Tren mobilitas warga Indonesia untuk pergi ke tempat-tempat keramaian menurun, seiring dengan seruan untuk pembatasan jarak sosial akibat pandemi Covid-19.
KOMPAS/RIZA FATHONI–Arus lalu lintas jalan tol dalam kota di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, yang sepi, Rabu (1/4/2020). Sepinya aktivitas warga Ibu Kota akibat pembatasan sosial di lingkungan perkantoran, sekolah, dan tempat hiburan.
Tren mobilitas warga Indonesia untuk pergi ke tempat-tempat keramaian menurun, tetapi kalah jauh dibandingkan dengan negara yang selama ini mengalami krisis Covid-19 paling parah, seperti Italia dan Spanyol. Hal itu terindikasi dari laporan yang dirilis Google bertajuk ”Covid-19 Community Mobility Reports”, Jumat (3/4/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Google menyebut, mereka menyiapkan laporan ini untuk membantu warga dan pejabat kesehatan masyarakat memahami respons terhadap kebijakan jaga jarak (social distancing) terkait Covid-19. Indonesia akhirnya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sementara sebagian daerah menerapkan karantina wilayah. Laporan ini bisa digunakan sebagai indikator untuk melihat seberapa efektif kebijakan karantina wilayah (lockdown).
Google menggunakan agregasi data anonim pengguna untuk memetakan tren pergerakan dari waktu ke waktu berdasarkan data lokasi di berbagai pusat keramaian, seperti ritel dan pusat rekreasi, toko bahan makanan dan apotek, taman, stasiun transit, tempat kerja, serta perumahan. Data itu menunjukkan tren selama beberapa minggu. Laporan tersebut meliputi 131 negara dan wilayah dan akan terus ditambah.
Dari laporan itu, tren mobilitas atau pergerakan warga Indonesia ke tempat-tempat seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop turun hingga 47 persen. Google menggunakan data rata-rata tren lima pekan dari 3 Januari hingga 6 Februari sebagai patokan dibandingkan dengan data mobilitas beberapa pekan terakhir hingga 29 Maret.
GOOGLE–Tren mobilitas di pusat keramaian di Indonesia turun.
Penurunan tren mobilitas di Indonesia terjadi mulai sekitar pekan kedua Maret. Pemerintah Indonesia baru menyatakan ada kasus positif korona pada 2 Maret.
Di Italia, dengan korban tewas akibat virus korona terbesar di dunia mencapai lebih dari 13.000 orang, mobilitas serupa turun hingga 94 persen. Sedangkan Spanyol, tren mobilitas ke tempat seperti ini juga turun hingga 94 persen. Tren penurunan di Italia mulai terjadi pertengahan Februari, sedangkan di Spanyol baru mulai pada Maret.
Data berikutnya menunjukkan, tren mobilitas warga Indonesia untuk ke tempat-tempat seperti toko bahan makanan, pasar, gudang makanan, pasar pertanian, toko makanan khusus, toko obat, dan apotek hanya turun 27 persen. Sedangkan di Italia, perjalanan ke tempat-tempat itu turun hingga 85 persen dan Spanyol 76 persen.
Kemudian, mobilitas warga Indonesia untuk ke tempat-tempat seperti taman nasional, pantai, marina, taman anjing, plaza, dan taman umum, turun hingga 52 persen.
GOOGLE–Tren mobilitas di Italia.
Berikutnya tren mobilitas untuk tempat-tempat seperti transportasi umum, misalnya stasiun kereta bawah tanah, bus, dan kereta, turun 54 persen serta tren mobilitas ke tempat kerja hanya turun 15 persen. Di Italia dan Spanyol, penurunan mobilitas ke tempat kerja mencapai 63 persen dan 64 persen.
Data Google juga menunjukkan tren mobilitas warga kini terpusat di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Di Indonesia, mobilitas di tempat tinggal naik 15 persen.
Angka tren mobilitas di Indonesia itu lebih mirip dengan di Amerika Serikat pada awal-awal merebaknya korona. Pejabat pemerintahnya cenderung meremehkan pandemi tersebut. Saat ini, kasus Covid-19 di AS merupakan yang terbesar di dunia, mencapai 276.382 orang dan 7.122 orang meninggal.
GOOGLE–Tren mobilitas di Amerika Serikat.
Di Amerika Serikat, tren mobilitas ke restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop juga turun 47 persen, sama persis dengan di Indonesia. Sementara tren mobilitas ke toko bahan makanan, pasar, gudang makanan, pasar pertanian, toko makanan khusus, toko obat, dan apotek turun 22 persen.
Tren mobilitas ke transportasi publik turun 51 persen, ke tempat kerja 38 persen, dan mobilitas di lingkungan tempat tinggal naik 12 persen.
Sementara itu, dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, tren mobilitas warga Malaysia ke tempat-tempat seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop, turun hingga 81 persen; Thailand 51 persen; dan Filipina 81 persen.
Di Singapura, yang dianggap sukses menekan angka kasus Covid-19, penurunan justru lebih rendah, hanya mencapai 28 persen. Penurunan tren mobilitas tertinggi di Singapura terjadi pada keramaian di alat transportasi publik yang mencapai 40 persen.
GOOGLE–Tren mobilitas di pusat keramaian di Malaysia.
Pandemi korona telah membuat sejumlah perusahaan teknologi, pengembang aplikasi, turut memantau perkembangannya dengan memanfaatkan perangkat mobile yang dimiliki warga. Pemerintah di sejumlah negara juga coba memanfaatkan data ini untuk melacak pergerakan warganya.
Pemerintah AS, misalnya, melacak data ponsel menggunakan informasi dari industri periklanan, bukan dari penyedia layanan seluler, dan bekerja sama dengan lembaga kesehatan untuk memantau kebijakan karantina dijalankan. Sejumlah aplikasi, seperti Private Kit, juga dikembangkan sehingga pengguna bisa melihat apakah dirinya berdekatan atau berkontak dengan orang yang terkonfirmasi Covid-19.
Pandemi Covid-19 memunculkan konflik antara privasi dan upaya pelacakan untuk mengendalikan pandemi. Namun, Google menyatakan menjamin privasi pengguna.
Oleh PRASETYO EKO PRIHANANTO
Sumber: Kompas, 4 April 2020
tautan: https://www.google.com/covid19/mobility/