Tim Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) menemukan induk orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) beranak kembar di Batang Toru, Sumatera Utara, habitat orangutan tapanuli yang masih tersisa. Kejadian tersebut merupakan kejadian pertama untuk spesies orangutan tapanuli di alam liar.
Kabar tentang anak kembar orangutan tapanuli itu disampaikan SOCP dalam siaran pers yang diterima Harian Kompas, Rabu (11/7).
Induk bersama anak kembar tersebut disaksikan dua staf SOCP yang berbasis di pos pemantauan hutan Batang Toru di Tapanuli, Andayani Oerta G dan Ulil Amri Silitonga, 20 Mei 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Andayani, manajer pos pemantauan hutan SOCP mengatakan, ia baru mulai mengelola kamp beberapa bulan yang lalu dan sedang melakukan misi pencarian rutin. Pada pukul 14.30, tiba-tiba mereka melihat ibu orangutan Tapanuli dengan dua bayi pada saat yang bersamaan. Si kembar tampak sangat mirip dan berukuran hampir sama, tetapi salah satunya cukup berani sementara yang lainnya tampak sangat pemalu dan selalu ingin dekat dengan ibunya.
“Kami pertama kali melihat mereka pada pukul 14.30 sekitar 15 meter di atas pohon dan berhasil melihat sampai sekitar pukul 15.40 ketika ibu mulai pindah dengan bayi yang menempel di setiap sisi. Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana ibu ini melahirkan si kembar. Sejauh ini dia terlihat melakukan pekerjaan luar biasa,” kata Andayani dalam siaran persnya.
Kepala Unit Pemantauan Keanekaragaman Hayati SOCP, Matius Nowak, mengungkapkan, timhanya menemukan satu catatan sebelumnya dari kelahiran kembar orangutan Kalimantan liar, tidak ada orangutan Sumatera, apalagi orangutan Tapanuli. “Kelahiran kembar memang terjadi pada hewan penangkaran, tetapi bahkan jika ini terjadi di alam liar, kurangnya pengamatan akan menunjukkan bahwa sangat jarang bagi kedua bayi untuk bertahan hidup,” katanya.
Direktur SOCP Ian Singleton mengungkapkan, hutan habitat orangutan tapanuli sekarang sudah terpecah-pecah, dan sedang terancam oleh proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air yang didanai China. “Kita harus berhenti menghancurkan lebih banyak habitat orangutan dan menyambungkan kembali hutan ini secepat mungkin. Bayi kembar ini adalah harapan bahwa spesies ini dapat diselamatkan jika kita mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkannya,” katanya.
Direktur Tanggung Jawab Sosial dan Kampanye Internasional The Body Shop International Christofer Davis dan CEO The Body Shop Indonesia Aryo Widiwardhono ikut mengomentari kelahiran anak kembar orangutan tapanuli ini. Perusahaan mereka proyek Bio-Bridges di Indonesia sejak 2016.
“Kami mengharapkan semua pihak sepakat akan pentingnya menjaga kelestarian hutan ini, karena Orangutan Tapanuli merupakan spesies yang hampir punah dan kita wajib menjaga kelangsungan hidup Orangutan dan keanekaragaman hayati yang ada di Hutan Batang Toru, kata Aryo.
Selain orangutan tapanuli, orangutan di Indonesia ada dua jenis yaitu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan sumatera (Pongo abelii).
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO–Orangutan kalimantan bernama Lidiya dan Noni serta bayi-bayinya di Camp Saluang Mas I, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Kamis (28/7/2016).
Seperti dilaporkan Harian Kompas 31 Oktober 2017, secara taksonomi, orangutan tapanuli dekat jenis orangutan Kalimantan. Orangutan itu ditemukan peneliti gabungan Universitas Nasional, Institut Pertanian Bogor, LIPI, University of Zurich, dan peneliti Yayasan Ekosistem Lestari. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya melaporkan penemuan spesies baru tersebut kepada Presiden Joko Widodo pada 30 Oktober 2017.
Spesies baru orangutan ini hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru, hutan dataran tinggi, di tiga kabupaten di Sumut. Populasi orangutan tapanuli diperkirakan tersisa 800 individu.
Salah satu pusat penelitian orangutan sumatera yang pernah dikunjungi penulis adalah di hutan Ketambe, Aceh Tenggara. Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh dan Sumatera Utara adalah habitat alami orangutan sumatera. Habitat alami orangutan sumatera lainnya adalah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Harian Kompas, 3 September 2015).
Pongo pygmaeus masuk dalam daftar satwa dilindungi. Selain di Indonesia, orangutan kalimantan juga berada di wilayah Malaysia di Kalimantan. Orangutan kalimantan terbagi atas tiga subspesies, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus di barat laut Pulau Kalimantan, Pongo pygmaeus wurmbii di barat dan tengah, dan Pongo pygmaeus morio di bagian timur (Harian Kompas, 16 Juli 2016).
KOMPAS/NIKSON SINAGA–Pengunjung peringatan Hari Orangutan Internasional berfoto dengan poster dan boneka orangutan di Taman Ahmad Yani, Medan, Sumatera Utara, Minggu (20/8).
Berita tentang semakin berkurangnya populasi sudah muncul dalam Harian Kompas 25 Juli 1968. Dalam berita itu diceritakan, orangutan atau disebut mawas tinggal 5.000 – 6.000 ekor di hutan-hutan Kalimantan atau berkurang 10 persen dibandingkan 25 tahun sebelumnya. Berkurangnya populasi disebutkan karena diambil dagingnya, mawas kecil diperdagangkan atau ditukar dengan radio transistor yang dibawa awak kapal yang singgah di Kalimantan. Orangutan itu dijual ke Hongkong melalui Pelabuhan Tarakan, Kalimantan Utara.
Dalam perkembangannya, populasi orangutan lebih besar dari yang diperkirakan tahun 1968 tersebut. Jumlah orangutan kalimantan di wilayah Indonesia diperkirakan 55.000 individu, sedangkan di wilayah Malaysia 5.000 individu. Saat ini ada 6.000 individu Pongo pygmaeus morio di lanskap Kutai, Kaltim (Harian Kompas, 16 Juli 2016).
Berdasarkan data WWF Indonesia, pada tahun 2017, jumlah orangutan di Kalimantan berkisar 44.000-59.000 ekor. Di Kalimantan Barat, khususnya di Taman Nasional Betung Kerihun, terdapat sekitar 1.200 orangutan dan di Taman Nasional Danau Sentarum sekitar 700 orangutan. (Harian Kompas, 7 Maret 2017).–SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 11 Juli 2018