Pakar ilmu komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Hermin Indah Wahyuni melihat tindakan bos MNC Group Hary Tanoesodibjo yang memprotes peralihan siaran televisi (TV) analog ke digital menimbulkan paradoks di masyarakat.
Prof Hermin melihat respons sebagian warganet di media sosial yang justru berterima kasih kepada Hary yang masih menayangkan siaran analog MNC ketika stasiun TV lain mulai mematikan siaran analognya pada 2 November 2022 di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
“Ini kan paradoks, mungkin komunikasi pemeritah juga tidak clear (jelas -red),” kata Guru Besar UGM itu saat dihubungi KOMPAS.TV, Jumat (4/11/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prof Hermin menduga masyarakat Indonesia masih belum memahami tujuan dari Analog Switch Off (ASO), sehingga justru marah kepada pemerintah.
Ia menerangkan, ASO atau peralihan dari sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital menghasilkan penghematan frekuensi.
Manfaat langsung dari ASO adalah perluasan akses internet di wilayah yang tidak dapat menangkap sinyal analog (blank spot) dan peningkatan internet kecepatan tinggi 5G.
“Hal ini mendukung kesiapan Indonesia masuk ke era digital economic,” lanjut perempuan yang pernah menjabat sebagai dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu.
Ia menambahkan, sejumlah manfaat yang langsung terasa bagi seluruh bangsa di antaranya tersedianya komunikasi untuk kebencanaan serta terciptanya layanan internet cepat yang lebih merata di Indonesia.
“Dan tentunya, masyarakat pasti mendapatkan tayangan yang bersih,” lanjut peneliti di Pusat Unggulan Iptek itu.
Migrasi ke penyiaran digital, lanjut Prof Hermin, memang banyak terkendala oleh kepentingan ekonomi, khususnya bisnis penyiaran yang sudah terlanjur nyaman.
“Industri harus menyadari bahwa kondisi sudah berganti tak lagi broadcasting tetapi narrowcasting, jadi mereka perlu beradaptasi,” terangnya.
Ia menjelaskan, narrowcasting berarti penyiaran tak lagi luas, artinya penyiaran menggunakan teknologi digital tidak akan bersifat masif, melainkan terfragmentasi atau terkelompokkan.
“Penyiaran dengan teknologi digital tidak akan bersifat masif atau luas, tetapi terfragmentasi karena stasiun TV ragamnya makin banyak,” tegasnya.
Selain itu, ASO akan berdampak baik terhadap demokratisasi konten penyiaran. Sebab, lanjut dia, ketergantungan masyarakat terhadap satu stasiun TV akan sulit.
“Pastinya bagi bisnis TV akan mengganggu mereka, tapi inilah teknologi,” jelasnya.
Prof Hermin menilai, perusahaan TV harus bisa mengubah proses bisnis mereka. Di sisi lain, menurut dia, pemerintah juga perlu mengoptimalkan frekuensi emas (golden frequency).
Sebab, ASO adalah bagian dari penataan frekuensi emas (golden frequency) yang merupakan sumber daya bernilai tinggi namun terbatas.
“Baiknya pemerintah juga secara strategis mengisi dan mengoptimalkan golden frequency tadi,” ujarnya.
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, konglomerat sekaligus bos MNC Group Hary Tanoe melayangkan surat terbuka kepada pemerintah.
Melalui surat yang juga ia unggah di akun media sosial resminya, Hary Tanoe memprotes pemadaman siaran TV analog di Jabodetabek dan mengaku heran dengan kebijakan ASO.
“Kalau mau cepat, TV analog dilarang diperjualbelikan dipasar, sehingga pada saat masyarakat membeli TV baru, yang dibeli otomatis TV Digital,” tulis dia, Jumat (4/11/2022).
“Keputusan ASO sama saja memaksa masyarakat membeli STB (set top box) agar dapat menonton siaran digital,” lanjutnya.
Untuk diketahui, perintah ASO tertuang di dalam UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Penghentian siaran TV analog di Jabodetabek pada Rabu (2/11/2022) menjadi tanda dimulainya proses migrasi ke siaran TV digital di Indonesia.
Proses ASO di wilayah lain akan dilaksanakan berdasarkan kesiapan masing-masing wilayah.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Gading Persada
Sumber: Kompas.com, Jumat, 4 November 2022