Proyek pembangunan reaktor daya eksperimen yang dirintis Badan Tenaga Nuklir Nasional memasuki tahap pembuatan desain teknik detail. Rancangan terperinci desain reaktor multiguna ini akan diselesaikan dalam setahun.
Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Geni Rina Sunaryo, Kamis (8/2), menyatakan, pembuatan desain rinci pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mini Merah Putih ini melibatkan para ahli.
Para pakar itu berasal dari perguruan tinggi negeri yang memiliki fakultas teknik nuklir, seperti Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Indonesia. Para ahli lain berasal dari perguruan tinggi swasta di sekitar lokasi pendiriannya di Pusat Penelitian Iptek (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembangunannya yang butuh dana Rp 3,2 triliun akan melibatkan industri lokal, antara lain untuk pembuatan turbin, grafit inti reaktor, pompa, pipa, dan pengerjaan konstruksi beton. Pembuatannya memakai kandungan lokal sampai 50 persen.
BATAN–Gambar desain tata letak reaktor daya eksperimen yang akan dibangun Batan di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Komponen yang diimpor untuk reaktor suhu tinggi berpendingin gas helium ini adalah sistem tabung bertekanan (pressure vessel) dan bahan bakarnya. Pembangunan reaktor ini akan dilakukan bertahap, antara lain dengan dana dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Rp 5,9 miliar. Pembangunan reaktor skala kecil ini ditargetkan rampung pada 2025.
Reaktor multiguna
Reaktor yang mengacu pada teknologi Jerman ini ialah reaktor serbaguna yang menghasilkan daya listrik berkapasitas 3-4 megawatt (MW) dan panas yang akan dipakai untuk pencairan batubara, produksi hidrogen, dan desalinasi atau pembuatan air tawar dari air laut. Selain itu, reaktor daya eksperimen (RDE) dimanfaatkan untuk pengembangan bahan bakar torium dan enhanced oil recovery.
Kepala Batan Djarot S Wisnubroto menambahkan, penguasaan teknologi RDE yang termasuk PLTN generasi IV ini dapat jadi rujukan pembangunan reaktor sejenis di daerah yang belum teraliri listrik dan berpotensi mengembangkan PLTN. Selain itu, RDE bisa jadi instalasi acuan reaktor komersial berdaya kecil dan menengah, yakni 50-600 MWe per unit.
Pembangunan modul reaktor kecil ini diawali kesepakatan Batan dan PT Perusahaan Listrik Negara tahun 2013. Ide itu mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau-pulau dengan jaringan listrik kecil. ”RDE berskala kecil dan nonkomersial akan dikelola Batan. Daya listrik dan air bersih yang dihasilkan bisa memasok kebutuhan di Puspiptek,” kata Geni.
Terkait rencana pembangunan RDE, tiga tahun terakhir ini Batan melakukan sosialisasi kepada warga sekitar Puspitek. Survei sosial dilakukan sebagai bagian analisis mengenai dampak lingkungan. Izin lokasi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir sudah didapat. Sosialisasi juga dilakukan Batan untuk non-energi, seperti penyediaan benih, pengawetan pangan, dan radiologi bidang kesehatan, di 20 provinsi.
Untuk meningkatkan penguasaan teknologi reaktor daya nuklir, Batan, antara lain, bekerja sama dengan Asosiasi Nuklir Dunia. Namun, hingga kini, pemanfaatan nuklir masih menjadi perdebatan. (YUN)
Sumber: Kompas, 9 Februari 2018