Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus mendorong para peneliti untuk menghasilkan paten yang sesuai dengan kebutuhan industri. Kesesuaian itu diperlukan agar paten diterima dunia industri sehingga berdampak secara sosial dan ekonomi kepada peneliti.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) Muhammad Dimyati di Jakarta, Kamis (7/2/2019), mengatakan, pertumbuhan paten hasil penelitian menunjukkan tren yang positif. Namun, upaya menciptakan paten yang diminati oleh industri masih menjadi tantangan.
”Sekarang sudah banyak paten terdaftar, tetapi belum tentu jadi rebutan industri. Nah, sekarang yang kita dorong adalah membuat penelitian-penelitian berkualitas yang menjadi rebutan pihak industri sehingga diterapkan jadi paten, diroyalti, dan si peneliti mendapatkan manfaat sosial dan ekonomi,” kata Dimyati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A–Presiden Joko Widodo mencoba mengendarai motor listrik buatan dalam negeri Gesits seusai melakukan audiensi dengan pihak-pihak yang terlibat proses produksi di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/11/2018). Audiensi tersebut membahas persiapan produksi massal sepeda motor listrik Gesits.
Dimyati melanjutkan, untuk mendorong kesesuaian itu, Kemenristek dan Dikti sejak 2016 menerapkan skema konsorsium. Dalam skema ini, penyusunan proposal penelitian terapan didorong melibatkan industri. Dengan demikian, hasil penelitian yang kemudian dipatenkan sesuai dengan kebutuhan industri.
Dimyati mengklaim, 10-15 persen paten saat ini sudah dilirik industri. Tahun-tahun sebelumnya jumlah itu kurang dari 10 persen. Perkembangannya ke depan tergantung seberapa jauh peneliti melibatkan industri dalam penulisan proposal penelitiannya.
”Semakin banyak melibatkan industri, semakin tinggi persentasenya,” ujar Dimyati.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA–Sejumlah pelajar di Kota Padang meluncurkan roket air yang mereka buat di Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Provinsi Sumatera Barat yang berada di Museum Adityawarman Padang, Selasa (27/11/2018). Pusat Peragaan Iptek Provinsi Sumatera Barat itu merupakan ke-24 yang diluncurkan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Indonesia. Kehadirannya diharapkan menjadi tempat belajar tentang ilmu pengetahuan dan teknologi serta wisata keluarga.
Tumbuh
Berdasarkan data Kemenristek dan Dikti, jumlah paten domestik tumbuh positif dalam tiga tahun terakhir. Sempat turun menjadi 653 paten pada 2015 dari 762 paten pada 2014, jumlah paten paten pada 2016 melonjak lebih dua kali lipat. Jumlah paten dalam tiga tahun terakhir adalah 1.471 paten pada 2016, 2.272 paten pada 2017, dan 2.842 paten pada 2018.
Pertumbuhan itu berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penelitian yang dipublikasikan secara internasional. Menurut Dimyati, pada 2015-2018, publikasi internasional Indonesia tumbuh 263,27 persen. Pada 2018, jumlah publikasi internasional Indonesia berjumlah 31.009 publikasi. Indonesia berada di peringkat kedua ASEAN setelah Malaysia dengan 32.008 publikasi.
Selain jumlah penelitian yang meningkat, pertumbuhan paten juga didorong oleh insentif dari pemerintah. Sejak 2016, pemerintah menggratiskan biaya pendaftaran paten untuk lima tahun pertama. Untuk tahun keenam dan selanjutnya hingga masa perlindungan paten berakhir, pemilik paten cuma dibebankan biaya 10 persen.
”Sekarang banyak peneliti yang mulai mendaftarkan paten karena penyederhanaan regulasi yang ada terkait paten,” ujar Dimyati.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Muhammad Dimyati
Kendaraan listrik
Beberapa penelitian yang melibatkan industri mulai menampakkan hasilnya. Menurut Dimyati, salah satu contoh penelitian yang melibatkan industri adalah proyek sepeda motor listrik Gesits yang menurut rencana diproduksi massal pada Maret 2019.
Sepeda motor listrik ini dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui Pusat Unggulan Iptek Sistem Kontrol Otomotif ITS dengan melibatkan PT Wijaya Karya (Wika) Industri Manufaktur. Dalam pengembangan sepeda motor itu, ITS juga mendapat bimbingan dari Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristek dan Dikti.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, Selasa (5/2/2019), mengatakan, produksi Gesits berada pada tahap pemasangan cetakan (moulding) bodi. Dari total 24 cetakan, 14 di antaranya telah terpasang untuk memproduksi bodi, sedangkan sisanya dalam pengerjaan.
”Mudah-mudahan 28 Februari 2019 selesai dan terpasang sehingga Maret sudah mulai produksi massal,” kata Nasir.
KOMPAS/NINA SUSILO–Wakil Presiden Jusuf Kalla mengamati motor skuter listrik buatan ITS yang bermerek Gesits dalam The 7th Indonesia EBTKE Conference and Exhibition 2018 di Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Nasir mengatakan, untuk tahap awal pada Maret, target produksi Gesits sekitar 300 unit. Jumlahnya akan terus bertambah pada bulan berikutnya menjadi 1.700 unit, 3.000 unit, hingga 5.000 unit pada Juni. Dalam setahun produksi Gesits ditargetkan mencapai 60.000 unit dengan jumlah produksi 5.000 unit per bulan.
Menurut Nasir, harga Gesits sangat kompetitif. Harganya lebih murah dibandingkan sepeda motor listrik buatan Jepang, China, dan Taiwan. Nasir menyebutkan, harganya tidak jauh dari angka Rp 20 juta. Dia pun optimistis sepeda motor listrik produksi anak bangsa ini disambut positif oleh pasar.
”Sejauh ini pasar hampir semua merespons positif. Kemarin Bukalapak juga menanyakan kepada saya kalau harganya kompetitif dan kemungkinan dia bisa beli, dia akan beli 1.000 unit. Motor listrik ini akan dipasang di tempat-tempat tertentu. Tapi dia minta spesifikasi yang di bawah sehingga bisa dipakai untuk bukabike,” ujarnya. (YOLA SASTRA)–KHAERUDIN
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 7 Februari 2019