Selama pencarian pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang pada 29 Oktober 2018, kendala utama yang dihadapi tim SAR gabungan adalah faktor alam, yaitu endapan lumpur yang tebal, gelombang tinggi, dan arus laut yang kuat. Untuk mempercepat operasi ini diusulkan antara lain penggunaan robot Remotely Operated Vehicle berlengan dan pengambilan dengan sistem jaring.
Menurut Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, penggunaan ROV berlengan diperlukan untuk mengatasi faktor kendala itu. “Mengingat tebalnya lumpur harus ada penggunaan Robot ROV berlengan sehingga serpihan bisa diangkat,” ujarnya. Saat ini ROV hanya membawa kamera dan USBL (ultra short base line),” katanya di Jakarta, Rabu (07/11/2018).
Identifikasi obyek tertutup lumpur dilakukan dengan menggunakan Side Scan Sonar dan Magnetometer apabila obyek berupa logam atau metal. Adapun untuk evakuasi serpihan pesawat dan jenazah harus menggunakan ROV robot berlengan. Atau setelah diidentifikasi oleh ROV, bisa mengerahkan penyelam untuk mengangkat korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada proses pencarian kapal tenggelam di Danau Toba yang dalamnya sekitar 400 meter, ROV hanya mengirimkan foto kapal dan korban penumpang. Korban sesungguhnya dapat dievakuasi menggunakan ROV berlengan, tapi korban diputuskan tidak diangkat.
Namun ditambahkan Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, M Ilyas, pihaknya tidak memiliki ROV berlengan. Karena itu apabila diperlukan harus meminjam pada perusahaan survei kelautan.
Penyelaman
Sementara itu dihubungi secara terpisah, Direktur Operasi dan Latihan Basarnas, Brigadir Jenderal TNI (Mar) Bambang Suryo Aji, mengatakan, dalam melakukan penyelaman hampir tidak ada kendala. Kendala yang dihadapi adalah arus yang cukup kencang, seperti yang terjadi hari Rabu kemarin.
Operasi SAR diperpanjang tiga hari mendatang hingga Sabtu (10/11/2018). Namun operasi pencarian tidak lagi melibatkan unsur dari TNI Polri, Pertamina dan Polair, hanya dilakukan oleh unsur Basarnas.
Barang yang tertimbun lumpur skala priotitasnya adalah CVR . Sementara itu pencarian CVR dilakukan oleh pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dibantu oleh tim dari Basarnas yang sesuai dengan tupoksinya mengevakuasi korban.
Terhadap usulan penggunaan jaring untuk mengumpulkan serpihan badan pesawat dan jenasah yang masih terserak di dasar laut, menurut Bambang tidak diperlukan. Pencarian berikutnya hanya mengandalkan kemampuan para penyelam. Operasi penyelaman hasilnya lebih baik dan tepat karena dengan area jatuhnya pesawat sudah diketahui.
“Dengan penyelaman kita sampai dengan hari ini sudah mengevakuasi sebanyak 186 kantong jenazah,” tambahnya.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 8 November 2018