Mungkinkah terwujud kehidupan di dunia tanpa sampah? Di belahan utara bumi ini, obsesi itu tengah menguat. Sampah bahkan tak sempat menumpuk lama karena segera diolah menjadi produk baru dan energi baru.
Sampah akhirnya dipandang sebagai komoditas bernilai ekonomis. Berbagai macam teknologi dilahirkan untuk mengolahnya. Di Finlandia, semua lini bergerak cepat demi tercapainya target ambisius itu.
Sampah yang bermuara di tempat pembuangan langsung dimanfaatkan untuk beragam kegunaan. Pusat Pengolahan Sampah Ammassuo di Espoo, misalnya, mengolah sampah menjadi listrik, pupuk, gas, hingga bahan bakar kendaraan bermotor!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan, dari situ dihasilkan pula berbagai jenis bahan baku daur ulang untuk memenuhi kebutuhan sejumlah industri.
Hal serupa dilakukan produsen listrik terbesar di negeri itu, Vantaa Energy. Perusahaan tersebut memanfaatkan sampah sebagai bahan baku listriknya, dengan mengusung kampanye ”Waste-to-energy gives a new life for rubbish”.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN–Pengolahan sampah menjadi energi listrik di Vantaa Energy, kota Vantaa, Finlandia. Perusahaan tersebut mengusung kampanye ”Waste-to-energy gives a new life for rubbish” yang menjadi bagian dari target pembangunan berkelanjutan menuju bebas karbon.
Manajer Operasional Ammassuo Tiila Korhonen mengatakan, potensi sampah ternyata sangat besar. Penelitian menunjukkan rata-rata setiap penduduk di perkotaan membuang 167 kilogram sampah per tahun (2014).
Dengan jumlah penduduk di Finlandia sekitar 5,5 juta orang, sampah yang dihasilkan berkisar 9,1 juta ton per tahun, yang kebanyakan berupa plastik, fiber, dan logam. Bisa dibayangkan seperti apa menumpuknya jika sampah tak dimanfaatkan.
Ketika memulai pengolahan sampah menjadi energi, pihaknya menyadari akan sangat besar dampaknya.
Sebagai contoh, gas metana yang menguap di tumpukan sampah dapat dihasilkan 2.000 meter kubik per jam. Metana diolah menjadi listrik. Produksi tersebut menghasilkan daya listrik 60 GWh. Sementara itu, Vantaa Energy mampu mengolah 400.000 ton sampah per tahun.
Pengolahan sampah itu untuk menghasilkan listrik. Dari sampah, kata juru bicara Vantaa Energy, Teuvo Heinonen, perusahaan itu dapat memasok 20 persen kebutuhan listrik Finlandia.
Salah satu keuntungan mengolah sampah, lanjutnya, dapat menghasilkan listrik berbiaya murah. Pengguna listrik cukup membayar tak sampai 6 sen per kWh.
Pembangunan sirkular
Finlandia memang tengah memacu berbagai sektor ataupun elemen untuk turut serta dalam pembangunan bersistem ekonomi sirkular. Target besarnya adalah terciptanya pembangunan bebas karbon tahun 2045.
Ekonomi sirkular merupakan model pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan lingkungan dan sosial. Pembangunan ini berfokus, antara lain, pada daur ulang produk untuk meminimalkan sampah.
Pembangunan juga menekankan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, perpanjangan masa pakai produk, dan kesejahteraan masyarakat.
Nantinya, produk usang didaur ulang sedemikian rupa sehingga menggantikan produk-produk lama menjadi bernilai baru. Jasa akan menggantikan bentuk fisik. Ke depan, energi akan sepenuhnya berkelanjutan.
Menurut Secretary General of the Nordic Council of Ministers Paula Lehtomaki, upaya itu digenjot demi mengantisipasi menguatnya dampak pemanasan global. Berbeda dari negara-negara lain, dampak pemanasan global di belahan bumi utara dirasakan dua kali lebih kuat.
Apabila kenaikan suhu di belahan bumi lain mencapai 1,5 derajat celsius, di bagian utara bumi itu naik menjadi 3 derajat celsius. ”Dampaknya jauh lebih terasa di sini,” katanya dalam kunjungan media dari 18 negara bertema ”Circular Economy and Cleantech in Finland”, di Helsinki, awal November lalu.
Dengan demikian, tidak ada jalan lain untuk memitigasi bencana selain menekan sedemikian rupa pemanasan global.
Caranya, dengan memanfaatkan teknologi yang bersih dari emisi, sumber daya berkelanjutan, serta menjalankan ekonomi melingkar yang efisien. Sistem akan memungkinkan pembangunan yang memberi manfaat lebih besar bagi kesejahteraan alam dan manusia.
Industri besar pun berpacu membuat berbagai inovasi. Begitu pula dunia ritel telah berkomitmen untuk bersama-sama mengurangi penggunaan plastik. Semua sektor didorong. Tak hanya pemerintah dan dunia bisnis, masyarakat juga turut berperan.
