Pemerintah tengah mengkaji penghitungan ulang biaya interkoneksi layanan telekomunikasi seluler. Penghitungan ulang ini bertujuan untuk menyehatkan industri telekomunikasi seluler dan meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Biaya interkoneksi adalah biaya yang harus dibayar oleh suatu operator kepada operator lain yang menjadi tujuan panggilan. Jenis tarif ini merupakan salah satu komponen yang vital dalam penghitungan biaya sambungan jika pengguna menelepon lintas operator.
Selain dikenai tarif interkoneksi, pengguna juga dibebankan biaya untuk tarif ritel, misalnya ditujukan untuk biaya aktivitas bisnis dan margin operator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi, Rabu (16/12), di Jakarta, menyebutkan, saat ini, beban biaya yang harus dibayar pengguna saat menelepon beda operator (off net) cukup tinggi daripada menelepon sesama jenis operator (on net)
“Kami hanya boleh mengusulkan formula penghitungan. Usulan terkini adalah tarif off net 2-3 kali lebih tinggi dari on net. Tentu saja, perhitungan formula tetap harus memperhatikan komponen beban operator, seperti investasi,” tutur Ketut.
Hitung ulang biaya interkoneksi pernah dilakukan pemerintah pada 2009 dan 2011. Tahun 2009, hitung ulang berdampak pada penurunan tarif ritel 20-40 persen. Kemudian, tahun 2011, dampaknya, ada penurunan sekitar 6 persen ke tarif ritel.
Evaluasi berkala
Pemerhati telekomunikasi Nonot Harsono berpendapat, evaluasi biaya perlu dilakukan secara berkala. Pasalnya, penghitungan biaya jasa layanan telekomunikasi erat berkaitan dengan komponen, seperti volume lalu lintas dan investasi pembangunan jaringan.
“Harus realistis beban tarif yang harus dibayar kepada pengguna. Keluhan masyarakat selama ini adalah menelepon ke operator berbeda cukup mahal sehingga mereka mau tidak mau harus berganti-ganti kartu nomor telepon atau SIM card,” ujar Nonot.
Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluler Indonesia Sutrisman menyampaikan, pihaknya telah mengusulkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar segera diterbitkan peraturan menteri mengenai tarif data internet.
Head of Networking Planning PT XL Axiata Tbk Rahmadi Mulyohartono mengungkapkan, perkembangan internet memungkinkan layanan telepon bisa dilakukan melalui internet atau voice IP. Apabila teknologi long term evolution (LTE) sudah merata, kegiatan menelepon dapat berbentuk telepon berdasarkan LTE. (MED)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Desember 2015, di halaman 19 dengan judul “Pemerintah Mengkaji Ulang Biaya Interkoneksi”.