Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk mewujudkan kemandirian riset dan inovasi. Dengan kolaborasi kuat, para peneliti di Indonesia mampu menghasilkan inovasi unggul.
Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk mewujudkan kemandirian riset dan inovasi. Dengan kolaborasi kuat, para peneliti di Indonesia mampu menghasilkan inovasi unggul. Namun, inovasi itu harus melalui prosedur ilmiah agar tak mengorbankan keamanan publik.
Wakil Kepala Bidang Translasional Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi David Handojo Muljono menyampaikan riset penting dalam melawan Covid-19. ”Riset menjadi jawaban karena banyak misteri belum terungkap,” ujarnya, di Jakarta, Sabtu (28/6/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, hingga kemarin, jumlah total kasus Covid-19 mencapai 54.010 orang. Dari jumlah ini, 22.936 pasien sembuh dan 2.754 orang meninggal.
Untuk mempercepat penanganan pandemi, riset dan inovasi terkait Covid-19 memerlukan dukungan semua pihak. Menurut David, sejumlah elemen harus diperhatikan, antara lain kepercayaan publik, dukungan pemerintah dan penyandang dana, serta mekanisme pemberian lisensi hasil inovasi.
Penelitian juga menjadi cara tepat membangun protokol penanganan Covid-19. Arena riset yang bisa dilakukan amat luas, meliputi genetika, epidemiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi. Peluang ini harus dimanfaatkan para peneliti Indonesia untuk membuktikan kemampuan berinovasi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Sofia Mubarika Haryana menambahkan, pandemi menunjukkan kemandirian bangsa terkait inovasi, terutama bidang kesehatan. Ketersediaan dana besar tak membantu untuk memenuhi kebutuhan sarana kesehatan karena permintaan besar dari seluruh negara. ”Covid-19 menjadi masalah berat. Di sisi lain, pandemi ini membangkitkan semangat kolaborasi nasional yang terwujud dalam kebangkitan riset nasional,” katanya.
Sejumlah riset untuk menemukan vaksin Covid-19 pun menjadi harapan masyarakat. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman berada di garis depan riset vaksin. ”Kita mulai terlambat, baru Maret 2020 mendapat mandat. Jika tak ada kendala, vaksin Covid-19 buatan Indonesia selesai awal tahun depan,” ungkap Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, Minggu (28/6).
Menurut Amin, para peneliti Eijkman menyelesaikan pembangunan fondasi pembuatan vaksin itu. ”Kami berhasil mengembangkan protein rekombinan dari virus ini. Ini baru 10-20 persen dari total penyelesaian vaksin, tetapi menentukan ke depannya,” katanya.
Untuk riset vaksin, Eijkman mendapatkan dana Rp 5,2 miliar melalui Kemenristek. Meski ada sejumlah calon vaksin di luar negeri memasuki tahap uji coba pada manusia, vaksin Covid-19 buatan Indonesia dibutuhkan. ”Jika ada pihak di luar negeri berhasil mengembangkan vaksin, itu harus diuji di Indonesia,” ujarnya.
Berbagai inovasi
Para peneliti di sejumlah perguruan tinggi pun melahirkan inovasi terkait Covid-19. Universitas Padjadjaran Bandung, misalnya, merilis alat penunjang pemeriksaan Covid-19, dari alat tes hingga modul pengangkutnya lewat kolaborasi antarpihak dan universitas. Contohnya, alat tes Covid-19.
Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan Informatika Unpad Muhammad Yusuf mengatakan, alat itu bisa memprediksi kemungkinan ada virus korona baru ini di tubuh. Para peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan Universitas Airlangga, Surabaya, menciptakan inovasi untuk mengatasi Covid-19.
Dari ITS, peneliti menciptakan Robot Medical Assistant ITS-Airlangga atau Raisa dan Emergency Ventilator ITS. Peneliti di Unair mengembangkan Rapid Diagnostics Test IgG/IgM Covid-19. Menurut pengajar teknik komputer dan anggota tim pengembang robot ITS, Muhtadin, Raisa merupakan robot pelayan kesehatan.
Adapun para peneliti di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengerjakan 119 riset untuk penanganan Covid-19, antara lain bidang kesehatan, sosial humaniora, dan ketahanan panga. ”Hal ini dikerjakan sejak awal munculnya Covid-19,” kata Sekretaris Direktorat Penelitian UGM, Mirwan Ushada.
Sementara itu, peneliti di PT Bio Farma menghasilkan inovasi berupa laboratorium bergerak standar Bio Safety Level 3 (BSL-3). Jadi, tes usap dengan reaksi rantai polimerase (PCR) bisa diperiksa di lokasi pengambilan spesimen.
Namun, hilirisasi berbagai inovasi itu menjadi tantangan. Ketua Dewan Riset Nasional Bambang Setiadi mengingatkan, hasil riset disebut inovasi jika bisa dikomersialisasi. Hal itu memerlukan peran peneliti, pemerintah, dan industri.
Dalam diskusi yang diadakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kemarin, para pembicara mengingatkan, inovasi terkait Covid-19 harus sesuai prosedur ilmiah, termasuk uji klinis agar tak membahayakan keselamatan publik.
Direktur Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan Rizka Andalucia menyatakan, konsumen berhak memakai obat dengan aman. Tiap obat harus diuji khasiat dan keamanannya. TAN/AIK/MED/RTG/TAM/ SYA/HRS/MZW
Oleh TIM KOMPAS
Editor: KOMPAS CETAK
Sumber: Kompas, 29 Juni 2020