Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian meminta tukang ojek untuk menahan diri dan menyikapi inovasi teknologi secara positif. Munculnya aplikasi pemesanan dan layanan ojek belakangan ini, seperti Go-Jek dan GrabBike, ditolak oleh sebagian pengojek di Jakarta dan sekitarnya.
Sejumlah pengguna melaporkan dugaan intimidasi dari tukang ojek lokal kepada pengemudi Go-Jek melalui media sosial. Para tukang ojek melarang pengemudi Go-Jek masuk karena khawatir bakal kehilangan pelanggan. Namun, sejauh ini, intimidasi sekadar lisan, belum menjurus ke tindak kekerasan.
“Jika tukang ojek yang biasa mangkal merasa tersaingi, tingkatkan pelayanan sehingga pelanggan tidak lari, saya yakin segmennya beda. Mohon tahan diri. Kami polisi akan melindungi siapa pun dari aksi kekerasan atau pelanggaran hukum. Kami akan tindak siapa pun pelakunya,” kata Tito seusai menemui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Senin (15/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tito menambahkan, inovasi baru dengan memanfaatkan kemajuan teknologi semestinya disikapi positif. Dia yakin pasar yang disasar berbeda.
Seperti sudah diterapkan jasa transportasi taksi, ada perusahaan yang menyasar kalangan eksekutif, ada pula yang menyasar pasar menengah bawah. Dengan penduduk yang mencapai lebih dari 10 juta orang, DKI Jakarta merupakan pasar yang sangat besar.
Selain penolakan dari sebagian tukang ojek lokal, kehadiran Go-Jek yang didukung Basuki menuai protes dari Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) DKI Jakarta. Ketua Organda DKI Jakarta Safruhan Sinungan berpendapat, dukungan Gubernur kepada Go-Jek tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurut Safruhan, sepeda motor tidak tepat untuk dijadikan angkutan umum barang ataupun orang. “Kami berulang memprotes keberadaan angkutan liar, termasuk ojek. Stop mendukung keberadaan Go-Jek dan ojek,” ujarnya.
Basuki mengatakan, keberadaan Go-Jek justru membantu tukang ojek. Aplikasi berbasis teknologi informasi yang diterapkan membuat operasi ojek jadi efisien. “Mereka (tukang ojek di Go-Jek) tak perlu ngetem di pinggir jalan sehingga waktu tak terbuang. Penumpang pun lebih terjamin keamanannya karena pengojek diseleksi dan diawasi oleh Go-Jek. Jika terjadi sesuatu terhadap penumpang, Go-Jek bertanggung jawab,” tuturnya.
Pendiri Go-Jek, Nadiem Makarim, menolak Go-Jek digolongkan sebagai perusahaan transportasi. “Go-Jek itu bukan usaha transportasi ataupun logistik. Kami perusahaan peranti lunak,” katanya.
Menurut Nadiem, protes dari tukang ojek terjadi hanya di beberapa pangkalan tertentu. Bentuknya verbal. Di ratusan pangkalan, para tukang ojek berbaur. Perselisihan terjadi karena miskomunikasi. Go-Jek justru mendapat apresiasi positif karena dapat mengurangi risiko kemacetan akibat operasi kendaraan yang tak efisien di jalan raya.
MUKHAMAD KURNIAWAN
Sumber: Kompas Siang | 15 Juni 2015