Mengapa Tidak Semua Primata Berevolusi Jadi Manusia?

- Editor

Kamis, 25 Juli 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saat manusia menjelajah seluruh permukaan Bumi, mengembangkan pertanian, memakan segala jenis makanan, hingga mengunjungi Bulan, simpanse sebagai kerabat terdekat manusia tetap tinggal di pohon, makan buah-buahan, hingga berburu monyet.

WORLDWILDLIFE.ORG–Simpanse

Simpanse adalah sepupu terdekat manusia karena 98 persen genetiknya mirip dengan genetik manusia. Perilakunya pun serupa. Sama seperti manusia, simpanse adalah hewan yang sangat sosial, merawat anak-anak mereka selama bertahun-tahun dan dapat berumur hingga lebih dari 50 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Habitat hewan ini adalah hutan tropis di Afrika bagian tengah. Mereka menghabiskan sebagian besar hidupnya di puncak pohon. Saat turun ke tanah, simpanse akan berjalan dengan empat kaki meski mereka bisa berjalan dengan dua kaki seperti manusia pada jarak terbatas.

Simpanse di era modern saat ini sudah ada sejak 1 juta tahun yang lalu. Itu berarti, mereka lebih dulu ada dibandingkan dengan nenek moyang manusia modern Homo sapiens yang baru muncul sejak 300.000 tahun lalu.

Meskipun demikian, manusia dan simpanse sudah ada di jalur evolusi terpisah sejak 6-7 juta tahun lalu. Mereka berasal dari nenek moyang yang sama yang hanya meneruskan dua keturunan yang masih hidup hingga kini, yaitu simpanse dan manusia.

Manusia dan simpanse sudah ada di jalur evolusi terpisah sejak 6-7 juta tahun lalu.

Lantas, jika mereka satu saudara, mengapa manusia mengalami evolusi jauh lebih banyak dibandingkan dengan simpanse?

”Primata lain tidak berevolusi menjadi manusia karena mereka baik-baik saja (dengan lingkungannya),” kata ahli paleoantropologi dari Institut Smithsonian di Washington DC, Amerika Serikat, Briana Pobiner, seperti dikutip Live Science, Minggu (14/7/2019).

Semua primata yang hidup saat ini, mulai dari gorila gunung di Uganda, monyet howler yang suka melolong di Amerika Latin, dan lemur di Madagaskar, berhasil membuktikan bahwa mereka dapat berkembang di habitat alami mereka.

Profesor antropologi Universitas California, Davis, AS, Lynne Isbell, menegaskan, ”Evolusi bukan soal kemajuan, melainkan juga seberapa baik organisme menyesuaikan diri dengan lingkungannya.”

Di mata para ilmuwan yang mempelajari evolusi, manusia tidak berevolusi lebih maju dibandingkan dengan primata lainnya dan manusia belum memenangkan apa yang disebut permainan evolusioner. Manusia mengembangkan adaptasi yang ekstrem hingga mampu memanipulasi lingkungannya yang sangat berbeda agar sesuai dengan kebutuhannya. Namun, kemampuan itu tidak cukup menjadikan manusia berada di puncak tangga evolusi.

Sebagai perbandingan, Isbell mencontohkan evolusi semut. ”Evolusi semut sama atau lebih sukses dibandingkan dengan evolusi manusia. Jumlah semut lebih banyak dibandingkan dengan manusia dan mereka beradaptasi dengan baik sesuai dengan tempat tinggalnya,” katanya.

Semut adalah serangga yang sukses dalam evolusinya. Semut jelas tidak unggul dalam semua hal yang cenderung dipedulikan dan keunggulan manusia. Semut memang belum mengembangkan kemampuan menulis, tetapi mereka sudah membangun pertanian ala mereka jauh sebelum manusia ada.

”Manusia memiliki gagasan tentang siapa yang paling cocok disebut paling kuat dan paling cepat, tetapi yang diperlukan untuk memenangkan permainan evolusi adalah kemampuan bertahan hidup dan bereproduksi,” kata Pobiner menambahkan.

