Belasan elang-alap cina melayang-layang di langit Puncak. Dengan pola melingkar, lambat laun mereka semakin membumbung. Mereka perlahan menyelinap di balik kabut dan awan, kemudian hilang.
Kehadiran Accipiter soloensis tersebut pada Sabtu (20/10/2018) pagi disambut jepretan kamera berlensa tele. Beberapa orang mengintip melalui binokular masing-masing. Yang lainnya, hanya bisa takjub memandangi migrasi burung pemangsa dari bumi bagian utara tersebut.
Silau cahaya matahari pagi tak membuat para pengamat mengurungkan diri menatap langit. Sembari melindungi dahi dengan telapak tangan, beberapa pengamat menghitung. Angin lembah melengkapi hangat-dinginnya suhu Puncak di pagi hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Para penghobi burung sedang mengamati dan mendokumentasikan burung pemangsa migran yang melintas di langit kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/10/2018).
Sidiq Pambudi (29), yang telah usai dengan kameranya, dengan cekatan menuliskan jumlah burung yang melintas ke dalam catatan. “Ini hanya untuk catatan pribadi,” ujarnya.
Pria asal Bandung itu satu dari 30 pengamat atau penghobi burung yang terlibat dalam kegiatan mengamati migrasi burung pemangsa di Paragliding Bukit Gantole, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Peserta bersama-sama mengamati, menghitung, dan mengklasifikasikan burung pemangsa migran yang melintas.
Fenomena migrasi burung pemangsa terjadi setiap tahun. Ketika musim dingin mulai meliputi bumi bagian utara, para burung pemangsa itu bermigrasi ke lokasi yang lebih hangat, salah satunya Indonesia.
“Mereka bermigrasi untuk bertahan hidup. Selain karena suhu, musim dingin juga membuat cadangan makanan di daerah asal berkurang,” kata Spesialis Konservasi Keanekaragaman Hayati Burung Indonesia Ferry Hasudungan.
DOKUMENTASI BURUNG INDONESIA/FERRY HASUDUNGAN–Burung sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) melintas di langit kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/10/2018).
Burung pemangsa asal China, Siberia, dan Jepang itu masuk ke Indonesia dari Sumatra via Jalur Terbang Daratan Asia Timur, yang terbentang dari Siberia ke Asia Tenggara. Burung pemangsa migran yang melintas di langit Puncak diperkirakan melanjutkan perjalanannya hingga ke Nusa Tenggara.
Burung-burung tersebut mulai melintas sekitar September hingga November. Sementara, arus balik biasanya sekitar Maret atau April. Ada yang kembali melewati Puncak, ada pula yang melewati rute lain.
Organisasi Burung Indonesia mencatat, sedikitnya terdapat 239 individu burung pemangsa migran yang melintas sejak pukul 06.30 hingga 12.00. Spesies yang paling banyak terpantau, yaitu elang-alap cina sekitar 204 individu, sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) 17 individu, dan elang-alap nipon (Accipiter gularis) 4 individu. Sisanya adalah jenis lainnya.
“Ini termasuk cukup banyak, tetapi belum puncaknya. Menurut teman-teman yang biasa mengamati di sini, dalam sehari bisa lebih dari seribu. Biasanya terjadi di akhir-akhir Oktober,” ujar Ferry.
Menjaga hutan
Burung pemangsa ini biasanya bermigrasi menyusuri hutan mengikuti arah angin. Rute tersebut sesuai kebutuhan mereka untuk istirahat di pepohonan dan mencari makan. Makanan mereka mulai dari reptil, burung, mamalia kecil, hingga tempayak lebah, tergantung jenis spesies.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Para pengamat burung mendokumentasikan migrasi burung pemangsa yang melintas di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (21/10/2018).
Oleh sebab itu, adanya kebakaran hutan dan pembukaan lahan secara besar-besaran berpotensi mengancam migrasi burung pemangsa ini. Kerusakan hutan bisa membuat tempat istirahat dan sumber makanan mereka berkurang.
“Selama di perjalanan, mereka butuh tempat bertengger dan mencari makan. Kalau itu rusak, ada kemungkinan mereka tidak bisa bertahan hidup,” kata Ferry.
Tidak hanya itu, perburuan oleh manusia juga menjadi ancaman burung pemangsa migran. Hendry Pramono, pengamat burung dari Raptor Indonesia, mengatakan, ketika masa migrasi datang, burung predator ini kerap diburu sebagai hewan peliharaan.
“Tahun lalu, kita ketemu pemburu di sekitar Danau Lido, Sukabumi, tempat burung ini beristirahat,” kata Pramono.
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS–Belasan burung pemangsa migran yang melintas di langit kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/10/2018).
Gangguan rute migrasi juga berpotensi mengganggu masa berkembang biak burung-burung ini. Gangguan yang dihadapi membuat perjalanan yang ditempuh lebih panjang. Ini bisa membuat mereka terlambat kembali ke utara yang punya empat musim sehingga masa breeding tidak pas dan telur menjadi rusak.
Pramono menganggap burung-burung yang berkunjung ke Indonesia ini sebagai ‘duta’ negara lain. Masyarakat Indonesia sebagai tuan rumah, bertanggung jawab untuk menjaga kelestariannya.
Seperti halnya tamu kehormatan, kedatangan mereka harus disambut dengan baik. Tidak perlu dengan mobil dan jamuan mewah, cukup dengan menjaga hutan dan tidak memburunya. (YOLA SASTRA)-ADHI KUSUMAPUTRA
Sumber: Kompas, 21 Oktober 2018