Angka tunaaksara di Indonesia semakin menurun, bahkan sudah melampaui target yang ditetapkan UNESCO. Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Erman Syamsuddin mengatakan, angka tunaaksara di Indonesia saat ini sebesar 3,7 persen dari total populasi, yaitu sekitar 5,9 juta orang. Angka itu melampaui target yang ditetapkan UNESCO, yaitu maksimal 5 persen dari jumlah penduduk suatu negara pada 2015.
Erman mengatakan, dari angka tunaaksara nasional tersebut, ada enam provinsi yang menjadi fokus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengatur strategi dan kebijakan untuk penuntasan tunaaksara. “Enam provinsi itu adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Total ada 25 kabupaten,” kata Erman.
Ia mengakui, pemberantasan tunaaksara memang semakin sulit mengingat daerah yang menjadi fokus pemberantasan terletak di pelosok dan usia penduduk yang menjadi target juga semakin tua dan tidak lagi usia produktif. Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan program yang disebut Pendidikan Keaksaraan Dasar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah kita dapatkan angka atau data beberapa orang di suatu daerah atau kelompok, kita dorong untuk belajar memberantas buta huruf. Kemudian mereka belajar untuk membebaskan dirinya dari buta huruf. Ada tutor dari dinas pendidikan dan tutor keaksaraan ada dari PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat), SKB (sanggar kegiatan belajar), atau majelis taklim. Elemen masyarakat yang ada juga kita ajak, kita dorong,” kata Erman.
KOMPAS/LUKI AULIA–Kegiatan bercocok tanam dengan cara hidroponik menjadi salah satu cara menarik minat masyarakat untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM). Kegiatan yang diselenggarakan masing-masing PKBM disesuaikan dengan minat setiap daerah. Berbagai kegiatan dan hasil karya warga belajar dipamerkan di acara Festival Indonesia Membaca 2015 dalam rangka Hari Aksara Internasional 2015, 22-24 Oktober, di Karawang, Jawa Barat.
Kehidupan lebih layak
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menerapkan program lanjutan berupa Keaksaraan Usaha Mandiri untuk membantu masyarakat memiliki kehidupan yang lebih layak dari segi ekonomi setelah bebas dari tunaaksara. Erman mengatakan, hampir semua warga belajar yang tunaaksara bisa melanjutkan upaya peningkatan mutu kehidupan melalui program keaksaraan lanjutan, salah satunya dengan mengembangkan usaha produktif.
“Artinya dia belajar pendidikan keaksaraan sekaligus belajar usaha mandiri yang sesuai dengan kondisi daerahnya. Misalnya, tukang sayur, petani, atau batu akik. Kami bantu arahkan. Potensi daerah harus digali. Di sinilah peran pemerintah daerah dan perusahaan setempat supaya penduduk dan masyarakat tidak pergi ke mana-mana dan kemudian bisa membina keluarga di tempat asalnya,” kata Erman.
Ia menambahkan, salah satu hal yang penting dalam pemberantasan tunaaksara adalah koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Misalnya, dengan memberikan data yang benar dan target pencapaian yang signifikan hingga sinkronisasi dengan program lain.
LUKI AULIA
Sumber: Kompas Siang | 26 Oktober 2015