Joki scopus tumbuh subur karena kompetensi menulis dosen lemah.
Isu joki scopus kembali menghangat di kalangan dosen. Ini isu lama tetapi praktik joki scopus semakin membesar karena pemerintah abai terhadap saran-saran dari masyarakat dan pakar pendidikan. Tanpa revisi kebijakan yang komprehensif dan mendasar tentang syarat guru besar ini, maka joki scopus akan sulit hilang.
Joki scopus tumbuh subur karena, pertama, kompetensi menulis dosen lemah. Mereka ingin menjadi guru besar tetapi tidak ada syarat alternatif kecuali jurnal internasional atau scopus. Syarat alternatif misalnya masa kerja, kinerja pengajaran, atau menulis buku ajar atau buku referensi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan jurnal internasional mengabaikan tugas dosen selain meneliti, yaitu mengajar dan mengabdi pada masyarakat. Dibandingkan menulis, tugas dosen lebih banyak pada ranah mengajar, membimbing, dan menguji mahasiswa.
Ini isu lama tetapi praktik joki scopus semakin membesar.
Singkatnya, gelar guru besar juga layak diberikan kepada mereka yang kinerja pengajaran atau pengabdiannya sangat baik.
Kedua, dosen materialis. Kampus memberi dana riset dan memberi dana publikasi di jurnal internasional.
Tidak hanya itu, tunjangan guru besar sekitar Rp 12 jutaan per bulan. Dari aneka sumber dana yang diterima dosen itu, biaya joki Rp 20 jutaan dianggap kecil. Dana joki sangat kecil dibandingkan dana yang mereka terima sebelum dan setelah menjadi guru besar.
Kecuali itu, mereka menjadi guru besar karena mengejar cuan dari menjadi dosen pascasarjana, narasumber, pembimbing, dan penguji disertasi khususnya di kampus luar. Honor guru besar jauh lebih besar dibandingkan doktor apalagi magister.
Orientasi uang dan cuan ini yang mendorong para dosen mengambil jalan pintas menjadi guru besar.
Ketiga, hukuman yang ringan. Dosen yang terbukti menggunakan joki hanya ditolak usulan guru besarnya atau dicabut gelarnya.
Maka wajar jika tidak menimbulkan efek jera bagi dosen. Hukuman ringan ini terbukti tidak menurunkan perjokian scopus malah semakin meningkat.
Dari masalah tersebut maka disarankan, pertama, pemerintah menetapkan syarat alternatif guru besar yaitu kinerja pengajaran atau menulis buku ajar atau buku referensi. Pemerintah tidak boleh mengabaikan fakta lemahnya kompetensi menulis artikel dosen dan dampak buruk kebijakan scopus.
Pemerintah tidak boleh mengabaikan fakta lemahnya kompetensi menulis artikel dosen dan dampak buruk kebijakan scopus.
Kampus berlomba menaikkan kuantitas scopus dengan biaya tinggi tetapi mengabaikan kualitas pembelajaran dan pendampingan mahasiswa. Kepakaran juga bisa mati karena gelar guru besar tidak benar-benar menunjukkan kapasitas keilmuan yang mumpuni.
Jika pemerintah bergeming, maka harus konsisten bahwa mulai tahun ini syarat utama rekrutmen dosen adalah kemampuan meneliti, menulis, dan bahasa asing. Buat apa menerima dosen yang tidak akan bisa menjadi guru besar atau menyebabkan mereka menggunakan jasa joki scopus.
Pemerintah juga memperketat pemberian doktor honoris causa dan profesor kehormatan oleh kampus-kampus yang cenderung politis. Jika rakyat biasa calon doktor dan calon guru besar terkesan dipersulit mengapa justru kepada para politisi dan pengusaha kedua gelar tersebut dipermudah.
Kedua, pendampingan intensif menulis artikel. Dosen-dosen dikarantina dalam waktu tertentu untuk menulis artikel sampai pada pengiriman ke jurnal internasional. Dosen dibebaskan mengajar selama satu semester untuk fokus meneliti dan menulis artikel tersebut. Sebagian dosen bisa menulis tetapi terkendala waktu dan motivasi.
Dosen dibebaskan mengajar selama satu semester untuk fokus meneliti dan menulis artikel.
Ketiga, meningkatkan jumlah jurnal internasional di dalam negeri. Membuat kebijakan yang membuat tim jurnal bekerja dengan nyaman yaitu kantor, komputer, dan intensif yang memadai seperti tunjangan bulanan.
Perhatian dan pengawasan dari pimpinan seperti dekan dan rektor kepada para pengelola jurnal. Sebagian dosen beruntung karena artikelnya terbit di jurnal internasional milik kampus sendiri atau dalam negeri.
Keempat, para dosen tidak melupakan tugas utama mereka yaitu menjadi teladan dalam moralitas seperti komitmen mengajar dan menjaga integritas dengan tidak menghalalkan segala cara demi uang. Banyak cara mendapatkan uang selain dari menyandang gelar guru besar.
Menjadi guru besar akan menambah penghasilan dan prestise tetapi tidak menambah kebanggaan dan kebahagiaan menjaga integritas yang kita banggakan dan ceramahkan di depan kelas. Kita mungkin bisa lolos dari tim penilai guru besar tetapi tidak bisa membohongi hati kita.
JEJEN MUSFAH, Dosen UIN Jakarta
Sumber: Republika, 14 Feb 2023