YOUTUBE–Simpanse bisa berjalan dengan dua kaki pada jarak terbatas, tetapi mereka biasanya berjalan di tanah dengan empat kaki.

Leluhur sama
Bagaimana nenek moyang manusia berpisah dengan nenek moyang simpanse adalah contoh yang baik. Meski ilmuwan tidak memiliki bukti fosil yang lengkap dari manusia dan simpanse, mereka bisa menggabungkan antara bukti genetik fosil dan amatan perilaku primata hidup. Kombinasi dua hal itu digunakan untuk mempelajari spesies yang sudah punah dan menjadi leluhur bersama manusia dan simpanse.

”Kita tidak memiliki jasadnya (nenek moyang manusia dan simpanse), dan kalaupun ada, kami juga tidak yakin pasti bahwa spesies itu memiliki garis keturunan dengan manusia,” kata Isbell.

Para ilmuwan berpikir bahwa nenek moyang manusia dan simpanse itu lebih mirip dengan simpanse daripada mirip manusia. Mereka diprediksi menghabiskan waktunya di kanopi hutan yang cukup rimbun hingga mereka bisa berpindah dari satu pohon ke pohon lain tanpa menyentuh tanah.

Nenek moyang manusia mulai memisahkan diri dari nenek moyang simpanse saat mereka mulai menghabiskan banyak waktu di atas tanah. Perilaku itu diperkirakan terjadi saat nenek moyang manusia itu mulai menjelajahi habitat atau tempat tinggal baru untuk mencari makanan.

”Nenek moyang pertama manusia mulai berbeda dengan nenek moyang simpanse saat mereka mulai beradaptasi hingga mahir berjalan di atas tanah atau memanjat pohon,” ucap Isbell.

Sekitar 3 juta tahun lalu, kaki nenek moyang manusia itu mulai tumbuh lebih panjang dan jari-jari mereka yang besar juga tambah panjang. Perubahan karakter fisik itu memungkinkan nenek moyang manusia menjadi spesies yang sepenuhnya berjalan kaki.

”Konsekuensi pertama akibat perbedaan pemilihan habitat itu adalah terjadinya perubahan perilaku,” ujar Isbell. Agar menjadi makhluk bipedal atau berjalan dengan dua kaki, leluhur manusia pergi ke tempat tinggal yang tidak memiliki kanopi tertutup. Mereka harus banyak berjalan di tanah, di tempat dengan jarak pohon-pohon tinggi yang tidak terlalu rapat.

Dari situlah evolusi manusia dimulai hingga seperti sekarang.

CC/BERNARD DUPONT–Simpanse Afrika Timur, Pan troglodytes schweinfurthii

Sementara itu, meski tetap tinggal di pohon, bukan berarti simpanse tidak berevolusi. Analisis genetik simpanse yang dilakukan Jody Hey dan dipublikasikan di jurnal Molecular Biology and Evolution, 2010, menunjukkan nenek moyang simpanse berpisah dengan nenek moyang bonobo, yang juga dijuluki sebagai simpanse kerdil, pada 930.000 tahun lalu.

Sementara itu, nenek moyang dari tiga subspesies simpanse yang ada saat mulai ada pada 460.000 tahun lalu. Ketiga subspesies simpanse itu adalah simpanse afrika barat (Pan troglodytes verus), simpanse afrika tengah (Pan troglodytes troglodytes), dan simpanse afrika timur (Pan troglodytes schweinfurthii). Adapun simpanse afrika tengah dan simpanse afrika timur mulai berbeda sejak 93.000 tahun lalu.

”Perkembangan spesies simpanse itu menunjukkan mereka juga berevolusi dengan baik untuk menjadi simpanse,” kata Pobiner. Hingga kini, mereka masih ada dan akan tetap ada hingga beberapa tahun lagi selama manusia tidak merusak habitatnya.–M ZAID WAHYUDI

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 24 Juli 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB