Bagi warga Desa Adat Padangtegal di Ubud, Bali, mengelola sampah bukan sekadar menjaga kebersihan, tetapi juga menjaga keharmonisan manusia dan lingkungan.
Sebagai desa pariwisata di Bali, pengurus Desa Adat Padangtegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, membangun sistem pengelolaan sampah yang melibatkan peran warga desa tersebut. Kebersihan menjadi penting bagi Desa Adat Padangtegal yang mempunyai obyek wisata terkenal, yakni Monkey Forest Ubud.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Pekerja di Rumah Kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, Bali, Jumat (5/7/2019), memisahkan sampah non organik sesuai jenis sampahnya. Pihak Desa Adat Padangtegal, Ubud, mengangkut sampah yang sudah dipilah antara sampah organik dan sampah non organik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Desa Adat (Pakraman) Padangtegal membuat keputusan desa adat, atau pararem, yang mengharuskan setiap warga desa adat (krama) dan orang yang berada di wilayah Desa Pakraman Padangtegal turut menjaga kebersihan lingkungan sebagai bentuk pemeliharaan palemahan, atau hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan.
Keputusan desa adat (pararem) itu diperkuat surat Bendesa Desa Pakraman Padangtegal mengimbau seluruh keluarga dan tempat usaha di lingkungan Desa Adat Padangtegal untuk memilah dan memisahkan sampahnya masing-masing sebelum sampah diangkut petugas kebersihan desa ke fasilitas pengomposan, Desa adat ini memiliki fasilitas pengomposan di Rumah Kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal.
“Desa Pakraman Padangtegal meraih penghargaan juara Desa Sadar Lingkungan tahun 2017 untuk tingkat Provinsi Bali,” kata Manajer Rumah Kompos Desa Pakraman Padangtegal Supardi di Ubud, Gianyar, Jumat (5/7/2019). Desa Adat/Pakraman Padangtegal dinilai mampu melibatkan warga dalam pengelolaan kebersihan, termasuk dengan memilah sampah di rumah.
Desa Adat/Pakraman Padangtegal dinilai mampu melibatkan warga dalam pengelolaan kebersihan, termasuk dengan memilah sampah di rumah
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Manajer Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal Supardi di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, Jumat (5/7/2019).
Kadek Sudiarta, pengurus (prajuru) bidang lingkungan (palemahan) Desa Adat Padangtegal, mengatakan, pengurus dan masyarakat Desa Adat Padangtegal menyadari kebersihan lingkungan juga menjadi aset berharga bagi desa yang turut mengandalkan pariwisata.
“Kami baru bisa berbuat di tingkat desa. Kami berharap langkah dari Desa Adat Padangtegal ini dapat memberikan dampaknya bagi Ubud, bagi Gianyar, dan untuk Bali,” ujar Sudiarta.
Dari rumah
Supardi menuturkan, langkah pengelolaan sampah dengan melibatkan desa adat dan warga di Desa Adat Padangtegal bermula sejak 2012. Sejumlah pengurus desa adat dan warga membuat pengomposan untuk mengurangi sampah yang akan dibuang ke tempat penampungan akhir (TPA) Gianyar, selain juga bertujuan agar tidak mengotori wilayah desa tetangga. Mereka membangun Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal di sekitar Monkey Forest Ubud.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, dilengkapi fasilitas pengomposan ketika dikunjungi Jumat (5/7/2019). Kompos menggunakan bahan baku sampah organik yang dikumpulkan dari warga Desa Adat Padangtegal.
Akan tetapi, menurut Supardi, langkah awal itu tidaklah mulus. “Tantangannya, masih banyak sampah dari rumah tangga yang masih tercampur antara sampah organik dan sampah non organik,” kata Supardi.
Penyelia (Supervisor) Rumah Kompos TPST Kawasan Ubud I Gusti Ngurah Wedagama menambahkan, pihak desa adat kemudian mengimbau warga dan pengelola tempat usaha di Desa Adat Padangtegal agar memisahkan sampah mereka sehingga memudahkan saat pengambilan sampah. Menumbuhkan kesadaran itu, menurut Wedagama, membutuhkan waktu yang panjang. Apalagi masyarakat juga dibebani membayar iuran kebersihan.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Pekerja di Rumah Kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, Jumat (5/7/2019), memisahkan sampah non organik sesuai jenis sampahnya.
