Pasokan pada Kondisi Darurat Penting
Dewan Energi Nasional merekomendasikan pemerintah memanfaatkan momen harga minyak dunia yang rendah untuk menyediakan cadangan penyangga energi. Saat ini, Indonesia bergantung pada cadangan operasional bahan bakar minyak untuk 21-23 hari. Penambahan kapasitas kilang penyimpanan mutlak dibutuhkan.
Menurut anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Sonny Keraf, rekomendasi itu dikeluarkan setelah melalui rapat anggota DEN, Rabu (14/1), di Jakarta. ”Harga minyak mentah yang murah saat ini dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membeli sebanyak-banyaknya dalam rangka membangun cadangan penyangga. Memang diperlukan kilang penyimpanan untuk membangun cadangan penyangga tersebut,” kata Sonny.
Rekomendasi itu memang tidak bisa direalisasikan dalam waktu yang cepat karena ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, seperti kemampuan finansial pemerintah dan kapasitas kilang penyimpanan yang perlu ditingkatkan. Penyimpanan minyak mentah untuk cadangan penyangga dapat disimpan di kilang-kilang milik swasta, Pertamina, atau disimpan di kilang negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Setidaknya, kami memberi sinyal bagi pemerintah agar segera merencanakan penyediaan cadangan penyangga. Ini bukan berbicara soal kebutuhan energi dalam jangka pendek, tetapi juga jangka panjang,” ujar Sonny.
Anggota DEN, Tumiran, menambahkan, penyediaan cadangan energi nasional sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Cadangan energi nasional meliputi cadangan operasional, cadangan penyangga, dan cadangan strategis. ”Saat ini, Indonesia hanya mengandalkan cadangan operasional, yaitu ketersediaan bahan bakar minyak yang cukup untuk 21-23 hari. Itu terbilang rapuh, karena kita tidak memiliki cadangan penyangga dan cadangan strategis,” katanya.
Menurut Tumiran, penyediaan cadangan penyangga dan cadangan strategis merupakan pekerjaan rumah pemerintahan yang baru. Cadangan penyangga diperlukan untuk menjamin keamanan pasokan energi jika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat di dalam negeri. Jepang, yang tidak kaya sumber daya alam, memiliki cadangan penyangga yang sangat baik untuk kurun waktu selama setahun.
”Adapun cadangan strategis diprioritaskan untuk jangka panjang, misalnya batubara. Wilayah-wilayah yang terdapat batubara jangan semuanya ditambang, tetapi disimpan untuk kebutuhan energi di masa depan,” kata Tumiran.
Dana dan infrastruktur
Pengamat energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, menilai, rekomendasi yang dikeluarkan DEN cukup bagus dan penting bagi ketahanan energi nasional. Hanya saja, untuk mewujudkan itu di Indonesia masih terkendala persoalan infrastruktur dan pendanaan pembelian minyak.
”Jika pemerintah membeli minyak dalam jumlah banyak, mau disimpan di mana? Siapa yang bertanggung jawab dalam pendanaan dan penyimpanan? Kalau diserahkan kepada Pertamina, tentu akan memberatkan, dari segi keuangan dan beban tanggung jawab,” ujar Pri Agung.
Pertamina sudah menandatangani nota kesepahaman dengan tiga perusahaan asing asal Jepang, Tiongkok, dan Arab Saudi untuk pengembangan kilang milik pada Desember 2014. Lewat program itu, kapasitas kilang akan ditingkatkan dari 800.000 barrel menjadi 1,6 juta barrel per hari. Proyek senilai 25 miliar dollar AS itu dijadwalkan selesai lima tahun mendatang. (APO)
Sumber: Kompas, 15 Januari 2015