Pada 2018, pelaku usaha rintisan atau start up harus lebih kreatif menyasar pasar yang belum banyak tersentuh. Misalnya, ide-ide baru pada e-dagang atau menyasar jenis teknologi finansial yang belum ramai pelaku. Kalau tidak, perusahaan itu akan tersisih dengan mudah. Terlebih, saat ini sangat sulit mencari investor kelas menengah, seri b.
Seri b adalah tingkatan investasi pada usaha rintisan dengan jumlah 5-20 juta dollar Amerika Serikat. Perusahaan rintisan yang berusia 2-4 tahun harus melalui fase ini, sebelum ke seri c, dan menuju IPO (initial public offering) di mana saham akan dijual di bursa efek.
Namun, di Indonesia belum banyak investor pada tingkatan ini. Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja, Selasa (7/11), mengatakan, pendanaan dengan jumlah itu sudah mulai susah. ”Indonesia masih kurang investor seri b karena dananya cukup besar,” katanya pada acara Perusahaan Rintisan 2018 dan Tekfin di JSC Hive, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika dilihat dari data analisis A T Kearney, seri b menjadi yang paling sedikit jumlah kesepakatannya dengan hanya 21 perusahaan sejak 2012 dibandingkan dengan seri a yang berjumlah 84.
Menurut Donald, perusahaan venture capital lokal saat ini belum mampu memberi modal sebanyak itu. Sebab, perusahaan-perusahaan itu juga masih merintis usahanya seperti tempatnya bernaung, Convergence Ventures.
Padahal, apabila tidak mendapatkan seri b dalam dua tahun, kesempatan perusahaan rintisan untuk bertahan sangatlah kecil. ”Kalau tidak dapat, mati sudah,” kata Donald.
Untuk bisa bertahan di usaha rintisan, Donald pun menyarankan pelaku usaha untuk memiliki nilai jual yang unik. Supaya investor pada seri b benar-benar tergerak untuk memberikan dananya. Salah satu caranya adalah dengan menyasar tipe usaha tekonologi finansial (tekfin). Terlebih, tekfin saat ini sedang naik daun. Sejak 2016, perusahaan yang dibeli selalu berasal dari tekfin.
Tekfin akan merajai usaha rintisan pada 2018. Pembayaran dan pinjaman antarpihak sangat berpotensi pada tahun-tahun mendatang.
Selain itu, Donald menilai data Bank Dunia juga menambah keyakinannya pada tekfin. Pada data 2017 itu, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi tekfin terbesar di Asia Tenggara, 15 miliar dollar AS. Ditambah, pembayaran dengan e-money yang mencapai 683 juta dollar AS pada 2016, lima kali lipat dari 2011. ”Tekfin akan merajai usaha rintisan pada 2018. Pembayaran dan pinjaman antarpihak sangat berpotensi pada tahun-tahun mendatang,” kata Donald.
Di antara jenis tekfin, yang diprediksi berpotensi pada 2018 adalah pembayaran dan pinjaman antarpihak. Usaha rintisan pembayaran tidak perlu diragukan lagi karena dari perusahan yang terjual sejak 2016, semuanya merupakan perusahaan pembayaran, seperti DOKU dan PonselPay.
Sementara usaha pinjaman antarpihak dinilai akan mengejutkan tahun mendatang. Sebab, kata Donald, akan banyak yang mengajukan pinjaman ke depannya, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dari data yang dipresentasikan Donald, pelaku UMKM Indonesia membutuhkan pinjaman sekitar 168 juta dollar AS, sedangkan bank dan multifinance hanya bisa menjangkau 94 juta dollar AS. Sisanya masih tergantung dari rentenir.
UMKM membutuhkan tekfin, begitu juga sebaliknya. Pertumbuhan UMKM akan mendorong tekfin.
Dengan hadirnya tekfin pinjaman antarpihak, kebutuhan itu bisa dicukupi. Terlebih, ada dukungan pemerintah pada perusahaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. ”UMKM membutuhkan tekfin, begitu juga sebaliknya. Pertumbuhan UMKM akan dorong tekfin,” kata Donald.
Salah satu bukti meningkatnya usaha ini adalah Modalku, misalnya, telah menyalurkan pinjaman Rp 771,9 miliar per 7 November 2017 sesuai data pada laman resminya.
E-dagang
Untuk bisa merintis usaha di e-dagang, diperlukan terobosan yang benar-benar baru. Associate Director Skystar Capital William Eka mengatakan, harus ada e-dagang yang berbeda dengan yang ada sekarang. ”Susah untuk menyaingi Tokopedia dan Bukalapak,” ujarnya pada acara yang sama.
William mengatakan, salah satu contohnya adalah e-dagang dengan perusahaan yang sudah memiliki komunitas dan merek. Seperti fokus pada dagang hijab yang tidak tersentuh perusahaan e-dagang yang menguasai pasar.
”Kalau saya sih tidak berani investasi di e-dagang. Siapa yang berani bersaing dengan sama Tokopedia dan Bukalapak? Kecuali ada yang membawa penempatan penjualan yang benar-benar unik,” kata William.
Kalau saya sih tidak berani investasi di e-dagang. Siapa yang berani saingan sama Tokopedia dan Bukalapak? Kecuali ada yang membawa penempatan penjualan yang benar-benar unik.
Pada 2018, kata William, usaha rintisan memiliki banyak kesempatan untuk berkembang dalam e-dagang. Sebab, pembeli daring akan meningkat dari 11 juta orang menjadi 42 juta orang pada tahun 2021. (DD06)
Sumber: Kompas, 7 November 2017