Komitmen pemerintah daerah, masyarakat, dan pegiat bahasa diperlukan untuk memastikan Bahasa Indonesia digunakan di ruang-ruang publik. Di saat yang sama, pendidikan di sekolah juga mengubah pendekatan pengajaran Bahasa Indonesia agar menekankan kepada landasan falsafah dan kontekstual.
“Aturan hukum mengenai pemakaian Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama di ruang publik sudah sangat jelas, tetapi penerapannya yang masih lemah,” tutur Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar dalam seminar “Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik: Perkuat Pengawasan” di Jakarta, Selasa (6/8/2019). Kegiatan itu dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy membuka seminar dan lokakarya “Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik: Perkuat Pengawasan” di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama ini Bahasa Indonesia kalah di ruang publik. Itu terlihat dari penggunaan nama gedung, kompleks permukiman, hingga iklan yang lebih memilih memakai Bahasa Inggris. Semestinya ada peraturan turunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota mengenai pemakaian Bahasa Indonesia di spanduk dan papan nama.
“Berdasarkan kajian, tidak ada perbandingan lurus antara pemakaian Bahasa Inggris dalam iklan dengan peningkatan penjualan karena masyarakat tetap menomorsatukan kualitas produk. Terungkap bahwa penggunaan bahasa asing adalah karena dianggap lebih terlihat atau terdengar gaya,” ujar Dadang.
Status Indonesia sebagai anggota G-20, yakni 20 besar negara berekonomi terkuat di dunia, membuat Bahasa Indonesia bisa dijual sebagai salah satu bahasa internasional. Apalagi penuturnya selain di Tanah Air mencakup di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand bagian selatan, dan beberapa wilayah di Filipina.
Hal ini ditambah sebagai bahasa yang tergolong muda di dunia, Bahasa Indonesia relatif tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Kalimatnya tidak mengenal konjugasi atau perbedaan kata ganti, kata sifat, dan kata benda berdasar jenis kelamin, modus, jumlah, maupun waktu seperti yang pada Bahasa Arab, Jerman, dan Inggris.
Seminar itu dihadiri 300 peserta yang terdiri dari akademisi, ahli bahasa, pegiat bahasa, dan perwakilan dari pemerintah daerah. Berdasarkan dialog yang dilakukan, mereka mendapati temuan lapangan dari wawancara dan penelitian bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya percaya diri berbicara dengan bahasa nasional karena menganggap memakai Bahasa Inggris terdengar lebih cerdas.
Di sisi lain, penguasaan Bahasa Indonesia masyarakat sendiri tidak baik, misalnya berbagai ejaan dan tata bahasa pada pelbagai reklame yang kacau.
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikbud Hurip Danu Ismadi menuturkan, apabila masalahnya adalah perasaan minder masyarakat, solusinya adalah lebih banyak pendekatan berupa ajakan dan promosi Bahasa Indonesia.
“Pengajaran bahasa di sekolah sangat teknis sehingga siswa bosan. Padahal, jika dilakukan dengan cerita mengenai asal-usul Bahasa Indonesia dan maknanya bagi identitas bangsa dan persatuan akan lebih menarik,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Amzulifan Rifai mengusulkan agar emmastikan semua istilah yang digunakan di lembaga-lembaga negara sudah padan. “Jangan sampai ada ketidakserasian dan ketidakselarasan lema maupun terminologi,” ujarnya.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (berjas hitam) memberi Penghargaan Rokoh Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia kepada Mohammad Tabrani Soerjowitjitro yang diterima oleh puterinya, Amie Primarni Tabrani di Jakarta, Selasa (6/8/2019). Pemberian penghargaan disaksikan oleh Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud Dadang Sunendar (kiri).
Penghargaan
Pada kesempatan itu, Muhadjir Effendy memberi Penghargaan Tokoh Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia untuk Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Ia adalah wartawan sekaligus tokoh gerakan pemuda yang pada tahun 1926 mengusulkan agar Bahasa Indonesia dijadikan bahasa persatuan. Pada Kongres Pemuda 1928 usul itu dinyatakan ke dalam Sumpah Pemuda.–LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 7 Agustus 2019