Mendeteksi Ancaman Radioaktif secara Terintegrasi

- Editor

Senin, 14 September 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tim peneliti dari adan Tenaga Nuklir Nasional mengembangkan sistem pemantau radiasi lingkungan secara terintegrasi. Hal itu untuk mempercepat deteksi adanya radioaktif yang masuk suatu kawasan.

Adanya bahan radioaktif yang tidak terdeteksi dapat mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Badan Tenaga Nuklir Nasional mengembangkan sistem pemantau radiasi lingkungan secara terintegrasi.

Teknologi nuklir kini makin luas dimanfaatkan dalam kehidupan manusia mulai dari bidang kesehatan, penelitian dan pembangkit listrik, industri, hingga pertanian. Di sisi lain, ancaman nuklir juga menjadi persoalan yang terus mengintai sistem pertahanan dan keamanan suatu negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penggunaan bahan nuklir yang salah dan tidak bertanggung jawab dapat membahayakan keselamatan manusia, bahkan dampaknya bisa mencakup skala besar. Untuk itu, upaya perlindungan yang maksimal sangat diperlukan demi menjamin keselamatan masyarakat.

Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Kristedjo Kurnianto menyampaikan, tidak bisa dimungkiri jika suatu saat ada suatu negara melakukan uji coba senjata nuklir. Kondisi tersebut dapat merugikan negara lain, termasuk Indonesia. Karena itu, pengawasan dan pemantauan yang ketat penting dilakukan untuk mendeteksi adanya bahan radioaktif yang masuk ke suatu wilayah.

“Pengawasan dan pemantauan juga dibutuhkan untuk mencegah masuknya bahan radioaktif secara ilegal, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak. Indonesia cukup banyak mengimpor limbah dari luar negeri yang bisa saja di dalamnya terdapat bahan radioaktif yang berbahaya,” tuturnya.

Dengan wilayah yang luas serta banyaknya pintu masuk negara membuat kebutuhan sistem pemantauan radiasi yang kuat dan mumpuni di Indonesia makin mendesak. Untuk pengadaan portal monitor radiasi, misalnya, idealnya harus tersedia di seluruh pelabuhan serta pintu masuk jalur darat antarnegara.

Namun, saat ini portal monitor radiasi yang berfungsi hanya ada di tujuh pelabuhan di Indonesia, seperti Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Batu Ampar Batam. Padahal, Indonesia memiliki total 172 pelabuhan laut. Itu pun merupakan bantuan dari Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) yang diproduksi di luar negeri.

Sementara, portal ini sama sekali belum terpasang di pelabuhan udara atau bandara dan pos-pos perbatasan negara. Dibandingkan dengan Malaysia, jumlah portal pemantau radiasi yang tersedia lebih dari 50 portal.

Kristedjo mengungkapkan, ketersediaan sistem pemantau radiasi yang minim di Indonesia salah satunya disebabkan oleh terbatasnya anggaran. Hal ini semakin sulit dipenuhi lantaran alat yang diadakan selama ini harus diimpor dengan biaya perawatan cukup mahal. Untuk satu portal monitor radiasi, harganya bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

“Kita harus bisa mandiri untuk mencukupi kebutuhan dengan biaya lebih terjangkau. Itu juga yang mendasari Batan semakin serius mengembangkan sistem pemantau radiasi untuk keamanan dan keselamatan atau yang disebut SPRKK,” tuturnya.

Menurut Kristedjo, SPRKK merupakan suatu sistem terintegrasi yang digunakan untuk mendeteksi bahan radioaktif yang bisa mengganggu keselamatan dan keamanan masyarakat. Sistem yang dikembangkan oleh Batan dapat mendeteksi bahan radioaktif yang ada di udara dan di tanah. Berbagai alat yang digunakan nantinya dapat terintegrasi dalam satu sistem sehingga pemantauannya pun menjadi lebih mudah.

Secara umum, sistem tersebut didesain dengan menggunakan sistem pengukur dalam bentuk permanen dan portabel (bergerak). Sistem ini akan mengintegrasikan berbagai teknologi pemantauan radiasi yang ada, seperti portal monitor radiasi, kendaraan militer, serta drone air, udara, dan darah dengan detektor radiasi.

Dari berbagai perangkat tersebut, data terkait pengukuran radiasi yang didapatkan bisa langsung tersambung dengan sistem kontrol transmisi yang menjadi pusat pengumpulan data. Seluruh data ini tersimpan dengan aman di bawah pengawasan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

Visualisasi yang tersaji akan berbasis pada sistem informasi geografis. Sistem terintegrasi ini berguna untuk memantau lingkungan maupun lalu lintas dari suatu kawasan strategis. Selain pelabuhan laut dan udara, kawasan strategis yang dimaksud yakni lokasi instalasi nuklir dan kawasan industri yang berpotensi dilintasi bahan dengan kontaminasi radioaktif.

Selain untuk memantau bahan radioaktif di suatu lingkungan, sistem ini bermanfaat sebagai peringatan dini akan bahaya paparan radiasi serta memperkuat pertahanan dan keamanan nasional. “Untuk pemantauan udara, sistem ini juga terintegrasi dengan informasi meteorologi dan klimatologi,” ujar Kristedjo.

Portal monitor radiasi
Untuk menunjang SPRKK, Batan kini mengupayakan portal monitor radiasi buatan dalam negeri. Setidaknya sudah ada dua prototipe yang dihasilkan dan diharapkan bisa segera mendapatkan sertifikasi internasional pada tahun ini.

Portal yang dikembangkan sejak tahun 2015 itu sekarang diuji coba di kantor Batan yang berada di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta, dan Kawasan Nuklir Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Sebagian besar komponen yang digunakan untuk menunjang sistem ini pun berasal dari dalam negeri.

Dengan demikian, harganya jauh lebih murah dari produk impor. Biaya perawatannya juga tidak besar. Pada alat sebelumnya, perawatan yang dilakukan harus mendatangkan teknisi dari luar negeri serta komponen yang dibutuhkan yang juga harus diimpor.

Prioritas riset
Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan menyampaikan, prototipe SPRKK sudah masuk dalam program Prioritas Riset Nasional (PRN) Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Dalam pengembangan sistem dan perangkat teknologi ini, Batan bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), PT LEN Industri, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

“Targetnya, dalam 5 tahun ke depan komponen-komponennya selesai dihasilkan berserta dengan sistem yang sudah terintegrasi. Selain itu, software (piranti lunak) yang menunjang bisa terselesaikan,” katanya.

Oleh DEONISIA ARLINTA

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 14 September 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB