Mohammad Ali; Dari Mangrove Menuju Kemandirian

- Editor

Senin, 8 Desember 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kawasan Tanjung Laut Indah di Bontang, Kalimantan Timur, sudah berubah banyak. Kalau tiga tahun lalu deretan mangrove masih pendek dan jarang, kini sejauh mata memandang tampaklah mangrove yang merimbun memagari pantai. Hanya dalam waktu lima tahun, sudah 170 hektar kawasan pesisir Bontang ditanami mangrove.


Terima kasih kepada Mohammad Ali (46), yang mulai merintis penanaman mangrove dengan 150 bibit Rhizopora sp, salah satu jenis tanaman mangrove. ”Waktu ibu ke sini dulu, tanamannya rata-rata baru umur dua tahun. Sekarang sudah lebat ya,” katanya sambil menunjuk sabuk hijau mangrove di kejauhan.

Bertahun-tahun menjadi operator alat berat, Ali masih melaut bersama temannya para nelayan. Ia menyaksikan bagaimana hutan mangrove ditebang dan merasakan ikan tangkapan semakin jarang. Maka, tahun 2009, ia mencoba membibitkan mangrove bersama istrinya. Kebetulan lurah tempat Ali bermukim mendapat info bahwa Syahbandar Pelabuhan Tanjung Laut, Bontang, perlu 1.000 pohon bibit. Dengan dukungan sang lurah, Ali membuat proposal kerja sama ke PT Badak LNG.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bak gayung bersambut, PT Badak LNG datang dengan bantuan perahu ketinting, pra-net, polybag, dan pelatihan. Menyadari tak mungkin mencapai target sendiri, Ali membentuk Kelompok Tani Lestari Indah untuk mengerjakan pembibitan bersama- sama. Meski semula Ali dan kawan- kawan hanya bisa memenuhi permintaan syahbandar 700 bibit, dalam perjalanannya pembibitan mangrove ini berkembang pesat.

Tidak hanya mampu menyediakan 100.000 bibit mangrove per tahun untuk program penghijauan PT Badak LNG, Kelompok Tani Lestari Indah juga menyuplai kebutuhan Pemerintah Kota Bontang, Dinas Perikanan Provinsi Kaltim, dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Kawasan yang ditanami mangrove pun kian luas, membentang di seluruh pesisir Bontang.

Tidaklah mengherankan jika jumlah kelompok juga terus bertambah. Saat ini ada 16 kelompok tani pembibitan mangrove dengan total anggota 150 orang. Tiap-tiap kelompok mampu menyediakan bibit hingga 200.000 pohon per tahun. Tak hanya Rhizopora sp, mereka juga menanam Sonneratia ovata yang buahnya menjadi bahan baku sirup dan dodol serta Bruguiera gymnorrhiza yang menghasilkan tepung pengganti beras.

Sabuk hijau
Hutan mangrove tidak hanya menjadi sabuk hijau yang melindungi pantai dari abrasi, tetapi juga menjadi tempat pemijahan ikan dan biota laut lainnya. Dampaknya kemudian bisa dirasakan nelayan secara luas. Tidak perlu melaut jauh, mereka bisa menangkap ikan di kawasan bakau, bahkan kerang bakau yang besar-besar, kepiting, dan udang.

Kehadiran hutan mangrove ternyata juga memicu tumbuhnya kelompok baru: kelompok ibu-ibu pengolah hasil hutan mangrove. Dari pewarna batik, sirup, tepung, hingga dodol.

”Kalau pewarna batik dari rhizopora. Yang dikirim ke Surabaya hanya dipotong-potong dan dikeringkan, yang dipakai di Bontang sudah siap pakai dalam bentuk cair,” papar Ali.

Pengolahan pewarna batik dikerjakan sendiri oleh Kelompok Tani Lestari Indah, sedangkan pengolahan makanan dikerjakan oleh tiga kelompok berbeda. Ada Kelompok Tani Daun Harum, Wanita Pesisir, dan Karya Wanita, yang total beranggotakan 30 orang. Dengan demikian, secara langsung pembibitan mangrove rintisan Ali sudah menghidupi lebih dari 180 orang berikut keluarganya, dan manfaat tak langsung untuk ratusan nelayan lainnya.

”Istri saya dulu ikut di Lestari Indah. Tetapi sekarang dia lebih banyak di rumah mengurus si bungsu yang baru 2,5 tahun,” kata Ali yang memiliki lima anak.

Sumbangan tambahan PT Badak LNG berupa ruang Mangrove Information Center seluas 200 meter persegi menjadi tempat pembelajaran mangrove: dari pemahaman sampai pelatihan untuk berbagai pihak. Dari siswa sekolah hingga lembaga pemerintah.

Namanya juga Ali, aktivitas tersebut menelurkan peluang baru. Tamu yang hanya berkunjung sebentar sampai orang-orang yang belajar seharian tentu saja butuh makan. Maka, Ali mengajak para ibu yang belum tergabung dalam kelompok pembibitan dan pengolahan membentuk kelompok baru: katering.

Ia memang bersemangat mengajak para ibu karena hasilnya langsung buat keluarga. Pernah ada suami-suami yang ikut, tetapi karena uangnya dipakai untuk judi, mereka tidak boleh ikut lagi. Buat Ali, yang terpenting uang bisa digunakan untuk pendidikan.

”Anak-anak saya, juga anak-anak lain di kampung sini, harus sekolah setinggi mungkin. Jangan seperti saya dan kebanyakan orangtua yang cuma lulusan SD,” tuturnya.

Terus berkembang
Siang itu kelompok katering menyiapkan makan siang berupa ikan bakar, kerang, telur asin, bebek kecap, sayur sop, dan berbagai lalapan. Sebagian besar berasal dari usaha sendiri, termasuk telur dan bebek. Di pembibitan itu, ada 200-an bebek yang gemuk-gemuk karena makan hama siput.

Bebek dijual ke kelompok katering dengan harga pasar, juga ikan kerapu putih, kakap merah, dan baronang hasil dari keramba. Jadilah kelompok- kelompok ini saling mendukung dan menghidupi.

Sambil memilihkan sepatu bot untuk berkeliling kebun pembibitan, Ali menunjuk enam deretan dangau beratap biru. Dangau-dangau itu persiapan untuk ekowisata mangrove dan pemancingan. ”Biru artinya dibangun dengan biaya dari usaha kami sendiri,” katanya.

M AliHanya satu yang beratap merah, bangunan pusat studi mangrove bantuan PT Badak LNG. Tidaklah mengherankan jika Kelompok Tani Lestari Indah mendapat beberapa penghargaan. Demikian juga dengan Kelompok Tani Daun Harum, pengolah sirup dan dodol, yang baru saja menjadi juara pertama Wirausaha Produktif Seluruh Kaltim, 2014. Kelompok Tani Karya Wanita hari-hari ini tengah mengikuti expo di Jakarta.

Apa lagi yang ingin dicapai Ali? Ia tengah bersemangat mengembangkan kawasan ekowisata yang bisa memadukan pembelajaran, pemancingan, dan kuliner sekaligus, yang kini sudah berlangsung 40 persen.

”Nanti kami lepaskan kakap bakau dan kerapu lumpur. Ikan yang kena pancing bisa dimasakkan kelompok katering. Kalau semua sudah jalan, mudah-mudahan makin banyak masyarakat sekitar terkena dampaknya sehingga makin sejahtera,” ujar Ali.
—————————————————————————
Mohammad Ali
? Lahir: Bontang, 3 November 1968
? Istri: Norma
? Anak: Karmila, Jumlian, Fitriani, Nurlina, Mohammad Rahman
? Pengalaman kerja:
– Operator alat-alat berat
– Merintis usaha pembibitan
– Ketua Kelompok Tani Lestari Indah
? Penghargaan:
– Harapan II Penghijauan dan Konservasi Alam Wana Lestari dari Kementerian Kehutanan, 2011
– Kelompok Tani Pelestari Lingkungan dari Kotamadya Bontang, 2011
– Kelompok Tani Pelestari Lingkungan dari Kecamatan Bontang Utara, 2011
– Kelompok Tani Konservasi Mangrove dari Provinsi Kaltim, 2011
– Terbaik  Penghijauan dan Konservasi Alam, 2011

Oleh: Agnes Aristiarini

Sumber: Kompas,  8 Desember 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Pajak Plastik
Roma Bukan Dibangun Sehari
Menyelamatkan Lautan
Lingkaran Setan Pencemaran
Sampah Revolusi Industri 4.0
Musibah Tumpahan Minyak dan Risiko Karsinogenik dan Teratogenik
Dorong Pengelolaan Limbah Elektronik di Perkotaan
Banyak Daerah di Indonesia Mulai Hujan Asam
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 18 Maret 2020 - 17:41 WIB

Pajak Plastik

Senin, 16 September 2019 - 10:05 WIB

Roma Bukan Dibangun Sehari

Rabu, 7 November 2018 - 08:16 WIB

Menyelamatkan Lautan

Rabu, 17 Oktober 2018 - 14:10 WIB

Lingkaran Setan Pencemaran

Senin, 25 Juni 2018 - 11:00 WIB

Sampah Revolusi Industri 4.0

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB