Pemerintah Provinsi akan mengizinkan pembukaan kembali bioskop dalam waktu dekat. Demikian pula di beberapa daerah lain sudah bermunculan sekolah-sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka.
Pembukaan sekolah hingga bioskop dinilai membahayakan upaya penanganan wabah. Selain berisiko meluaskan transmisi SARS-CoV-2 di komunitas, pembukaan aktivitas yang berpotensi mendatangkan kerumunan besar juga bisa mengendurkan sikap kewaspadaan masyarakat karena seolah-olah wabah sudah tertangani.
Rencana pembukaan bioskop di Jakarta ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers bersama Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, di Jakarta, Rabu (26/8/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anies mengatakan, pembukaan kembali bioskop akan dilakukan dalam waktu dekat. Rencana pembukaan kembali bioskop ini karena melihat negara lain juga telah melakukannya. ”(Ada) 47 negara saat ini kegiatan bioskop sudah berjalan seperti biasa, bahkan di Korea Selatan selama masa pandemi termasuk di puncak pandemi mereka di sana, bioskop tidak ditutup,” kata Anies.
Wiku mengatakan, tim pakar telah melakukan kajian selama beberapa pekan terakhir terkait rencana pembukaan bioskop ini dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. ”Bioskop dan sinema memiliki karakteristik dan kontribusi penting, terutama dalam memberikan hiburan kepada masyarakat,” ujar Wiku.
Menurut Wiku, alasan dibukanya bioskop karena ”Imunitas masyarakat juga bisa meningkat karena bahagia. Atau, suasana mental atau fisik dari para penonton dan masyarakatnya (dapat) ditingkatkan.”
Wiku mengingatkan, pembukaan bioskop tetap harus memperhatikan aspek kesehatan secara ketat serta melalui tahapan persiapan, waktu, prioritas, koordinasi pusat dan daerah, serta monitoring dan evaluasi. Persiapan yang dimaksud meliputi fasilitas bioskop, fasilitas pendukungnya, juga dalam penyelenggaraan, termasuk kesiapan masyarakat itu sendiri.
Meski demikian, rencana pembukaan bioskop di Jakarta ini dikritik akademisi. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengatakan, Indonesia tidak bisa meniru negara lain membuka bioskop karena situasi penanganan pandemi yang berbeda.
”Kasus kita, kan, masih tinggi, terutama di Jakarta ini. Angka positivity rate (rasio kasus positif) juga terus naik, sementara itu kapasitas tes dan tracing kita masih lemah. Jangan sampai pembukaan ini membuat masyarakat semakin abai protokol kesehatan karena mengira sudah normal,” ujarnya.
Mengacu data Satgas Penanganan Covid-19, terjadi penambahan baru 2.306 kasus dalam sehari sehingga totalnya menjadi 160.165 kasus. Sebagian besar penambahan ini disumbangkan Jakarta dengan 713 kasus, disusul Jawa Timur 331 kasus, dan Jawa Barat 178 kasus.
Rasio kasus positif Covid-19 di Indonesia secara akumulatif mencapai 13,2 persen, sedangkan di Jakarta 6,2 persen. Namun, dalam sepekan terakhir rasio kasus positif di Jakarta mencapai 9,8 persen, yang menunjukkan tren peningkatan.
Data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, keterisian tempat tidur isolasi dari 67 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta juga terus meningkat hingga mencapai 64 persen dari 4.456 yang tersedia. Semenetara keterpakaian 483 tempat tidur Intensive Care Unit (ICU) mencapai 71 persen dengan tren yang juga terus naik.
Satuan Tugas Covid-19 FKUI telah mengeluarkan rekomendasi untuk meminta penundaan kembali gedung bioskop menyusul terbitnya Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Nomor 140 Tahun 2020 yang salah satunya mengatur izin operasional atau rencana dibukanya kembali gedung bioskop di Jakarta.
”Ada, beberapa pakar lintas bidang ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah melakukan diskusi dan meminta Pemerintah DKI untuk menunda pembukaan bioskop sampai dengan waktu yang belum dapat ditetapkan,” ujar Ketua Satgas Covid-19 FKUI Anis Karuniawati, dalam keterangan tertulis.
Melalui udara
Anis menyebutkan, berdasarkan laporan saintifik yang diterbitkan WHO tanggal 9 Juli 2020, penyebaran SARS-CoV-2 dapat melalui percikan, airborne, kontak langsung, kontak tidak langsung, fecal oral, darah, ibu ke anak, dan hewan ke manusia.
Menurut dia, beberapa data hasil penelitian juga membuktikan bahwa aerosol mengandung virus dapat terbentuk dari droplet yang mengalami penguapan ataupun ketika seseorang berbicara atau bernapas. Penemuan ini didukung dengan adanya laporan beberapa kluster Covid-19 yang berhubungan dengan berkumpulnya sekelompok orang di dalam ruang tertutup, misalnya pada kegiatan paduan suara, restoran, dan pusat kebugaran.
Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah keberadaan orang tanpa gejala yang bisa menjadi sumber penularan di komunitas. Orang tanpa gejala ini sangat mungkin lolos dari pemeriksaan suhu.
Ari mengatakan, ruangan bioskop pada umumnya tertutup tanpa ventilasi dengan pendingin udara yang bersirkulasi di dalam ruangan. ”Apabila ada satu orang pengunjung saja tanpa gejala, tapi memiliki SARS-CoV-2, ia akan berpotensi menjadi sumber penyebaran virus kepada pengunjung lainnya. Durasi film yang minimal 1,5 jam akan meningkatkan waktu paparan dan meningkatkan jumlah partikel aerosol yang terhirup,” katanya.
Ari merekomendasikan agar kegiatan yang berisiko, seperti pembukaan bioskop, sebaiknya ditunda sampai transmisi virus bisa diminimalkan. ”Untuk saat ini, khususnya Jakarta, jelas tidak direkomendasikan,” katanya.
Pembukaan sekolah
Terkait pembukaan sekolah, Koalisi Warga untuk Keselamatan Anak dan Guru mengajukan surat keberatan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Koalisi yang terdiri dari Federasi Guru Independen Indonesian, Federasi Serikat Guru Indonesia, KawalCovid, LaporCovid19, dan sejumlah lembaga lain ini beralasan, sekolah tatap muka telah meningkatkan risiko anak dan guru karena wabah belum terkendali.
Irma Hidayana, juru bicara koalisi mengatakan, dalam audiensi yang diselenggarakan Kemendikbud pada 18 Agustus, anggota Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah, mengakui bahwa zonasi sebuah kota/kabupaten dibangun dari data yang kurang lengkap. ”Zonasi hijau dan kuning yang dijadikan dasar membuka sekolah tidak bisa menjadi patokan keamanan dari penularan Covid-19 karena tidak dibangun dari data yang lengkap, di antaranya tidak adanya data kecukupan jumlah tes,” kata Irma.
Menurut Irma, kendala dalam pembelajaran jarak jauh harus diatasi. ”Kendala ini tidak bisa ditukar dengan mempertaruhkan kesehatan siswa beserta guru dan tenaga kependidikan lainnya. Apalagi, Indonesia termasuk negara dengan jumlah kasus dan kematian Covid-19 pada anak-anak sangat tinggi,” katanya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 27 Agustus 2020