Kebijakan menghentikan sementara perizinan sawit yang sedang dikerjakan pemerintah agar dilengkapi dengan perangkat pemantauan. Sistem pengawasan dan pemantauan berbasis peta digital yang bisa diakses publik ini agar ditambahkan dalam rancangan instruksi presiden terkait moratorium sawit.
Kebijakan moratorium yang masih berjalan, yaitu penundaan izin baru kehutanan di areal hutan alam primer dan gambut, minim partisipasi publik. Setiap enam bulan sekali, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya menerbitkan Peta Indikatif Penundaan Penerbitan Izin Baru yang tak ramah bagi pengguna awam.
”Moratorium atau time out dalam pertandingan ini perlu dimanfaatkan untuk menata yang masih kurang, berkonsolidasi, dan meninjau ulang. Perlu tools untuk memastikan hal itu dilakukan,” kata Manajer Program Minyak Kelapa Sawit The Nature Conservancy (TNC) M Windrawan Inantha, Jumat (26/1), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mencontohkan daerah dampingan TNC, Provinsi Kalimantan Timur yang telah memiliki web site (situs) data geospasial yang dibuka bagi publik (http://geospasial-perkebunan.kaltimprov.go.id/sigbun01/). Di situs ini, publik bisa mengakses izin usaha perkebunan, lokasi pabrik yang diterbitkan pemerintah daerah, dan peta fungsi hutan.
Situs itu juga dilengkapi aplikasi dalam Android yang berfungsi sebagai pemantauan oleh publik. Nanti, sistem ini memungkinkan untuk dikembangkan dalam payung besar pemanfaatan ruang dengan perizinan tambang.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Hamparan perkebunan kelapa sawit di kawasan Sei Kijang, Kabupaten Palalawan, Riau.
Penasihat Senior Menteri LHK Wahyudi Wardojo mengatakan, inpres sangat memungkinkan untuk memerintahkan menteri membangun perangkat ini. Misalnya, instruksi ini bisa diberikan bagi Menteri Pertanian.
Informasi perkebunan sawit
Terkait pendataan sawit, Kementerian Pertanian bersama Inovasi Bumi (Inobu) masih membangun informasi perkebunan sawit rakyat melalui Sipkebun. Data ratusan perkebunan komersial dengan luas jutaan hektar dari sejumlah kabupaten ini ditempatkan di dalam satu sistem di tingkat provinsi.
Secara terpisah, Ratri Kusumohartono, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, berharap Inpres Moratorium Sawit tidak hanya menyentuh kawasan hutan, tetapi juga area penggunaan lain (APL). Ini penting karena APL itu juga terkadang masih memiliki tutupan hutan yang bagus dan kawasan pangan. Hingga 2013, masih ada tutupan hutan dengan luas sekitar 37.000 hektar yang berada di dalam konsesi perkebunan sawit.
Dari sisi pangan, penelitian Litbang Kementan, kata Ratri, terjadi konversi sawah menjadi sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dalam periode 2006-2014, konversi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit di kabupaten itu mencapai 15.616 hektar. Perubahan itu awalnya terjadi seiring Program Satu Juta Hektar Lahan Sawit pada 2000. ”Areal kawasan pangan yang semakin berkurang menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan negara ini,” ujarnya.
Rancangan Inpres Moratorium Sawit disebut akan ditandatangani Presiden dalam waktu dekat. Selain bertujuan memperbaiki tata kelola perkebunan, moratorium juga diisi upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit. (ICH)
Sumber: Kompas, 27 Januari 2018