Pemanfaatan batubara akan dihapus secara bertahap hingga 2029. Adapun penggunaan minyak bumi dikurangi setengah. Energi listrik dan bahan bakar didorong berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber dari sampah ataupun energi surya.
Sebagaimana dirilis Lembaga Riset VTT Technical Research Centre of Finland, dengan segala upaya yang terangkum lewat peta jalan, emisi gas rumah kaca pada 2050 bisa diturunkan hingga 80 persen dibandingkan pada 1990.
Secara bertahap, pemanfaatan energi terbarukan ditingkatkan dari 28 persen menjadi 38 persen pada 2020. Suplai energi terbarukan bisa memenuhi 20 persen kebutuhan bahan bakar kendaraan.
Project Manager Circular Economy Sitra Fund, lembaga yang mendukung pendanaan ekonomi sirkular, Kari Herlevi, mengatakan, efisiensi energi pada sektor industri akan dapat mengurangi 25 juta ton karbon.
Pemanfaatan biofuel untuk kendaraan bermotor menurunkan 10 juta ton. Namun, efisiensi terbesar justru bisa direalisasikan lewat efisiensi energi dalam rumah dan gedung, bisa sampai 55 juta ton karbon.
Untuk mengatasi dampak iklim, Finlandia dan sejumlah negara Baltik, Polandia, dan Ukraina sepakat untuk bersama-sama mengurangi pelepasan emisi karbon hingga 150 juta ton.
Usaha rintisan
Tak hanya industri besar, usaha kecil dan menengah pun bergerak mendukung pembangunan bebas karbon dan sampah. Salah satu pelaku usaha rintisan kemasan kosmetik Sulapac bahkan terobsesi menghasilkan kemasan yang berbahan dasar sampah. Kemasan baru dari sampah kini menjadi bagian dari kampanye sekaligus jualan produk yang bernilai premium itu.
Pemilik usaha Sulapac, Suvi Haimi dan Laura Kyllonen, semula gelisah melihat kamar mandi mereka penuh dengan kemasan sabun, sampo, dan losion. Setiap kali isi kemasan itu habis, mereka harus membeli yang baru, yang berarti menumpuk sampah kemasan.
Para lulusan Biokimia itu kemudian bertekad membuat wadah berbagai produk kosmetik yang bisa didaur ulang atau luruh alami. Dengan memanfaatkan limbah bubur kayu, jadilah beragam bentuk kemasan bioplastik yang ramah lingkungan.
Selain wadah, mereka pun memanfaatkan limbah itu untuk memproduksi pembersih telinga (cotton bud), sisir, pena, pensil, dan aksesori kecantikan lainnya.
Di Helsinki, pelaku usaha restoran dan minimarket pun mulai berani mengusung tema ”Waste to food”. Ahli masak Restoran Loop di Helsinki, Jere, mengambil konsep itu karena berangkat dari rasa tidak tega. Banyak sayuran, buah, dan bahan makanan ia dapati terbuang, padahal kondisinya masih bagus.
Bersama sejumlah sukarelawan, mereka pun mengolah berbagai jenis bahan itu menjadi beragam jenis masakan unik dan minuman. Restoran dikunjungi 40-50 orang setiap hari.
”Kami dipasok bahan-bahan itu dari beberapa swalayan, lalu kami olah untuk menu makan siang di restoran. Ternyata cukup banyak peminatnya. Sebagian besar karena tertarik pada konsep yang kami tawarkan,” tuturnya.
Bangun kesadaran
Mewujudkan pembangunan bebas karbon butuh kesadaran kuat semua pihak. Karena itu, ratusan boneka lucu yang dipajang memenuhi partisi lobi gedung Vantaa Energy bukannya tanpa pesan.
Teija Korpela, Manajer Komunikasi Vantaa, menuliskan pesan di bagian pojok. ”Setiap mainan berharga walau untuk sesaat. Mainan kesayanganmu di masa kecil adalah bagian dari material dan energi.
Yang telah usang sekalipun layak untuk mendapatkan kehidupan baru. Bijaklah membeli dan daur ulanglah dengan benar agar mainanmu tetap bergembira”.
Banyak pengunjung yang mengagumi lalu berfoto dengan latar boneka-boneka itu. Namun, mereka kaget setelah diberi tahu bahwa seluruh boneka itu barang bekas yang didapat dari pemulung.
”Jangan kaget, Anda berfoto dengan latar sampah. Di sini, semua itu bukan lagi sampah, melainkan jadi pajangan baru yang menarik,” ujarnya.
Pesan yang selalu diselipkan bagi 5.000 pengunjung per tahun yang singgah ke sana agar mereka turut memikirkan masa depan bumi. (Irma Tambunan)
Sumber: Kompas, 21 November 2018