Wujudkan Pembelajaran secara Tuntas
Pembelajaran di sekolah selama ini terbelenggu untuk membuat siswa mampu lulus ujian nasional. Pembelajaran yang berorientasi pada nilai tinggi agar lulus ujian nasional membuat pembelajaran tidak tuntas sehingga kompetensi yang dikuasai siswa tidak utuh.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Rabu (11/5), di Jakarta, mengatakan, pada dua tahun terakhir, ujian nasional (UN) sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Kejujuran lebih ditekankan yang ditandai dengan penerapan indeks integritas UN (IIUN). “Ikhtiar kejujuran dalam melaksanakan UN sudah membuahkan hasil dengan meningkatnya sekolah dan daerah yang mencapai IIUN yang lebih baik dari tahun sebelumnya,” ujarnya.
Menurut Anis, kini saatnya orientasi belajar yang selama ini merujuk pada “kurikulum UN” dihentikan. Hal itu dimulai dengan mengubah kisi-kisi UN 2016 yang mencakup materi dan level kognitif tanpa ada indikator. Tujuannya agar tidak terjadi lagi latihan khusus supaya siswa mampu menjawab soal UN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami hendak membuat guru-guru kembali mengajar berdasarkan kurikulum, bukan kisi-kisi UN. Pembelajaran dituntut tuntas, bukan terbatas pada apa yang akan diujikan saat UN. Perubahan ini membuat siswa memiliki kompetensi abad ke-21, seperti kemampuan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis,” tutur Anis.
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Zainal Arifin Hasibuan mengatakan, siswa yang tadinya belajar untuk tes kini diajar untuk memahami materi pelajaran. “Ini perubahan mendasar untuk menyiapkan SDM Indonesia yang lebih baik,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Cucu Saputra, sekolah merasa mulai terbebas dari UN. Kinerja sekolah, termasuk kepala sekolah, selama ini selalu dikaitkan dengan hasil UN. Padahal, UN hanya salah satu bagian dari proses pendidikan di sekolah. “Sekarang sekolah menyiapkan UN dengan apa adanya,” tuturnya.
Sayangnya, menurut dia, potret sebuah sekolah berdasarkan UN belum sampai menghasilkan umpan balik guna mengatasi kekurangan yang dimiliki oleh sekolah itu.
Pakar evaluasi dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta, Elin Driana, menjelaskan, agar pembelajaran tidak terbelenggu UN, jangan gunakan UN sebagai salah satu kriteria seleksi ke jenjang berikutnya, yakni ke SMP, SMA/SMK, dan perguruan tinggi. UN, menurut dia, masih melanggengkan kesenjangan mutu. Padahal, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1 menyatakan, setiap warga negara berhak atas pendidikan bermutu.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengatakan, UN diadakan untuk memetakan kualitas pendidikan di setiap daerah yang kemudian menjadi alat bantu mengembangkan sekolah yang belum memenuhi standar nasional. Pemetaan pendidikan ini tidak harus dilakukan setahun sekali.
Mengeluh
Wakil Kepala SMPN 16, Jakarta Barat, Rino Wikanto mengungkapkan, banyak siswanya yang mengeluhkan perbedaan soal UN dengan materi yang diberikan selama ini. “Yang paling dikeluhkan adalah ujian matematika,” ucapnya, kemarin.
Siswa SMP dan sederajat menjalani UN pada Senin-Kamis (9-12/5). Mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Menurut Rino, sekolahnya memberikan pendalaman materi soal UN sejak Januari. Pendalaman materi dilakukan pada Senin-Kamis selama 1,5 jam. Kisi-kisi UN diperolehnya dari Badan Standar Nasional Pendidikan. “Hanya kisi-kisi garis besar saja, bukan indikator rinci,” katanya.
SMP Mater Dei, Tangerang Selatan, mempersiapkan siswa dengan memberikan latihan tambahan mengerjakan soal yang mengacu pada perpaduan Kurikulum 2006 dan 2013. “Kami mempersiapkan latihan tambahan sejak Agustus lalu, 3-4 kali seminggu. Kami simulasikan Kurikulum 2006, Kurikulum 2013, dan perpaduannya,” ujar Albertus Dwi Kusuma Putra, Ketua Pelaksana UN SMP Mater Dei.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemdikbud Nizam menjelaskan, soal UN dibuat oleh tim dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran Tingkat Provinsi. Soal-soal tersebut merupakan perpaduan antara Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. “Soal juga sudah dikaji guru-guru guna memastikan apakah sesuai dengan apa yang diajarkan di kelas,” ucapnya. (C11/ELN)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Mei 2016, di halaman 11 dengan judul “Orientasi Belajar Bukan untuk UN”.