Peran peneliti dibutuhkan untuk menghasilkan beragam inovasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan umat manusia. Sayangnya, dunia penelitian saat ini diperhadapkan pada tantangan akan minimnya minat anak muda terhadap dunia penelitian.
Demikian pokok pikiran dalam bincang-bincang bersama sejumlah pemerhati riset dan perempuan yang diprakarsai L’Oreal Indonesia, di Jakarta, Kamis (6/10).
Dalam forum itu terungkap, Indonesia punya rasio peneliti yang rendah dibanding negara- negara lain. Data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan, rasio peneliti yakni 90 orang dari 1 juta penduduk. India yang kondisinya hampir sama dengan Indonesia memiliki rasio 140 peneliti per 1 juta penduduk. Negara maju, seperti Amerika Serikat, rasionya 500 peneliti untuk 1 juta penduduk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jumlah peneliti harus terus ditambah, terutama perempuan peneliti. Di dunia, persentase perempuan peneliti 30 persen dari total peneliti,” kata Melanie Masriel, Head of Communications PT L’Oreal Indonesia, di Jakarta.
Pertumbuhan jumlah perempuan peneliti jadi fokus L’Oreal secara internasional, termasuk di Indonesia. Kampanye LÓreal For Women In Science dicanangkan #ChangeTheNumbers untuk menarik minat perempuan muda menggeluti penelitian dan mencapai karier tertinggi dalam bidangnya. Minat meneliti sejak muda ditumbuhkan lewat berbagai program. Bagi perempuan peneliti yang sudah berkiprah, ada penghargaan For Women in Science. Para remaja putri diajak mengenal dunia penelitian lewat L’Oreal for Girls in Science.
Adapun para mahasiswa diajak untuk mantap memasuki karier sebagai peneliti lewat beasiswa pendidikan L’Oreal Sorority in Science.
Di Indonesia, perempuan peneliti hanya 31 persen. Pada 2013, jumlah peneliti Indonesia 10.111 orang, lalu pada 2015 menjadi 11.069 orang.
Pada 2014, hanya 0,2 persen mahasiswa yang lanjut ke jenjang doktoral. Padahal, di jenjang S-1, jumlah perempuan mahasiswa lebih banyak, yakni 52 persen.
Ines Atmosukarto, L’Oreal- UNESCO FWIS 2004 International Fellow yang kini CEO salah satu perusahaan penelitian di Canberra, Australia, mengatakan, minat jadi peneliti bagi generasi muda minim. Sebab, tantangannya dinilai berat, tetapi penghargaannya minim.
Dunia kerja meluas
Menjadi peneliti, ujar Ines, peluang kerjanya terbuka luas. Tidak hanya di lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Dunia bisnis yang ingin berkembang pun membutuhkan banyak peneliti.
“Perempuan belum terwakili secara seimbang dalam dunia penelitian. Padahal, perempuan memiliki potensi dan keunggulan juga dalam penelitian,” katanya.
Fenny M Dwivany, L’Oreal _UNESCO FWIS International Fellow 2007 yang juga dosen ITB, mengatakan, peneliti di Indonesia menghadapi tantangan terbatasnya pendanaan dan infrastruktur. Berdasarkan pengalamannya, keterbatasan itu seharusnya bukan hambatan. Sebab, ada banyak peluang mendapat pendanaan penelitian, bahkan dari luar negeri. “Sains itu butuh ketekunan. Perempuan biasanya telaten. Selain itu, perlu sudut pandang yang berbeda untuk menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Mega Watty, mahasiswi Farmasi UI yang mendapat beasiswa pendidikan L’Oréal Sorority in Science, bermimpi membangun database material dari laut untuk mendukung penelitian. (ELN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2016, di halaman 12 dengan judul “Pacu Minat Perempuan Jadi Peneliti”.