Di dunia yang makin datar karena meluasnya akses internet, peluang terbuka untuk siapa saja. Mereka yang bertampang biasa, berkemampuan pas-pasan, hanya bisa satu-dua hal, atau tak mahir berbahasa asing, bisa terkenal dan menjadi jutawan karena kegemaran yang ditekuni dengan konsistensi.
Mereka juga tak perlu tinggal di kota besar atau rumah serba wah untuk produktif berkarya dan karena itu jadi terkenal. Di kanal pribadi di Youtube, mereka berkibar dan mendapatkan keasyikan dan penghasilan.
Bayu Skak yang kini menetap di Malang, Jawa Timur, adalah contohnya. Mahasiswa Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang ini tenar di dunia digital. Pemilik nama asli Bayu Eko Moektito ini tidak harus meninggalkan bahasa dan dialek Jawa Timur yang justru menjadi ciri khasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari sisi pemasaran, Bayu tampil di pasar celah yang spesifik dan kecil. Namun, dia punya ratusan ribu pelanggan (subscriber), tepatnya 168.641, dan satu videonya ditonton hingga ratusan ribu kali. Kepada ratusan ribu pelanggannya, Bayu mengajak bercakap-cakap tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, misalnya anak muda yang sangat berambisi menjadi artis lewat berbagai cara. Video yang diunggah pada 26 Januari 2015, berjudul ”Pingin Dadi Artis” (Ingin Jadi Artis), dalam waktu satu minggu dilihat 66.582 kali.
Meski videonya menggunakan bahasa daerah yang hanya dimengerti sebagian pengunjung Youtube, Bayu termasuk pembuat video blog favorit. Video berjudul ”Mesoh” (Mengumpat), misalnya, menarik 778.570 penonton.
Dengan bayaran 2-5 dollar AS per 1.000 penonton, dari video ”Mesoh” saja, Bayu meraih tidak kurang dari Rp 18 juta. ”Penghasilan saya tergantung dari jumlah viewer. Penghitungannya, per seribu viewer mendapat 2-5 dollar AS. Dalam satu bulan rata-rata bisa dapat sekitar Rp 9 juta. Lumayan, bisa bayar kuliah,” ujarnya.
Bayu mulai membuat video saat masih studi di Jurusan Animasi SMK Negeri 4 Malang. Skak adalah singkatan dari Sekumpulan Arek Kesel, yang sering berkumpul sepulang sekolah. Untuk mengatasi lelah dan jenuh, mereka iseng membuat video konyol dengan kamera telepon 3 megapiksel milik Bayu. Semua dimulai dari fasilitas yang dimiliki tanpa menuntut semua fasilitas ideal tersedia.
Sejak keasyikannya itu, Bayu senang membuat video dan berlanjut hingga saat ini di bangku kuliah. Dia berusaha mengunggah satu video minimal setiap minggu karena jumlah penonton terus bertambah dan banyak permintaan dari penggemarnya. Di era ketika orang mudah bosan, konsistensi untuk berkarya setiap minggu itu dijaganya.
Tiga kali manajer
Contoh lain adalah Diwantara Anugerah Putra yang tercebur ke Youtube tanpa sengaja. Semula dia berjualan peralatan sulap di Youtube dengan video peragaan, tetapi gagal total. Namun, pria kocak yang pernah kuliah satu semester di Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ini sekarang terkenal sebagai pembuat video parodi dengan efek visual. Dia belajar membuat efek visual dari seorang anak kecil.
Melalui TaraArtsMovie yang diproduksi di Tangerang, dia menjaga konsistensi produksi. Setiap Senin hingga Jumat, video dibuat dan diunggah ke Youtube untuk pelanggan yang mencapai 90.000. Karena keasyikan menghasilkan karya, Tara yang mengaku bukan jagoan komputer dan teknologi internet menolak tawaran pekerjaan di Swiss dan Amerika Serikat. Tara mengemukakan, penghasilannya minimal tiga kali lipat gaji manajer.
Tidak hanya dari penonton video yang diunggahnya, Tara mendapatkan pendapatan dari iklan komersial yang menempel di setiap video unggahannya.
Salah satu videonya yang ditonton jutaan viewer dan ditempeli iklan komersial adalah ”Dinosaurs-T-Rex Vs Spinosaurus (The Reason Why They Hated Each Other)”, yang diunggah pada 21 Oktober 2011. Video dengan T-rex berkeliaran di kompleks rumah orangtuanya ini menarik 1.248.955 penonton. Sebuah angka yang menjelaskan tentang penghasilan.
”Setelah menggunakan bahasa Inggris, video saya banyak ditonton orang dari luar negeri. Padahal, bahasa Inggris saya pas-pasan,” ujar Tara yang kini sering diundang sebagai pembicara itu.
Seperti Tara, Benazio Rizki Putra juga berani memilih bekerja penuh sebagai kreator Youtube setelah lulus dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Pria berusia 25 tahun ini terkenal sebagai Bena Kribo karena rambutnya.
”Saya tertarik membuat video Youtube karena kesuksesan Raditya Dika. Saya juga menulis blog karena ingin seperti dia, pandai menulis dan bercerita,” kata Bena di Jakarta, Rabu (4/2). Kini, Bena kerap diundang untuk memberikan pelatihan membuat video ke sejumlah sekolah sampai Malaysia.
Dengan keasyikan yang selalu memunculkan gairah untuk berkarya, Bena mendapat penghasilan yang cukup untuk gaya hidupnya sehari-hari. Selain itu, dia mengatakan mendapat banyak sponsor dari berbagai produk yang relevan.
”Orangtua semula tidak yakin saya bisa cari duit di internet melalui Youtube dan Instagram. Setelah saya mendapat penghargaan dan terbukti punya penghasilan lumayan, mereka baru percaya,” kata Bena yang oleh majalah Hai disebut sebagai salah satu sosok berpengaruh untuk remaja Indonesia.
Bayu, Tara, dan Bena adalah beberapa anak muda yang dengan konsistensi menghidupi keasyikan untuk berkarya dan mendapatkan penghasilan. Bagi mereka, konsep bekerja mendapat maknanya yang baru.(IDA SETYORINI/SUSIE BERINDRA)
Sumber: Kompas, 6 Februari 2015
Posted from WordPress for Android