Supardi menambahkan, pihak desa adat dan pengelola Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal kemudian mengatur jadwal pengambilan sampah, yakni sampah organik diambil pada malam hari dan sampah non organik diangkut pada esok dini harinya. Pengaturan jadwal pengambilan sampah itu, menurut Supardi, juga bertujuan menjaga kehidupan pariwisata di Desa Adat Padangtegal agar tidak terganggu aktivitas pengangkutan sampah selain membiasakan warga memilah sampah di rumah.
Jadwal pengambilan sampah diatur, yakni sampah organik diambil pada malam hari dan sampah non organik diangkut pada esok dini hari
Saat ini, menurut Supardi, mayoritas dari 670-an keluarga dan sekitar 320-an dari kira-kira 700-an tempat usaha di wilayah Desa Adat Padangtegal sudah memilah sampah dan menjadi anggota Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal. Rumah Kompos Desa Adat Padangtegal memiliki tiga truk dan satu mobil bak terbuka untuk mengambil sampah di lingkungan Desa Adat Padangtegal. Setiap kendaraan itu ditulisi “Kita Bangga Padangtegal Bersih”.
Filosofi Tri Hita Karana
Keterlibatan dan kepedulian desa adat terhadap lingkungan, menurut Sudiarta, adalah bentuk penerapan Tri Hita Karana, yakni keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Mahaesa (parahyangan), antara manusia dan manusia (pawongan), dan manusia dengan lingkungan (palemahan). Desa adat di Bali juga berlandaskan filosofi Tri Hita Karana tersebut.
Komitmen dan gerakan serupa juga dijalankan di Desa Adat Seminyak, Kuta, Kabupaten Badung. Sejak 2003, Desa Adat Seminyak mengelola pengangkutan dan pengolahan sampah di lingkungan desa wisata di TPST Desa Adat Seminyak. Kegiatan ini mendapat dukungan dari desa, warga, dan kalangan pengusaha di wilayah Seminyak.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Desa Seminyak berkembang dengan mengadopsi prinsip 3R (reuse, reduce, recyle). Pemasoknya dari kalangan rumah tangga dan tempat usaha di lingkungan Desa Adat Seminyak. Di kawasan Seminyak terdapat lebih dari 590 tempat usaha, yakni mulai dari warung, restoran, vila, sampai hotel, selain rumah warga. Desa Adat Seminyak juga mempunyai pantai yang menjadi bagian daya tarik wisata di kawasan Kuta.
–Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, dilengkapi fasilitas pengomposan, termasuk alat pencacah dan bak kompos, ketika dikunjungi Jumat (5/7/2019). Kompos menggunakan bahan baku sampah organik yang dikumpulkan dari warga Desa Adat Padangtegal.
Di Desa Adat Padangtegak, sebagian sampah organik dari rumah, tempat usaha, maupun kawasan wisata diolah menjadi kompos. Rumah Kompos ini memiliki bak pengomposan, termasuk enam bak pengomposan di kantor Rumah Kompos yang berdekatan dengan obyek wisata Monkey Forest, atau disebut pula obyek wisata Mandala Suci Wenara Wana Ubud.
Rumah Kompos juga mendapatkan tambahan 50-an bak pengomposan yang dibangun di TPST Kawasan Ubud yang berada di sekitar area parkir obyek wisata Monkey Forest itu. Kompos hasil dari Rumah Kompos, kata Wedagama, digunakan sebagai pupuk untuk tanaman di kawasan hutan Monkey Forest dan sekitarnya.
Adapun sampah non organik, termasuk plastik, botol, maupun kotak bekas kemasan, dikumpulkan sesuai jenisnya. “Kami belum mampu mengolahnya di sini, karena itu, bahan-bahan berupa plastik, kardus, dan sejenisnya masih dijual ke pengepul,” ujar Wedagama.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA–Pekerja di Rumah Kompos Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kawasan Ubud di Desa Adat Padangtegal, Ubud, Gianyar, Jumat (5/7/2019), memisahkan sampah non organik sesuai jenis sampahnya. Pihak Desa Adat Padangtegal, Ubud, mengangkut sampah yang sudah dipilah antara sampah organik dan sampah non organik.
Langkah dan komitmen dari Desa Adat Padangtegal dan warganya mendapat apresiasi dari pemerintah. Kementerian Pariwisata dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempromosikan Desa Adat Padangtegal untuk mendapatkan bangunan TPST dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Gedung TPST Kawasan Ubud dibangun di sekitar area parkir obyek wisata Monkey Forest sekaligus dirancang sebagai pusat edukasi dan rekreasi dengan dilengkapi taman.–COKORDA YUDISTIRA
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 19 Juli 2019