Memperingati 500 tahun Ferdinand Magellan berlayar keliling dunia, kapal berbendera Swiss, Fleur de Passion, berlayar mengikuti rute pelaut terkenal abad pertengahan dari Eropa ini. Selama perjalanan, Pacifique Foundation sebagai penyelenggara juga melakukan Ekspedisi Pemetaan Laut (Ocean Mapping Expedition) dan edukasi untuk peduli lingkungan kepada generasi muda.
Wakil Presiden Pacifique Foundation Samuel Gardaz di Jakarta, Rabu (4/4/2018), menyatakan, perjalanan yang dilakukan ini telah mencapai dua pertiga dari total rute. Dimulai pada April 2015 dari Sevilla, Spanyol, kapal ini berlayar dengan patokan rute perjalanan Ferdinand Magellan yang dilakukan dari tahun 1519 hingga 1522.
Singgah di Jakarta dari Senin (2/4) hingga Kamis (12/4), Gardaz menuturkan, Fleur de Passion akan berlayar menuju Nosy He (Madagaskar), Maputo (Mozambik), Durban dan Tanjung Harapan (Afrika Selatan), lalu kembali ke Sevilla. Dalam perjalanannya, Pasifique Foundation melakukan beberapa kerja sama penelitian dengan beberapa pihak, mulai dari penelitian sains hingga edukasi peduli lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA UNTUK KOMPAS–Fleur de Passion, kapal layar berbendera Swiss untuk penelitian, berlabuh di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Gardaz memaparkan, Fleur de Passion merupakan kapal bekas penyapu ranjau pada Perang Dunia II. Namun, meski sudah tua dan berubah bentuk menjadi kapal layar, kapal ini bisa mengelilingi dunia tanpa hambatan. Berubah menjadi kapal layar tahun 1976, Fleur de Passion berfungsi untuk penelitan dan kepedulian terhadap laut.
”Di sini kami berbagi ide dan impian yang terinspirasi dari perjalanan para pelaut. Selain menjadi nama samudra, Pasifik juga berarti damai. Itulah misi yang kami bawa dalam ekspedisi pertama ini,” ujarnya.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA UNTUK KOMPAS–Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann (kanan) berbincang dengan Wakil Presiden Pacifique Foundation Samuel Gardaz di kapal Fleur de Passion, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Saat berkunjung ke Fleur de Passion, Duta besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann menyatakan, ekspedisi laut dengan kapal layar asal Swiss ini adalah hal yang unik mengingat negara ini tidak memiliki garis pantai. Ia menuturkan, kapal sepanjang 32 meter dan lebar lambung 7 meter ini adalah kapal layar terbesar yang dimiliki oleh Swiss.
”Sejak Konsulat Swiss berada di Batavia, Jakarta dulu, tahun 1863, ini adalah momentum kunjungan kapal layar berbendera Swiss ke Indonesia. Kedatangan kapal ini menjadi bagian dari sejarah panjang hubungan diplomasi antara Swiss dan Indonesia,” ujarnya.
Kapten kapal Fleur de Passion, Pere (50), menyatakan, meski menggunakan metode tradisional berupa kapal layar, kapal ini memiliki mesin yang membantu kapal mencapai tujuan. Ia berujar, penggunaan mesin hanya sekitar sepertiga perjalanan, misalnya saat merapat ke pelabuhan.
Saat Pere memaparkan terlihat beberapa instrumen pemetaan di dalam kabin kapal. Salah satu layar memperlihatkan posisi kapal di antara kapal terdekat di pelabuhan, seperti tampilan global positioning system (GPS).
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA UNTUK KOMPAS–Kapten kapal Fleur de Passion, Pere, menjelaskan mekanisme kapal kepada Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Beberapa penelitian yang dilakukan Pacifique Foundation dari awal perjalanan adalah pemetaan polusi suara bersama Universitiy of Catalonia, Spanyol, dan pengamatan gas rumah kaca di permukaan laut bersama University of Geneva.
Selain itu, lembaga swadaya masyarakat ini melakukan pemetaan mikropolutan dari plastik di lautan bersama Oceaney, LSM peduli lingkungan yang juga berasal dari Swiss.
Gardaz menuturkan, saat singgah di Australia, Pacifique Foundation mengamati Karang Penghalang Besar (Great Barrier Reef). Bekerja sama dengan University of Queensland, mereka melakukan observasi untuk melihat sejauh mana susunan terumbu karang terbesar di dunia ini terkena polusi.
Menurut dia, tidak hanya untuk penelitian, di kapal ini dilaksanakan program edukasi bagi pemuda untuk merasakan pengalaman menggunakan kapal. Ia menganggap, perdamaian di dunia bisa terjalin jika kehidupan berjalan seperti di kapal layar.
”Semua orang harus bekerja sama, contohnya saat menggulung layar dan memasak. Tidak hanya kru, semua orang berpartisipasi di dalam kapal ini. Semua berbagi tugas karena memang di kapal ini tidak bisa hanya mementingkan pribadi,” tuturnya.–DD12
Sumber: Kompas, 4 April 2018
————
Fleur de Passion, Kapal Ekspedisi Swiss, Berlabuh di Jakarta
Kapal ekspedisi berbendera Swiss, Fleur de Passion, berlabuh di Jakarta. Kapal ini digunakan untuk ekspedisi pemetaan samudra yang dimulai dari Sevilla, Spanyol, 2015.
Pada Rabu (4/4/2018), Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann mengunjungi kapal yang telah merapat di Jakarta itu dua hari sebelumnya.
Yvonne berujar, ekspedisi laut dengan kapal berbendera Swiss ini sangat unik mengingat Swiss adalah negara tanpa garis pantai, berbeda dengan Indonesia yang memiliki garis pantai yang panjang.
Kunjungan kapal layar itu menjadi bagian dari hubungan diplomasi yang telah dijalin Swiss dengan Indonesia.
”Pada tahun 1863, Swiss telah membuka konsulat di Batavia, Jakarta tempo dulu. Jadi, kedatangan kapal ini menjadi bagian dari sejarah panjang hubungan diplomasi antara Swiss dan Indonesia,” ujarnya.
Yvonne menjelaskan, kapal ini memiliki misi untuk sains, pendidikan, dan penelitian khusus untuk pemetaan laut.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA UNTUK KOMPAS–Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann (kanan) berbincang dengan Wakil Presiden Pacifique Foundation Samuel Gardaz di kapal Fleur de Passion.
Wakil Presiden Pacifique Foundation Samuel Gardaz mengungkapkan, ekspedisi ini mengikuti rute yang ditempuh Ferdinand Magellan, pelaut Eropa yang terkenal di abad pertengahan.
”Masih ada 17 bulan lagi. Setelah ini, kami menuju Madagaskar, Mozambik, Afrika Selatan, lalu kembali ke Sevilla. Perjalanan ini diperkirakan sampai Agustus 2019,” ucapnya.DD12
Sumber: Kompas, 4 April 2018