Tingginya kadar gula pada minuman ringan yang manis menjadi salah satu faktor penyebab obesitas. Beberapa negara menerapkan kebijakan fiskal untuk menurunkan konsumsi gula penduduknya. Penelitian menunjukkan, pengenaan pajak 10 persen pada minuman manis menurunkan konsumsi minuman manis 10 persen juga.
Tingginya kadar gula pada minuman ringan yang manis menjadi salah satu faktor penyebab obesitas. Beberapa negara menerapkan kebijakan fiskal untuk menurunkan konsumsi gula penduduknya. Penelitian menunjukkan, pengenaan pajak 10 persen pada minuman manis menurunkan konsumsi minuman manis 10 persen juga.
KOMPAS/STEFANUS ATO–Pedagang minuman di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, melayani pembeli, Jumat (21/6/2019). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemerintah memberlakukan pajak 20 persen untuk minuman manis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian berjudul ”Dampak Pajak Minuman dengan Pemanis Gula pada Pembelian dan Asupan Makanan: Ulasan Sistematis dan Meta-Analisis” itu dimuat dalam jurnal Obesity Reviews yang juga dipublikasikan Science Daily 25 Juni 2019. Penelitian dilakukan tim Universitas Otago, Wellington, Selandia Baru.
Studi itu mencakup empat kota di Amerika Serikat, yaitu Cleveland, Ohio; Portland, Maine; Berkeley, California; dan Philadelphia, Pennsylvania. Pajak daerah dipelajari di Catalonia, Spanyol. Dampak pajak di seluruh negara dipelajari di Chile, Perancis, dan Meksiko.
Para peneliti menggabungkan bukti dari pengaturan pajak minuman manis yang telah diterapkan di negara-negara dan mengevaluasinya dengan metode meta-analisis.
Peneliti Universitas Otago, Andrea Teng, mengatakan, penelitian ini menggunakan pendekatan baru dalam menggabungkan beberapa studi yang meneliti dampak pajak minuman bergula di dunia nyata terhadap penjualan, pembelian, dan asupan makanan sebelum dan sesudah pajak diberlakukan atau antara pengaturan pajak dan tidak pajak.
Tinjauan baru ini menyajikan bukti kuat bahwa pajak minuman manis menghasilkan penurunan penjualan, pembelian atau asupan makanan dari minuman pajak. Untuk pajak 10 persen, volume minuman manis menurun rata-rata 10 persen.
”Ini menunjukkan pajak minuman manis adalah alat yang efektif untuk mengurangi konsumsi gula. Kita tahu dari penelitian lain bahwa konsumsi tinggi minuman manis meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan karies gigi. Ada bukti juga bahwa konsumsi minuman manis dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker, dan kematian dini,” papar Teng.
Beberapa penelitian menunjukkan minuman alternatif yang dikonsumsi orang daripada minuman manis setelah pajak diterapkan. Dengan pajak 10 persen untuk minuman manis, ada kenaikan konsumsi rata-rata 1,9 persen dalam minuman alternatif dan untuk air khususnya ada kenaikan konsumsi 2,9 persen.
Amanda Jones, peneliti lain dari Universitas Otago, mengatakan, menerapkan pajak dengan ambang batas kadar gula, bukan sebagai persentase dari harga, tampaknya penting untuk menentukan dampak yang lebih menguntungkan.
AFP–Warga New Delhi, India, minum air, 25 Mei 2015. Pengenaan pajak minuman manis menaikkan konsumsi air sebagai pengganti minuman manis.
Sebagai contoh, Chile menurunkan pajak atas minuman rendah gula, tetapi pada saat yang sama meningkatkan pajak atas minuman tinggi gula. Meksiko mengenakan pajak minuman manis yang dikombinasikan dengan pajak makanan cepat saji. Perancis mengenakan pajak minuman ringan dengan pemanis buatan.
”Pajak dapat memberi sinyal kepada publik tentang keseriusan masalah kesehatan yang terkait dengan mengonsumsi suatu produk. Pajak juga dapat mendorong produsen memformulasikan kembali penurunan kadar gula, seperti yang terlihat di Inggris, bahkan sebelum pajak mereka diterapkan pada April 2018,” kata Jones.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan merekomendasikan pemerintah memberlakukan pajak lebih tinggi, yaitu 20 persen, untuk minuman manis.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 26 Juni 2019