Tim peneliti dari Universitas Diponegoro berinovasi membuat keramik berbahan eceng gondok. Keramik itu mampu menyerap dan melepas bunyi dengan optimal sehingga menunjang akustik satu ruangan.
Tim peneliti Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang mengembangkan keramik yang sebagian bahannya dari eceng gondok. Keramik itu mampu menyerap dan melepas bunyi dengan optimal sehingga menunjang akustik satu ruangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Selain sektor perikanan, eceng gondok, tanah gambut memberikan rezeki bagi sebagian warga yang berada di sekitar Rawapening, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Kamis (10/10/2019). Tanah gambut tersebut mereka jual sebagai media tanam jamur untuk industri agrobisnis di Jawa Timur.
Saat menggelar acara di sebuah gedung atau auditorium, sisi akustik menjadi unsur penting agar pesan dalam pidato tersampaikan dengan baik. Karena itu, diperlukan komponen material yang mampu mendukung hal tersebut, sehingga gema terhindarkan.
Kendala itu sempat terjadi di Auditorium Prof Soedarto Universitas Diponegoro (Undip), yang merupakan tempat wisuda, pengukuhan guru besar, hingga seminar nasional. Pidato rektor kerap kali kurang terdengar jelas oleh hadirin yang hadir di auditorium.
Permintaan untuk menangani masalah itu lalu disambut baik tim peneliti Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Undip. Sejak tahun 2014, tim peneliti memang sudah melakukan serangkaian inovasi pembuatan material pendukung akustik untuk ruangan dalam gedung.
Pada November 2019, Keramik Eceng Gondok Heksagonal, seluas sekitar 50 meter persegi dipasang di sebagian dinding Auditorium Prof Soedarto Undip. Keramik itu berpori, memiliki resonator, dan disusun dengan permukaan tidak rata, sehingga suara diserap dan dilepas dengan baik.
“Itu membuat waktu dengung memenuhi standar, yakni 0,9-0,95 detik. Sebelumnya, 1,8-1,9 detik atau cacat akustik,” kata Guru Besar Sistem dan Teknologi Bangunan, Fakultas Teknik Undip, Erni Setyowati, di kampus Undip, Kota Semarang, Jumat (20/12/2019).
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Petugas keamanan memerhatikan keramik heksagonal di auditorium Prof Soedarto Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/12/2019).
Erni menjelaskan, Keramik Eceng Gondok Heksagonal diproduksi pada tahun 2019, dengan melibatkan Departemen Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, dan Teknik Kimia. Adapun pengujian dilakukan di laboratorium akustik Universitas Sebelas Maret, Solo.
Itu membuat waktu dengung memenuhi standar, yakni 0,9-0,95 detik. Sebelumnya, 1,8-1,9 detik atau cacat akustik.
Selain eceng gondok, keramik berbentuk heksagonal tersebut terdiri dari bahan-bahan lainnya yakni kuarsa, kaolin, tanah liat, felspar, sejumlah bahan minor serta air. Persentase eceng gondok yang terkandung pada setiap keramik yang diproduksi mencapai 8 persen.
Dalam satu keramik yang berukuran 15 cm x 15 cm, kandungan eceng gondok dicoba pada 4 persen, 6 persen, 8 persen, dan 10 persen. “Ternyata paling baik 8 persen. Eceng gondok bisa untuk frekeuensi rendah, menengah, dan tinggi. Rata-rata 55-60 desibel (dB),” ujarnya.
Pihaknya juga menggandeng dua industri untuk memproduksi keramik itu, menyusul adanya permintaan dari pihak universitas. Berikutnya, rencana keramik serupa dengan volume lebih besar juga disiapkan untuk Convention Center Undip yang direncanakan dibangun.
Pelestarian lingkungan
Erni menuturkan, penggunaan eceng gondok berawal dari keprihatinan pihaknya terhadap kondisi Danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, yang semakin dangkal karena tanaman eceng gondok. Maka, timnya pun memanfaatkannya menjadi salah satu bahan keramik.
“Eceng gondok ini kan sesuatu yang memang harus diambil, sehingga keramik ini sarat dengan pesan pelestarian lingkungan. Kami mencoba membantu agar Rawa Pening bersih. Semakin banyak yang memesan, semakin besar kontribusi untuk lingkungan,” katanya.
Dalam prosesnya, eceng gondok kering yang sudah dijadikan serbuk digabungkan dengan bahan-bahan keramik lainnya. “Ketika dibakar, serbuk eceng gondok itu akan lenyap, tetapi menciptakan pori di permukaan keramik. Ini yang bagus untuk material akustik,” ucap Erni.
Adapun keramik tersebut berongga dan memiliki resonator. Dengan demikian, ada dua penyerapan suara, yakni melalui poros keramik dan resonator. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, suara diperangkap kemudian dilepaskan lagi ke segala arah dengan merata.
Proses itu berbeda apabila dinding suatu ruangan tak memiliki material akustik. Suara langsung memantul maka akan terjadi gaung, atau satu ruangan dinilai cacat akustik, seperti yang pernah terjadi di Auditorium Prof Soedarto Undip.
Erni menambahkan, secara desain, Keramik Eceng Gondok Heksagonal juga menggunakan sistem interlock. Artinya, ada bagian dari keramik untuk mengunci satu sama lain. “Dengan demikian, hanya menggunakan sedikit semen dalam penyusunannya,” kata Erni.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Guru Besar Bidang Sistem dan Teknologi Bangunan Universitas Diponegoro, Erni Setyowati, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/12/2019).
Untuk saat ini, lanjut Erni, produksi masih berdasarkan permintaan atau pesanan, tetapi Keramik Eceng Gondok Heksagonal terus dikembangkan. Saat ini sudah ada calon pembeli asal Arab Saudi yang tertarik akan keunikan bentuknya.
Adapun Keramik Eceng Gondok Heksagonal akan segera didaftarkan Undip sebagai paten ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Diharapkan, dalam beberapa minggu ke depan terlaksana.
“Namun, kami juga tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya, kami akan membuat keramik dengan rongga yang lebih besar sehingga, lebih optimal dalam menyerap suara. Sebab, kemampuan menyerap bunyi berbanding lurus dengan volume atau rongga,” kata Erni.
Dekan Fakultas Teknik Undip, M Agung Wibowo, mendorong para dosen untuk mencari keunikan dalam riset dan inovasi. “Seperti teknologi dalam bidang akustik seperti ini. Terpenting, bermanfaat tak hanya bagi mahasiswa, tetapi masyarakat,” ungkap Agung.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Keramik heksagonal terpasang di auditorium Prof Soedarto Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (17/12/2019).
Rektor Undip Yos Johan Utama, menuturkan, pihaknya mendukung pengembangan keramik eceng gondok heksagonal di Undip. Ini juga merupakan salah satu kontribusi akademisi bagi universitas, karena pemanfaatannya langsung dirasakan, dengan dipasang di auditorium Prof Soedarto.
Yos menambahkan, inovasi yang dihasilkan para dosen penting untuk meningkatkan daya saing di era revolusi industri 4.0. Terlebih, selain menjadi universitas riset unggul, Undip juga tengah diarahkan menjadi perguruan tinggi yang berbasis pada teknologi informasi (TI).
Oleh ADITYA PUTRA PERDANA
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 6 Januari 2020