Pemrosesan Akhir Sampah Regional Banjarbakula itu jadi percontohan dalam pemanfaatan dan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS–Fasilitas pengolahan limbah oli bekas yang termasuk dalam bahan berbahaya dan beracun (B3) di TPA Sampah Regional Banjarbakula, Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Selasa (28/1/2020). Teknologi pengolahan oli bekas menjadi solar HSD (high speed diesel) ini pertama kali diterapkan di Kalimantan.
Unit pengolahan oli bekas menjadi bahan bakar minyak solar dibangun di Kalimantan Selatan. Fasilitas pengelolaan limbah di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Regional Banjarbakula itu jadi percontohan dalam pemanfaatan dan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak beroperasi pada akhir Desember 2019, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Banjarbakula di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, tidak hanya mengelola sampah organik dan anorganik, tetapi juga mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
”Pengolahan limbah B3 oli bekas menjadi solar HSD (high speed diesel) merupakan metode baru dan pertama di Kalimantan,” ujar Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah TPA Sampah Regional Banjarbakula M Yusuf Ridwan di Banjarbaru, Selasa (28/1/2020).
Fasilitas pemanfaatan oli bekas menjadi sumber energi alternatif itu dibangun Direktorat Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan dana Rp 4 miliar. Pelaksana pembangunan adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Yusuf mengatakan, pengolahan oli bekas menjadi solar HSD berlangsung selama 5 x 24 jam. Sekali produksi menghasilkan 5.000 liter solar HSD. Hasil itu adalah 70 persen dari bahan baku oli bekas. ”Residunya, 30 persen bahan baku, digunakan sebagai bahan bakar selama pengolahan,” ujarnya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS–Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) TPA Sampah Regional Banjarbakula M Yusuf Ridwan menunjukkan bahan bakar minyak solar hasil pengolahan limbah oli bekas di Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Selasa (28/1/2020). Pengolahan limbah B3 oli bekas menjadi solar HSD (high speed diesel) merupakan suatu metode baru dan pertama di Kalimantan.
Ade Syafrinaldy dari BPPT mengatakan, fasilitas itu merupakan proyek percontohan. Skala produksinya baru 10.000 liter per bulan. ”Kalau dimaksimalkan, bisa 20.000 liter per bulan,” katanya. Sebelumnya, di Balikpapan, Kalimantan Timur, ada unit pengolahan oli bekas menjadi bahan bakar kapal MFO (marine fuel oil).
Ade menjelaskan, pengolahan oli bekas menjadi solar melalui proses destilasi (penyulingan) pada temperatur 350 derajat celsius. Dalam proses, bahan baku dicampur natrium hidroksida (NaOH) sekitar 10 persen dari bahan baku. NaOH tak ikut bereaksi, berfungsi sebagai katalis.
”Dari analisis, hasilnya cukup baik, mendekati solar yang memiliki angka setana (cetane number) 48. Artinya, hampir sama dengan produk biosolar yang dipasarkan oleh Pertamina,” katanya. Menurut Yusuf, solar HSD yang dihasilkan itu idealnya dijual Rp 8.500 per liter karena tergolong solar industri. Harga itu masih di bawah harga biosolar. Beberapa perusahaan berminat membeli.
”Namun, saat ini belum dikomersialkan. Untuk komersialisasi, kami harus mengurus izin ke KLHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” katanya. Yusuf memastikan, bahan baku oli bekas di Kalsel cukup melimpah, dari alat-alat berat di perusahaan tambang batubara maupun perusahaan kelapa sawit serta dari kapal-kapal besar.
Oleh JUMARTO YULIANUS
Sumber: Kompas, 29 Januari 2020