam National University, Gwangju City, dengan mengambil konsentrasi Grassland/Ilmu Hijauan Pakan Ternak. ”Selain perkembangan sains dan teknologi pesat di Korsel.
Suami Nur Hamni menamatkan S1 dan S2 di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. S1 ia mendapatkan beasiswa Bidikmisi, S2 ia mendapatkan beasiswa LPDP.
Berkat beasiswa itu juga ia berkesempatan untuk belajar di Australia juga bekerja di New Zealand. ”Dengan ilmu dan pengalaman saya, saya ingin mencetak generasi hebat dalam bidang peternakan,” kata Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya tersebut.
Di Korea ia mendapatkan beasiswa GKS (Global Korea Scholarship). Kini ia tinggal di Yongbong-ro, Buk-gu, Gwangju City , 61186, Korea Yeosu Campus 50, Daehak-ro, Yeosu, Jeonnam, 59626, Korea.
”Beasiswa ini dibuka setiap tahun pada bulan Februari, bisa melalui kedutaan Korea di Indonesia, atau langsung mendaftar ke kampus tujuan di Korsel,” jelas pria kelahiran Jombang, 09 September 1992 ini.
Menurutnya, belajar di Korsel seperti dalam Drama Korea Sky Castle, yang menggambarkan jika warga Korsel adalah warga yang gila bekerja dan belajar. Bahkan, banyak terjadi kasus bunuh diri dipicu stress karena beban belajar atau bekerja yang berat.
”Saya harus berangkat ke lab dari jam 9 pagi, dan pulang minimal jam 9 malam, bahkan kadang harus menginap di lab, karena harus menyelesaikan pekerjaan,” katanya.
Banyak pelajaran yang ia petik, Indonesia dinilai tertinggal jauh dengan Korea meskipun kemerdekaan hanya beda tiga hari, itu karena budaya kerja orang korea yang keras.
Belajar mulai Agustus 2020 saat pandemi, bahasa menjadi salah satu culture shock yang ia alami di sana. Orang Korea mayoritas tidak bisa berbahasa Inggris sehingga kemampuan berbahasa Korea sangat penting di kuasai.
“Alhamdulilah di Korea banyak masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai TKI dan belajar sehingga sangat membantu untuk beradapatasi,” ungkapnya. (wen/naz/riz)
Wenny Rosalina
Editor: Achmad RW
Sumber: radar Jombang, Sabtu, 26 Agustus 2023